KALIANDA – Pelaksana kegiatan Pembangunan Pengaman Pantai Kalianda (Breakwater), PT SAC Nusantara nampaknya bakal berurusan dengan aparat penegak hukum. Bahkan perusahaan yang beralamat di jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan itu berpotensi bakal terancam pidana 5 tahun penjara dan denda hingga mencapai Rp100M. Pasalnya, proyek strategis nasional (PSN) senilai Rp65,3 M tersebut dalam proses pembangunannya ditengarai menggunakan material yang berasal dari “Ilegal Minning”.
Adalah Solihin warga Desa Waymuli disebut-sebut sebagai pemilik lahan batu dan juga ‘kontraktor ilegal minning’ bagi warga pemilik lahan yang memiliki kandungan bahan tambang batu di sepanjang pesisir di bawah kaki gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan.
Saat tim kroscek di lapangan di Desa Waymuli, terdapat 5 titik penggalian yang menggunakan sejumlah alat berat dan juga kendaraan pengangkut berupa dumptruk yang antri untuk memuat bebatuan tersebut ke penampung, ke pihak pelaksana kegiatan Pembangunan Pengaman Pantai Kalianda (Breakwater).
“Sehari bisa 8-12 rit, tergantung cuaca. Kalau cerah maksimal 12 rit. Tiap rit Rp80 ribu,” ujar salah satu pengemudi dumptruk asal Kecamatan Katibung itu seraya menambahkan hampir semua pengemudi dumptruk asal Katibung dapat job untuk proyek nasional tersebut, Kamis 26 Mei 2022.
Sementara, Solihin meminta awak media tidak mengekspos kegiatan ‘ilegal minning’ di lokasi tersebut. Menurut dia, lebih baik agar publish pihak tambang di lokasi lain. Karena katanya, produksi batu oleh pihak tambang tersebut berukuran minim.
“Gak usah (Disini). Disana, batu-batunya kecil-kecil. Apa bisa batu seperti itu buat proyek penangkis ombak,” tukas Solihin didampingi staf humasnya.
Diperoleh informasi, jika sebelumnya Solihin telah melakukan deal dengan pihak ‘Calo Penghubung’ untuk mensuplai batu ke perusahaan pelaksana proyek. Baik untuk kegiatan tahap pertama dari 2021 hingga tahap kedua pada 2022 ini.
“Istilahnya ‘Joker’. Jadi, joker ini yang nanti mengurus segala sesuatunya. Baik itu keamanan dan pihak keamanan. Bukan urusan batu saja, kendaraan pengangkut, alat berat hingga kebutuhan BBM,” sebut seorang sumber.
Sebelumnya, terungkap sesuai dengan Pasal 161 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa : Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP,I UPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.00O.00O,00 (seratus miliar rupiah).
Indikasi pelaksana kegiatan tersebut menggunakan bahan tambang ilegal adalah faktor harga batu sebagai bahan utama dalam pelaksanaan kegiatan itu yang jauh dibawah harga pasaran.
Indikasinya terkait cost produksi. Dengan menggunakan bahan tambang ilegal tersebut, maka tentunya harga yang didapat oleh pelaksana kegiatan tentu dibawah harga pasaran harga batu di Lampung Selatan.
Untuk diketahui, lokasi di sepanjang pesisir Kalianda atau tepatnya wilayah dibawah kaki Gunung Rajabasa itu kaya akan potensi hasil tambang berupa Batu Bolder. Namun, akibat kegiatan ilegal minning tersebut, selain berpotensi merusak bentang alam, aktivitas distribusi material tersebut dari lokasi tambang menuju titik pembangunan menimbulkan polusi juga merusak jalan utama. Alhasil, sejumlah warga setempat meradang.
[Bersambung]
(tim)