Kenakalan remaja telah terjadi sejak awal abad ke-19 dan telah menjadi masalah global, termasuk di Indonesia. Kenakalan remaja termasuk dalam beberapa gangguan sosial dan angka kejadiannya terus meningkat. Fenomena ini terjadi di semua lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, di kota dan di desa dan di kalangan sosial ekonomi tinggi atau rendah (Steketee & Gruszczyńska, 2010). Kenakalan dan kriminalitas di kalangan remaja umumnya dikategorikan sebagai perilaku menyimpang di masyarakat. Penyimpangan perilaku tersebut dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan remaja terhadap aturan dan nilai normatif yang berlaku di masyarakat.
Kenakalan remaja merupakan salah satu bentuk gangguan kesehatan jiwa di masyarakat, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi derajat kesehatan jiwa masyarakat secara keseluruhan. Dampak jangka pendek dapat berbahaya secara langsung terhadap keselamatan remaja dan kelompok. Perkelahian, tawuran, dan kebut-kebutan berpotensi menyebabkan cedera dan bahkan kematian. Narkotika dapat mengancam kehidupan mereka dan masyarakat, sedangkan potensi perilaku seksual bebas dapat menimbulkan risiko penyakit menular seksual, dan efek berbahaya lainnya. Dampak jangka panjangnya adalah ancaman kerugian di masa depan yang berarti tidak dapat mengambil bagian dalam pembangunan bangsa dan negara. Hal ini tidak sesuai dengan harapan bahwa remaja merupakan ujung tombak pembangunan dan generasi penerus bangsa (Anjaswarni, 2014). Dijelaskan bahwa remaja mengalami masa-masa sulit. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang penuh dengan tanggung jawab, dimana mereka dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut (Stuart, 2014). Kegagalan adaptasi akan menimbulkan masalah dan gangguan perilaku di kemudian hari. Hal ini relevan dengan mekanisme koping yang dimiliki individu karena mekanisme koping merupakan ukuran kemampuan remaja dalam memecahkan masalah.
Faktor individu berpengaruh signifikan terhadap kenakalan remaja. Hal ini cukup beralasan karena setiap individu berhak memiliki kesempatan untuk melakukan apa yang diinginkannya. Individu yang tidak memiliki kemampuan atau kompetensi kecakapan hidup tertentu (hard skill dan soft skill), yang tidak memiliki keyakinan akan keberhasilannya di masa depan, yang tidak memiliki landasan keimanan yang baik, berpotensi untuk bertindak sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat peneliti bahwa kecakapan hidup atau kompetensi individu berpengaruh terhadap kenakalan remaja (Calhoun et al., 2001). Hal ini sejalan dengan pendapat Robles bahwa kecakapan hidup berupa soft skills merupakan kualitas interpersonal dan atribut pribadi yang dimiliki seseorang (Robles, 2012).
Soft skills adalah perilaku pribadi dan interpersonal yang berkaitan dengan mengembangkan dan memaksimalkan penampilan atau kinerja manusia. Pendapat ini berarti bahwa jika seseorang memiliki kecakapan atau kompetensi hidup, maka mereka akan menunjukkan kualitas hidupnya dan menghindari perilaku yang tidak pantas. Sebaliknya jika individu tidak memiliki kemampuan maka mereka akan melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya dengan menghalalkan segala cara.
Kegagalan individu dalam memecahkan masalah akan berpotensi terjadinya gangguan perilaku termasuk kenakalan remaja. Masalah kenakalan remaja ketika terjadi tidak hanya ditentukan oleh kecenderungan menggunakan mekanisme koping. Hal ini tergantung dari hasil pemecahan masalah yang mereka lakukan dan hal ini didukung oleh lingkungan yaitu lingkungan keluarga terutama peran orang tua, teman sebaya dan lingkungan sekolah dalam hal ini peran guru.
Faktor keluarga ditemukan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kenakalan remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli bahwa keluarga merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kenakalan remaja. Keluarga yang mempengaruhi kenakalan remaja memiliki tingkat dinamika keluarga yang tinggi, kekerasan, kemiskinan, disfungsi keluarga, dan komunikasi dan hubungan keluarga yang buruk. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa pola asuh dan bonding berdampak pada perkembangan anak. Pola asuh yang buruk mengakibatkan ikatan ibu-anak yang buruk (poor bonding) yang pada akhirnya dapat menimbulkan perilaku kriminal pada anak.
Faktor keluarga merupakan faktor risiko yang berpotensi besar terjadinya kenakalan remaja. Ini harus mendapat perhatian serius. Saat ini, faktor keluarga bukan merupakan faktor risiko yang dominan. Ada faktor lain yang lebih dominan. Pendapat ini cukup beralasan karena setiap individu anak belajar kehidupan dimulai dari lingkungan keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam keberhasilan anak-anaknya baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Faktor lingkungan sekolah berpengaruh signifikan terhadap kenakalan remaja. Hal ini sesuai dengan para ahli yang menyatakan bahwa lingkungan sekolah merupakan lingkungan di luar keluarga yang berkontribusi terhadap kenakalan remaja (Calhoun et al., 2001). Hal ini menurut pendapat peneliti cukup beralasan karena sekolah merupakan tempat bertemunya teman sebaya yang juga berpengaruh kuat terhadap perilaku remaja. Ketidaksesuaian kebijakan atau aturan sekolah dengan pola hubungan guru-siswa berpotensi menimbulkan pemberontakan remaja terhadap aturan yang ada.
Teknologi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Penggunaan teknologi yang tidak tepat, misalnya penggunaan gadget yang salah, berpotensi menimbulkan kenakalan remaja. Hal ini menunjukkan bahwa di era digital saat ini telah terjadi pergeseran yang signifikan penyebab kenakalan remaja, dari faktor keluarga dan teman sebaya menjadi faktor teknologi. Hal ini wajar karena teknologi kini menjadi kebutuhan utama bagi para remaja. Diperlukan upaya pencegahan untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja. Salah satu cara pencegahan yang disarankan adalah dengan melakukan deteksi dini terhadap risiko atau potensi kenakalan remaja dengan mengkaji faktor-faktor risiko yang berpengaruh. Remaja harus bijak dalam memanfaatkan teknologi dan memilih teman sebayanya. Orang tua dan guru mereka dapat dan harus menyediakan hubungan dan komunikasi yang baik untuk menciptakan lingkungan yang kondusif di rumah dan di sekolah.
Penulis : Patuan S. A. J. Sihombing, Jerry F. Mafazi, Rahmat Hasan (Taruna Akademi Kepolisian)
Baca : Kenakalan Remaja
Sumber Referensi :
Abdulkarim, A., Sriyanto, Zainul, A., & Maryani, E. (2014). Perilaku Asertif dan Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan Pola Asuh dan Peran Media Massa. Jurnal Psikologi, 41(1), 74– 88.
Heath, C. J., & Berman, J. S. (2008). Evolutionary lifestyle and mental health. Evolutionary Psychology, 6(1), 147470490800600100.
Anjaswarni, T. (2014). Juvenile Delinquency, Kenakalan Remaja: Teori, Hasil Penelitian Dan Aplikasi As.