Hukum  

Diduga Terjadi Penyimpangan Berujung Mangkrak Hingga Berpotensi Rugikan Keuangan Negara, Fokwal Minta Kapolda Lampung Usut Proyek Breakwater Canti-Banding

KALIANDA – Ketua Forum Komunikasi Wartawan Lampung Selatan (Fokwal), Newton akhirnya angkat bicara. Owner dari Bintang Merdeka group ini meminta Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika S.H.S.I.K.M.Si., mengusut tuntas dugaan penyimpangan kegiatan konstruksi Peningkatan Pengaman Pantai Kalianda (Pantai Canti dan Pantai Banding) senilai Rp42.523.200.000,- pada satker Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWS-MS) di Kabupaten Lampung Selatan, yang berujung mangkrak hingga berpotensi merugikan keuangan negara.

Penyimpangan itu menurut Newton, adalah adanya dugaan praktik Postbidding. Dengan modus pinjam-meminjam perusahaan besar untuk memenangkan tender oleh pengusaha berkocek tipis alias bermodal nekad. Selain itu, terus mantan reporter Radar TV ini, dugaan penyimpangan ini diperlanjut lagi dengan dugaan praktik jual-beli pekerjaan konstruksi yang masih berlangsung dengan modus pengalihan kuasa direktur pemenang tender. Dimana diketahui, pemenang tender kegiatan konstruksi Peningkatan Pengaman Pantai Pesisir Kalianda tersebut adalah PT Mina Fajar Abadi (MFA).

“Kuat dugaan adanya penyimpangan dalam proses pelaksanaan kegiatan konstruksi waterbreak pesisir Kalianda ini. Dimana terindikasi PT MFA hanya lah perusahaan pinjaman. Seperti diketahui, 3 tahun berturut-turut pelaksanaan Pembangunan Pantai Kalianda sejak 2020 hingga 2023, PT MFA selalu menang tender dengan kuasa direktur atau pihak pelaksana pekerjaan yang selalu berbeda-beda,” ujar Newton, Jumat 10 November 2023.

Diungkapkan dia, setelah dinyatakan menang tender, PT MFA diketahui memberikan kuasa direktur kepada salah seorang pengusaha bernama Ari Parikenan. Diduga, selain menerima pembayaran dalam progres pelaksanaan pekerjaan termin pertama sebesar 10% dengan nilai Rp2,7 Miliyar, pihak Ari Parikenan juga diyakini mendapatkan uang muka atau down payment (DP) antara 10-30 persen dari nilai kontrak.

“Kemudian masalah mulai timbul saat pihak Ari Parikenan diduga menjual sisa proyek kepada pihak Bayu Gumulya dengan modus pengalihan kuasa direktur. Karena, setelah pengalihan pelaksana pekerjaan berganti tangan hingga tanggungjawab kepada pihak Bayu Gumulya, kegiatan konstruksi itu macet sejak Agustus lalu. Baik progres pembangungan maupun pembayaran ke sejumlah rekanan ataupun juga gaji pekerja pokmas. Yakni diantaranya, masing-masing kepada suplier andesit Rp3 M, suplier buis beton Rp440 juta, sewa alat berat Rp700 juta dan gaji pekerja pokmas kurang lebih Rp150 juta, maka total kewajiban pihak penyedia jasa kepada rekanan kurang lebih sebesar Rp4,290 M,” beber Newton lagi.

Newton mengaku kurang haqul yakin penyebab macetnya pelaksanaan pekerjaan oleh pihak Bayu Gumulya adalah kekurangan modal. Tapi menurut dia, kemungkinan adanya salah perhitungan oleh pihak Bayu Gumulya yang menerima pengalihan pelaksana pekerjaan dari Ari Parikenan dengan kondisi yang ada. Tidak balance-nya progres pekerjaan, sisa nilai proyek yang belum dibayar hingga hutang kepada rekanan dengan sisa pekerjaan yang wajib dilaksanakan.

“Kalau kekurangan modal gak lah, semua pengusaha di Lampung tau siapa dan bagaimana kaliber Bayu Gumulya yang nota bene adalah adik kandung Yoga Swara. Kemungkinannya salah perhitungan awal. Setelah dikalkulasi ulang, dari progres pekerjaan yang ada, sisa nilai proyek hingga tanggungan hutang, maka tidak memungkinkan untuk meraup laba. Sukur-sukur gak nyungsep,” lanjutnya.

Yang menjadi masalah menurut Newton adanya perbuatan melawan hukum, yakni langgar pasal 32 ayat (4) Keppres 80 tahun 2023, bahwa Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab sebagian pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain dengan cara dan alasan apapun, kecuali disub-kontrakkan kepada penyedia barang/jasa spesialis.

“Jika ini hanya dilakukan oleh pihak penyedia jasa, maka paling banter terjadinya wanprestasi atau pelanggaran kontrak. Tapi jual-beli pekerjaan dengan modus pengalihan kuasa direktur ini disinyalir direstui pihak balai besar melalui PPK kegiatan, dengan dibuktikan adanya 2 spesimen pembayaran termin dengan atas nama Ari Parikenan dan Bayu Gumulya. Artinya, pengalihan pelaksana pekerjaan diketahui oleh PPK dibarengi dengan pengalihan pembayaran atas nama rekening tersebut ,” katanya.

Kendati demikian, Newton menyesali sikap ketidak keterbukaan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan, Mansyur ST MT atau familiar disapa pak Uung ini yang sulit dikonfirmasi wartawan hingga berujung blokir kontak WhatsApp.

“Sikap mental pejabat seperti ini yang sangat kami sesalkan. Kalau sulit dihubungi wartawan bahkan seperti menghindar, bagaimana pelaksanaan kegiatan mau berjalan baik, membangun komunikasi saja sulit. Ini kan terindikasi memang ada yang mau ditutupi. Artinya, dugaan penyimpangan yang melibatkan banyak pihak ini makin menguat saja,” pungkas Newton seraya mengatakan sejumlah poin yang ingin dikonfirmasi ke pihak PPK, seperti berapa nilai uang muka, total pembayaran ke penyedia jasa hingga progres pekerjaan di lapangan.

Namun sayangnya, baik PPK kegiatan Mansyur ST MT maupun Bayu Gumulya belum bisa dikonfirmasi. Dihubungi keduanya melalui aplikasi percakapan WhatsApp tak ada yang aktif.

(row)