KALIANDA – Lagi, ditemukan pengadaan alat kesehatan (Alkes) import oleh RSUD Bob Bazzar bermasalah karena produk Made In Italy tersebut tak kantungi izin edar dari Kementrian Kesehatan RI, sebagaimana diatur di dalam Permenkes Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Izin Edar dan PKRT.
Adalah Diapath Manual Staining Set, 12 Reservois, 250 ML Capacity, Peralatan Hematologi dan Patologi atau alat buat pewarnaan jaringan manual pada laboratorium medis untuk meningkatkan visibilitas sel atau struktur jaringan. Alkes tersebut diadakan sebanyak 2 unit dengan total Rp42 juta dengan pihak penyedia PT Abadi Makmur Bersama (AMB).
Meski mencantumkan nomor izin edar (NIE) pada tayangan di E-Katalog dengan nomor Kemenkes RI AKL 10201917795, namun setelah dilakukan penelusuran melalui aplikasi Sistem Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT milik Kementerian Kesehatan tidak ditemukan NIE tersebut.
Namun, saat dilakukan pencarian dengan nama merk DIAPATH, maka ditemukan 15 produk alat kesehatan dengan merk DIAPATH dan sebagai distributor adalah PT AMB. Namun dari ke-15 produk alkes tersebut tidak ada satupun kecocokan dengan NIE produk Diapath Manual Staining Set, 12 Reservois, 250 ML Capacity dengan type SDSCM0000.
Sementara, Pemerhati Sosial Arjuna Wiwaha mengatakan, jika distributor alkes tersebut yakni PT AMB bakal terancam pidana sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
“Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku pengedar alat kesehatan tanpa izin edar adalah penjara paling lama 15 tahun dan fenda paling banyak Rp1,5 M. Bahkan pidana denda dengan pemberatan 3 kali lipat untuk korporasi,” ujar Arjuna, Selasa 14 Januari 2024.
Selain itu, terus dia, yang paling dirugikan adalah konsumen dan juga masyarakat. Karena membeli dan memanfaatkan alat kesehatan tanpa izin edar. Hal ini dikarenakan alat kesehatan tersebut belum melalui uji kelayakan. Izin edar alat kesehatan diberikan oleh Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat.
“Namun ancaman pidana tidak hanya bagi penyedia jasa, pihak pengguna jasa pun tak luput dari ancaman perkara hukum. Dimana dalam tata kelola PBJ pada BLUD, meski memiliki privilege fleksibilitas dalam PBJ, namun yang tetap memberlakukan SOP dalam pelaksanaannya. Apalagi PBJ yang tidak sesuai dengan regulasi cenderung berpotensi merugikan keuangan negara,” pungkasnya.
(*)