Daerah  

Demo AMHLS di KPK Pakai Isu Usang, Elemen Nilai Hanya Mempolitisir Hukum

KALIANDA – Pemerhati Sosial, Arjuna Wiwaha menilai aksi unjuk rasa Aliansi Masyarakat Hanggum Lampung Selatan (AMHLS) di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis 13 Januari 2022 sebagai sebuah gerakan politik daripada sebagai sebuah gerakan penegakkan hukum. Atau masalah hukum yang dipolitisir.

Hal ini menurut Arjuna dapat dilihat dari isu yang diangkat masih isu lawas. Masih dengan ‘shooting target’ Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto.

“Saya lihat masih isu lama ya, substansinya itu-itu saja dengan target yang sama. Gak ada yang baru” ujarnya melalui sambungan telepon.

Sebenarnya, terus dia, publik sempat berharap ada isu baru, ada kejutan dengan dilakukannya aksi unjuk rasa di gedung Merdeka. Namun faktanya jauh panggang dari api. Isu lawas yang bahkan di copy paste saja.

“Padahal kita semua paham, KPK sebagai lembaga antirasuah di Republik ini memiliki integritas tinggi. Memiliki SOP penanganan kasus yang cukup mumpuni hingga diakui oleh lembaga hukum lainnya di dunia,” imbuhnya.

Sementara, Ketua Ikatan Keluarga Kemuakhian Lampung Selatan (IKAM LAMSEL), Rully Hadi Putra dengan nada yang sama menilai masalah hukum di KPK sudah menjadi isu basi yang tidak layak lagi digembar-gemborkan. Menurut Rully Lamsel saat ini sedang gencar-gencarnya membangun atas ketertinggalan dengan sejumlah daerah lain di Lampung.

“Masyarakat sudah jenuh dengan manuver segelintir elit mengatasnamakan penegakkan hukum, namun faktanya disertai tendensi politik. Lampung Selatan saat ini sedang membangun mengejar ketertinggalan dengan daerah lainnya. Kalau kita ribut terus, bagaimana mau Lamsel bisa sejajar dengan daerah lain,” tukasnya.

Dikatakan pria kelahiran Desa Maja ini, agar semua pihak menciptakan suasana kondusif. Jangan sampai kepentingan segelintir pihak mengorbankan pembangunan demi kemashlahatan masyarakat banyak.

“Jangan lah kepentingan politik, kepentingan sejumlah pihak mengorbankan kepentingan masyarakat banyak. Sekarang ini masyarakat sudah cerdas, sudah tak ingin lagi diperalat untuk kepentingan segelintir pihak. Rakyat sudah muak dengan manuver yang begitu-begitu saja,” pungkasnya.

Sementara, Hendry S (35) warga Kelurahan Wayurang mengaku hanya mendengar saja ada aksi oleh sejumlah Ormas di KPK. Tapi dikatakannya, dia kurang antusias terhadap kegiatan tersebut. Menurut dia, masyarakat saat ini lebih membutuhkan suatu gerakan yang sifatnya memperbaiki masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Ya denger mass, di sosmed juga banyak beredar foto dan video. Katanya masalah di KPK. Tapi masalahnya sepertinya itu-itu saja.  Kami pedagang ini harapannya bagaimana pasar bisa ramai lagi. Atau ada bantuan modal cicilan ringan. Isu yang kaya gitu (KPK) kami bosan rasanya dengan yang begitu. Sekali ramai, kemudian hilang begitu aja. Tapi kalau menurut pendapat pribadi saya, kalau pak Nanang itu bermasalah dengan hukum barang tentu sudah lama dijadikan tersangka. Ya kita kan tahu bagaimana KPK, gak ada yang kebal hukum oleh KPK,” katanya.

Sebelumnya beredar berita di sejumlah media online, bahwa aksi unjuk rasa Aliansi Masyarakat Hanggum Lampung Selatan (AMHLS) di gedung Merah Putih menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding mandul terkait kasus fee proyek Kabupaten Lampung Selatan.

Tudingan itu dilontarkan ratusan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Hanggum Lampung Selatan (AMHLS), yang menggelar demonstrasi di depan Gedung KPK Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Di dalam orasinya AHMLS mengungkapkan sejumlah poin, diantaranya :

1. Menyatakan pendapat dimuka umum merupakan hak setiap warga Negara sesuai Undang-undang No.9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyatakan Sikap di muka umum dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E ayat (3) “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

2. Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera tangkap dan adili Terduga Penerima Fee Proyek Di DINAS PUPR Lampung Selatan.

3. Sesuai dengan fakta persidangan, berdasarkan Bukti-bukti serta keterangan dari saksi-saksi bahwa saudara Nanang Ermanto Sudah terbukti Menerima aliran dana Fee Proyek yang bersumber dari Dinas PUPR Lampung Selatan.

4. Nanang Ermanto di mata hukum sangat istimewa, sudah terbukti mengembalikan Dana Fee Proyek, tapi tidak tersentuh oleh Hukum.

5. Pengembalian kerugian Negara tidak menghapuskan perbuatan tindak pidana korupsi, sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi.

6. Menggugah KPK agar jangan ragu-ragu dan pandang bulu dalam menindak terduga penerima Dan Fee Proyek Di Dinas PUPR Lampung Selatan.

Untuk diketahui dalam aksi ini, predium Aliansi Masyarakat Hanggung Lampung Selatan (AMHLS), H. Nivolin CH, SE, MM, Heri Prasojo, SH, Rusman Efendi, SH, MH, Andi Aziz, SH, Syamsuri Panglima Alif, Budi Setiawan, Ujang Abdul Aziz F, SE dan Aqrobin.

Sebelumnya, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Albantani, Eko Umaidi SH menganggap statemen sejumlah pihak agar KPK menetapkan tersangka terhadap Bupati Lampung Selatan, Hi Nanang Ermanto merupakan penggiringan opini kepada masyarakat. Karena dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak-pihak tersebut tidak jelas, absurd dan juga tidak berdasarkan kajian hukum yang komprehensif.

“Saya rasa hanya penggiringan opini. Apalagi dalil yang diungkapkan itu tidak berdasarkan kajian hukum maupun fakta persidangan. Kemudian, statemen tersebut diekspos secara gencar melalui sosial media,” kata pengacara muda dari kota Kalianda, belum lama ini seraya menambahkan tidak ingin berspekulasi apa motiv yang melatarbelakangi statemen tersebut.

Jika kita kaji, terus pria lajang yang kerap disapa Umay ini, penerimaan aliran fee proyek di PUPR Kabupaten Lampung Selatan itu dapat dijerat dengan pasal Gratifikasi UU Tipikor. Namun begitu, Umay berpandangan tidak semua pihak dapat dijerat kasus rasuah itu karena ada kriterianya.

“Hal ini berkaitan dengan syarat formil. Karena, pasal gratifikasi itu berkaitan dengan kewenangan dan jabatan. Kira-kira bahasa sederhananya, memberi janji atau sesuatu ke pegawai negeri atau penyelenggara negara, agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang menjadi kewenangannya dalam jabatan.   Istilah umumnya suap atau sogokan. Untuk kasus pak Nanang, sudah jelas pak Nanang adalah wakil bupati saat peristiwa penerimaan aliran dana tersebut. Dan yang memberi adalah atasannya, Bupati Lampung Selatan Zainuddin Hasan. Artinya, tidak ada kepentingan seorang bupati mau menyuap bawahannya,” imbuh dia seraya tergelak ringan.

Lebih lanjut, Umay memaparkan analisa yuridis tentang fakta persidangan yang tempo hari di gelar di Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

Menurut Umay, terungkap di Persidangan jika Bupati Lampung Selatan pada saat itu, Zainuddin Hasan melarang wakil bupati, Nanang Ermanto untuk ikut bermain proyek. Dengan begitu, Zainuddin Hasan mengungkapkan, jika Nanang memerlukan dana untuk operasional, turun ke bawah ke masyarakat untuk dapat meminta biaya operasional kepadanya. Bahkan kata Umay, dana fee proyek itu pernah diterima oleh ketua DPC PDIP Lamsel itu dalam kemasan “Uang Duka” dari Zainuddin Hasan pada saat ibunda Nanang mangkat.

“Tidak semua gratifikasi dilarang. Yang dibolehkan memenuhi kriteria seperti, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dipandang sebagai wujud ekspresi, keramah-tamahan, penghormatan dalam hubungan sosial antar sesama dalam batasan nilai yang wajar. Sedangkan gratifikasi yang dilarang yang berkaitan dengan jabatan, yakni dilarang oleh peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik kepentingan atau merupakan penerimaan yang tidak patut atau tidak wajar,” jelas Umay.

 

(row)