Vakum, Proyek Peningkatan Pengaman Pantai Banding-Canti Terancam Mangkrak

KALIANDA – Lagi, carut marut kegiatan konstruksi Pembangunan Pengaman Pantai Kalianda terungkap. Setelah sebelumnya mencuat sejumlah perusahaan penyedia jasa kegiatan ditengarai menggunakan material ilegal, kini dikabarkan 1 paket kegiatan konstruksi peningkatan pengaman pantai Kalianda terancam mangkrak.

Betapa tidak, lebih dari sebulan ini PT Mina Fajar Abadi (MFA) selaku pelaksana kegiatan konstruksi Peningkatan Pengaman Pantai Kalianda (Pantai Canti dan Pantai Banding) senilai Rp42.523.200.000,- vakum, nihil aktifitas tanpa progres apapun.

Bahkan sejumlah pekerja konstruksi itu, baik dari pokmas maupun dari pihak MFA mengaku sudah sekian tempo upahnya belum juga dibayar.

Tidak itu saja, PT Hajar Nusantara Abadi (HANA) selaku subkon pihak yang menyuplai batu andesit ke kegiatan konstruksi itu pun mengungkapkan keluhannya atas komitmen kinerja PT MFA.

Direktur PT HANA, Decky Eko Saputra mengatakan tagihan ke PT MFA sudah menumpuk. Bahkan invoice tersebut diungkapkan warga Desa Merakbelantung ini sudah menyentuh angka 9 digit, namun hingga kini belum juga ada tanda-tanda bakal dibayarkan oleh pihak penyedia jasa.

Padahal menurut dia, tagihan itu sifatnya sangat mendesak, yakni untuk membiayai sejumlah kewajiban perusahaannya. Seperti melunasi tagihan biaya operasional dan juga gaji karyawan.

Alhasil, Decky mengaku terpaksa mengambil langkah tegas. Yakni menghentikan pengiriman material ke pihak pelaksana kegiatan. Keputusan ini tak akan dicabut sebelum seluruh kewajiban pihak penyedia jasa kepada perusahaannya klir.

“Macet bang invoice material kami. Sebelum yang ini dibayarkan, kami menolak untuk mengirim material. Bukan apa, hal ini untuk menjaga kemungkinan makin bertumpuknya tagihan yang macet,” ujar Decky seraya tak menampik jika memang banyak pekerja di kegiatan konstruksi tersebut ternyata memang benar belum dibayar untuk sekian waktu, Rabu 25 Oktober 2023.

Kendati demikian, Decky nampak enggan saat dimintai pendapatnya terkait latar belakang macetnya pembayaran PT MFA ke sejumlah stake holder yang eksesnya bahkan bisa berdampak mangkraknya kegiatan PSN tersebut.

“Kalau penyebab pastinya saya juga kurang paham.Tapi kan inti semua masalahnya ini kan memang soal pembayaran. Bisa jadi memang pihak penyedia jasa sedang kesulitan keuangan, bisa jadi juga karena faktor manajemen atau akuntabilitas. Untuk jelasnya silahkan ditanya langsung ke yang bersangkutan saja,” tukasnya.

Disinggung soal keabsahan izin pertambangan batu oleh PT HANA, Decky menyangkal dugaan tersebut. Dijelaskan Decky, jika PT HANA yang digawanginya ini telah mengantungi Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) Operasi Produksi dari Kementerian Investasi atau BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Bahkan Decky mengklaim jika status perusahaannya itu telah menyandang CnC (Clear & Clean).

Ditambahkan dia, jika SIPB tersebut terbit pada 17 Mei 2022 denga nomor : 94/1/SIPB/PMDN/2022 dengan komoditas pertambangan batuan jenis tertentu. Decky juga menjelaskan, keabsahan perizinan miliknya itu pun dapat di cek melalui aplikasi MODI (Minerba One Data Indonesia) milik Kementerian ESDM.

“Keabsahan perizinan milik kami bisa juga di cek di aplikasi MODI. Ini kan aplikasi resmi milik Kementerian ESDM, yang kontennya menyajikan data-data perusahaan minerba di Indonesia secara komprehensif. Yakni Informasi izin entitas usaha minerba yang disajikan secara lengkap. Seperti nomor izin, lokasi, luas, komoditas, kepemilikan, dan tanggal berlaku izin. Selain itu di aplikasi MODI ini juga memuat Daftar Perusahaan Minerba hasil penataan IUP dan IUPK yang memenuhi ketentuan,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu juga Decky menegaskan, jika pihaknya hanya menjadi suplier andesit ke PT MFA saja. Decky juga menyatakan bukan sebagai pihak yang menyuplai material ke PT Lueh Raya Perkasa (LRP).

Sementara, menurut sumber LR yang sangat layak dipercaya mengungkapkan bahwa penyebab terancam mangkraknya kegiatan Pembangunan Peningkatan Pengaman Pantai tersebut adalah minimnya modal dari pihak penyedia jasa. Alias modal Tongpes.

Dengan nilai kegiatan mencapai Rp42 M lebih, pihak penyedia jasa merasa keteteran untuk menyiapkan cadangan sejumlah dana cash demi keberlangsungan sejumlah operasional kegiatan.

“PT Mina ini kan hanya perusahaan pinjaman oleh pihak pelaksana lapangan sebagai pihak penyedia jasa. Selain kemungkinan karena memang hanya memiliki modal yang cukup minim, pihak pelaksana di lapangan ini juga dinilai kurang cermat dalam pengelolaan manajemen. Yang paling sukar adalah pihak-pihak terkait ternyata kesulitan hanya untuk sekadar berkoordinasi dengan pihak peminjam perusahaan ini,” bebernya.

Dia juga mengungkapkan, kontrak kegiatan konstruksi peningkatan pengaman pantai ini ditandatangani bersama oleh pihak penyedia jasa dan pengguna jasa pada awal Maret 2023 lalu, dengan durasi masa kerja selama 300 hari kalender atau berakhir sekitar Januari 2024.

Menurutnya, jika kemungkinan terburuk kegiatan konstruksi ini mangkrak hingga tidak dapat diteruskan lagi, maka pembayaran kepada pihak ke-3 akan dihitung sesuai dengan prestasi kerja di lapangan .

“Kalau kegiatan konstruksi mangkrak, maka pekerjaannya hanya akan dibayar sesuai prestasi dengan perhitungan hasil audit dari pihak pengguna jasa nantinya,” pungkasnya seraya menolak menjelaskan bagaimana dan siapa yang bakal bertanggung jawab atas tanggungan pihak penyedia jasa tersebut ke sejumlah pihak itu nantinya.

Sementara itu, penanggung jawab kegiatan dari PT MFA Bayu saat dihubungi LR belum merespon. Sejumlah pesan WhatsApp yang ditujukan ke nomor kontak, meski dengan tanda terkirim namun belum mendapat tanggapan.

Setali 3 uang nampaknya ditunjukkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan, dari Sungai dan Pantai I Mesuji-Sekampung, Mansyur ST MT, atau familiar disapa pak Uung ini bergeming saat dihubungi LR.

(row)