Hukum  

Terbukti Gunakan Material Ilegal di Proyek Breakwater, Kontraktor Terancam Pidana 5 Tahun

KALIANDA – PT Loeh Raya Perkasa (LRP) selaku pelaksana kegiatan konstruksi Pembangunan Pengaman Pantai Kalianda (Pantai Canti dan Pantai Banding) senilai Rp26,298 Miliyar nampaknya bakal berpotensi bermasalah dengan hukum. Ancamannya pun tak tanggung-tanggung, dari hukuman kurungan penjara hingga denda mencapai ratusan miliaran rupiah.

Bertapa tidak, jika benar terbukti PT LRP memasok bahan material tambang ilegal (Illegal Minning) dalam proyek strategis nasional (PSN) itu, maka kontraktor proyek dapat dipidana kurungan penjara selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 Miliyar.
Hal ini sesuai dengan Pasal 161 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Bahwa, Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliyar,” kata pemerhati pertambangan Roijibulloh Haripandala melalui sambungan percakapan aplikasi WhatsApp, Senin 13 November 2023.

Roijibulloh sependapat, jika aktifitas penambangan PT SAZ itu terindikasi ilegal. Menurut dia, di zaman digital era saat ini layanan online di masing-masing satuan kerja dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun oleh aparat penegak hukum (APH) guna mengecek keabsahan suatu badan usaha.

“Dengan adanya aplikasi seperti itu (MODI-MOMI), sangat membantu. Efisien dan juga efektif tanpa birokrasi yang berbelit-belit. Hampir semua pengguna dapat memanfaatkannya. Ini penting untuk ditindaklanjuti,” imbuhnya.

Menurut dia, sebagai modal awal, APH mestinya dapat bergerak cepat menindaklanjuti temuan ini untuk diproses sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Supaya, terus dia, tidak menjadi isu negatif dalam pelaksanaan PSN yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di kawasan pesisir itu.

“Mestinya segera ada langkah tegas untuk penegakan hukum, jangan nantinya jadi berlarut-larut menghambat proses pembangunan PSN itu sendiri. Ini masalah penegakan hukum dan upaya masalah kerusakan lingkungan akibat aktifitas illegal minning,” timpalnya.

Roijibulloh juga menyindir pihak BBWS-MS, supaya dapat lebih cermat dalam melaksanakan pengawasan kegiatan yang tanpa mengindahkan legalitas pihak vendor maupun penyelamatan potensi kerusakan lingkungan.

“Sebenarnya benteng awal itu ada di satuan kerja pengguna jasa. Jika cermat dan bersikap hati-hati dalam keterlibatan pihak vendor penyuplai material, maka masalah seperti ini dapat diminimalisir. Masa iya, proyek nasional dengan nilai puluhan miliyar menggunakan material ilegal hasil illegal minning,” pungkas Roijibulloh.

Berdasarkan data informasi yang berhasil dihimpun, dalam pelaksanaan pembangunan PSN itu, material batu andesit ke PT LRP disuplay oleh vendor dengan bendera PT Siger Area Zambrud (SAZ) dengan wilayah operasi penambangan di Desa Waymuli Induk Kecamatan Rajabasa. Namun demikian, IUP OP PT SAZ terindikasi sudah tak berlaku lagi alias bodonk. PT SAZ sebelumnya diketahui mengantungi Izin Usaha Pertambangan Operasi (IUP OP) dengan nomor 540/1729/KEP/V.16/2020 berlaku hingga 19 Desember 2024 sesuai dengan SK Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Lampung tertanggal 17 Februari 2020.

Namun begitu, baik PT SAZ maupun IUP OP dengan nomor 540/1729/KEP/V.16/2020 itu
tak terdaftar di aplikasi MODI (Mineral One Data Indonesia) dan aplikasi MOMI (Minerba One Map Indonesia) milik Kementerian ESDM RI.

Sebelumnya diberitakan, tak hanya sampai disitu, masalah aktifitas penambangan PT SAZ ternyata menuai protes warga setempat. Sejumlah warga Desa Waymuli Induk Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan kembali mempertanyakan kepastian komitmen PT Siger Area Zambrud (SAZ) untuk merehabilitasi rumah mereka yang rusak dampak aktifitas penambangan batu andesit di sekitar pemukiman warga tersebut.

Terkait masalah ini, Kapolres Lampung Selatan AKBP Yusriandi Yusrin SIK. M.Med.Kom saat dihubungi menyatakan akan segera menindaklanjuti masalah tersebut sebagai mana aturan hukum yang berlaku. Mantan Kasubdit IV Dirkrimsus Polda Lampung ini mengungkapkan komitmennya menjalankan tupoksi dan profesionalitas Polri dalam bertugas.

“Baik Mas, terimakasih infonya nanti kita cek,” ucap Kapolres, Sabtu sore.

Sementara, baik PPK kegiatan Mansyur ST MT, Humas PT SAZ, Zulfijar maupun dengan Rio Robby dari PT Loeh Raya Perkasa saat dihubungi belum merespon. Sejumlah pesan kepada ketiganya yang dikirim melalui aplikasi percakapan WhatsApp, meski dengan tanda terkirim tak dibalas.

Sebagai bahan perbandingan, ditilik lagi kebelakang, sebagai contoh pada 2022 lalu setidaknya ada 2 perusahaan tambang batuan di Lamsel yang sebelumnya telah mengantungi IUP OP namun tak terdaftar di aplikasi MODI dan MOMI. Belakangan terungkap karena IUP OP 2 perusahaan tersebut telah dicabut pemerintah melalui Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi yang diketuai oleh, Bahlil Lahadia.

Namun 2023 ini, IUP OP kedua perusahaan itu, yakni PT Andesit Lumbung Sejahtera (ALS) di Desa Bandar Dalam Kecamatan Sidomulyo dan PT Optima Nusa Tujuh (ONT) anak perusahaan PTPN di Desa Bulok Kecamatan Kalianda itu telah dipulihkan kembali oleh pemerintah dan terdaftar di aplikasi MODI dan MOMI dengan status CnC. Pemulihan ini dikarenakan kedua perusahaan tersebut telah mengajukan keberatan ke pemerintah dengan melengkapi dan melaksanakan kewajiban yang telah ditentukan.

Dikutip dari website Kementerian ESDM, kriteria pencabutan IUP Mineral dan Batubara (Minerba) itu oleh pemerintah, yakni IUP yang dicabut merupakan izin yang tidak beroperasi, tidak ditindaklanjuti dengan izin usaha, atau tidak menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

(row)