Ancaman Kekeringan dan Puso, Hantui Petani di Pringsewu dan Gadingrejo

Petani di Pekon Podomoro Kecamatan Pringsewu berusaha membuat sumur bor pada dasar Way Semah demi bisa menyelamatkan tanaman padinya yang masih berumur 50 hari setelah tanam (hst)

PRINGSEWU – Guna menyelamatkan tanaman padi dari ancaman kekeringan dan gagal panen, petani di Pekon Podomoro, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu membuat sumur bor secara manual.

Sumur bor mereka buat, tepat di dasar aliran Way (sungai) Semah yang kondisinya sudah sekitar dua minggu ini kering.

“Ada sekitar 15 titik sumur bor di sepanjang kali Way Semah ini. Titiknya, mulai dari bawah bendung way semah hingga menuju jalur perkantoran Pemkab Pringsewu”, jelas Tusio, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Subur II Pekon Podomoro, Sabtu (10/08) kepada wartawan lampungraya.id., di sela-sela meyedot air.

Menurut Tusio, pembuatan sumur bor manual menjadi langkah akhir. Sebab, tidak ada lagi sumber air yang bisa dimanfaatkan.

“Petani yang bikin sumur bor ini, rata-rata yang sawahnya berdekatan Way Semah. Mereka juga, punya mesin sedot sendiri”, sebut Tusio kepada wartawan lampungraya.id., di sela-sela mengairi tanaman padinya yang baru berumur 50 hari.

Sementara, umur tanaman padi di wilayah Podomoro lanjut Tusio sangat bervariasi. Mulai dari yang berumur 50, dan ada juga yang sudah berumur 65-70 dan mengeluarkan malai padi.

“Tetapi, banyak juga lahan pesawahan disini yang letaknya jauh dari sumber air.
Makanya, saya pesimis, panen di musim gadu ini bisa maksimal. Kalau pun bisa panen mencapai 50 persen, itu sudah termasuk yang paling bagus”, tegas Tusio.

Rata-rata sumur bor yang dibuat para petani pada bantaran Way Semah ini, memiliki kedalaman mulai dari 13 hingga 16 meter.

“Kalau kedalaman sumur bor melebihi 16 meter, justru sumber airnya malah kecil dan tidak deras”, sebut Tusio.

Tanaman padi di Pekon Podomoro yang terancam kekeringan (waspada)

Upaya dan langkah yang sama juga dilakukan petani di wilayah Kecamatan Gadingrejo.

Mereka juga membuat sumur bor pada dasar Way (sungai) Gatel, untuk bisa mengairi sawahnya.

“Banyak juga mas, disini yang buat sumur di kali. Karna sudah gak ada air lagi. Sebagian petani ada juga yang memanfaatkan air sumur”, ungkap Warsito, Ketua P3A Bendung Way Gatel di Pekon Panjirejo.

Tugimin, salah seorang petani asal Pekon Wates yang memiliki 1/4 ha lahan sawah di panjirejo mengaku, sudah empat kali memanfaatkan air dari sumur bor.

“Sayang mas kalau sampai tanaman padinya mati. Apalagi, saya juga sudah ngeluari duit banyak, masa gak panen”, ucap Tugimin yang mengaku sebagai warga wates ini.

Tugimin bisa mengairi sawahnya, itu pun harus mau menunggu giliran.

“Petani disini yang ngandalin air dari sumur bor juga banyak, makanya harus mau gantian dan giliran. Ya, harus gimana lagi”, ujarnya.

Sementara itu, berdasarkan data yang diterima wartawan lampungraya.id., di Kecamatan Sukoharjo, hamparan sawah seluas 1 ha kini sudah puso.

Disamping itu, lahan tanaman padi seluas 215 Ha terancam kekeringan (waspada) dan seluas 94 Ha dinyatakan kekeringan. (Ful)