Daerah  

Berpotensi Rawan Sosial, Komisi III DPRD Lamsel Usul Pabrik Karet Pewa Direlokasi

KALIANDA – Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Lampung Selatan, Supri mengusulkan supaya pabrik karet unit usaha  Pematang Kiwah milik PTPTN 7 di Kecamatan Natar direlokasi ke perkebunan sawit Rejosari, Desa Rejosari Kecamatan Natar. Dimana, lokasi perkebunan tersebut jauh dari aktifitas, pemukiman penduduk dan juga fasilitas umum. Menurut anggota F-Nasdem itu, langkah tersebut merupakan solusi terbaik bagi keberlangsungan usaha milik perusahaan plat merah tersebut.

“Menurut kami itulah solusi yang terbaik (Relokasi ke Rejosari). Karena dengan keberadaan yang sekarang ini, potensi terjadinya kerawanan sosial sangat tinggi. Hal ini dikarenakan lokasi pabrik tersebut dekat dengan pemukiman padat penduduk, disitu juga ada markas Kompi Brimob, dan juga memang terletak di tengah-tengah pasar,” imbuh Supri saat ditemui di ruang komisi III, Rabu 27 Juli 2022.

Dijelaskan Supri, pasca rapat dengar pendapat (RDP) bersama komisi III tempo hari, meski pihak pabrik karet itu telah berjanji dalam pengolahannya akan diberikan sesuatu zat yang dampaknya mengurangi aroma karet yang menyengat. Namun demikian, Supri berpendapat upaya tersebut bukanlah solusi untuk jangka panjang. Selain itu upaya tersebut akan menambah biaya produksi.

“Kami mengusulkan solusi yang kongkrit, realistis dan sifatnya tidak sesaat. Solusi yang nyata dan berkelanjutan. Apalagi informasinya, pabrik karet tersebut secara finansial di dalam laporan setiap tahunnya selalu merugi karena sejumlah faktor. Nah apalagi ini, bakal ditambah lagi cost produksi untuk mengurangi dampak bau yang timbul. Pasti itu memakan biaya tambahan,” tukas Supri.

Lebih lanjut, Supri memastikan pabrik karet tersebut telah mengantungi izin operasional resmi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) kabupaten Lampung Selatan dan berlaku hingga 2023 mendatang.

Dikatakan anggota DPRD dari  F- NasDem asal daerah pemilihan Natar ini, sejak 2014 silam pabrik karet tersebut telah 3 kali memperpanjang izin operasional berdurasi 3 tahun tersebut, yakni 2014-2017, 2017-2020 dan 2020-2023 dengan dalih persiapan untuk relokasi.

“Saya pastikan masih mengantungi izin resmi dari dinas perizinan setempat hingga 2023 mendatang,” ujar Supri

Lebih jauh disinggung mengenai adanya larangan di dalam Undang-undang untuk perpanjangan izin operasional unit usaha Pematang Kiwah yang bertentangan dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Supri mengamini hal tersebut.

Kendati demikian, Supri mengungkapkan jika berkaca dengan peraturan sebelum terbitnya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yakni terkait perizinan melalui UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Namun, lanjut Supri, UU nomor 11 atau kerap juga disebut UU Omnibus Law menyederhanakan prosedur dengan konsep Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Fungsinya sebagai pengawas atau pengawal dalam perencanaan tata ruang, terutama di daerah.

“Kalau di UU 26 itu Di pasal 37 ayat (7) secara jelas  menyebutkan, bahwa Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Kemudian di pasal 73 di UU tersebut dengan tegas memuat ancaman sanksi pidana, yakni pasal 73 ayat  (1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),” ucap Supri.

(row)