Daerah  

Biaya Pilkades Serentak Lamsel 2021 Berpotensi Menjadi Persoalan Hukum

KALIANDA –  Gelaran pemilihan 84 kepala desa (Pilkades) serentak tahun 2021 di Kabupaten Lampung Selatan pada 5 Agustus (Gelombang I) mendatang berpotensi menimbulkan konflik hingga perselisihan antar calon. Bahkan, penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) pilkades oleh panitia pelaksana ditengarai bakal menjadi persoalan hukum, baik atas dugaan korupsi ataupun pungutan liar (Pungli) terhadap bakal calon kepala desa (Baca kades) peserta kontestasi.

Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) sebagai garda terdepan untuk suksesnya dalam pelaksanaan pilkades serentak ini, belakangan dikritisi sejumlah kalangan dalam rangka persiapan pilkades tahap I tahun 2021 ini terkesan hanya menjalankan agenda saja.

“Dengan segala keterbatasan yang ada, pemkab dalam hal ini DPMD harusnya dalam persiapannya dari sejak awal sudah mendeteksi persoalan-persoalan dalam setiap tahapan pilkades dengan menggelar semacam bimtek kilat dan juga menerbitkan surat edaran, yang isinya menegaskan larangan ataupun  batasan-batasan dalam prosesi mendukung suksesnya pilkades. Terutama persoalan biaya, sehingga baik adanya keterbatasan maupun potensi perselisihan antar calon tersebut dapat diminimalisir,” ujar Arjuna Wiwaha, pemerhati sosial, Sabtu 3 Juli 2021.

Terpisah, anggota Komisi I DPRD Lamsel, Dwi Riyanto saat dihubungi menegaskan komponen utama dalam menentukan besaran biaya pilkades adalah DPT (Daftar Pemilih Tetap). Dikatakan oleh politisi Gerindra itu, penyusunan anggaran untuk perbandingan setiap masing-masing desa harusnya bisa dilakukan secara proporsional.

“Jadi saya yakin anggaran antar desa masih proporsional nilainya, karena hitungannya berdasarkan sesuai kebutuhan, seperti untuk komponen utama yakni dari jumlah TPS,  jumlah pemilih, dan jumlah panitia,” ujar mantan Komisioner KPU ini, Sabtu 3 Juli 2021.

Menurut Dwi, gelaran pilkades ini dasar hukumnya adalah Permendagri Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa dan Peraturan Bupati nomor 19 tahun 2021 tentang Tata Cara Pilkades.

“Dinas PMD yang tahu detailnya. Penganggaran juga menjadi ranah Dinas PMD untuk dana yang bersumber dari APBD dan dalam bimbingan Dinas PMD juga dalam hal penganggaran yang bersumber dari APBDes. Pada prinsipnya Pilkades dibiayai oleh APBD dan APBDes maksimal 8% dari dana desa untuk protokol kesehatan,” imbuhnya seraya mengatakan kalau Komisi I pada prinsipnya meminta Dinas PMD dalam penganggaran Pilkades memadai nilainya.

Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh konfirmasi terkait acuan sebagai payung hukum panitia pilkades ditingkat desa dalam penyusunan rancangan anggaran biaya (RAB), baik komponen apa saja yang wajib dianggarkan maupun standar harga komponen-komponen tersebut.

“Oh sory bro gw lg nyetir nanti ya,” sebut Plt Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas PMD, Dicky Yuricky dalam pesan WhatsApp.

Sementara, Kepala Dinas PMD Rohadian saat dihubungi mengatakan bahwa anggraan pilkades inikan ada 2 sumber pendanaan, yakni APBD dan APBdes. Dikatakannya, untuk APBD peruntukannya seperti surat suara,  kotak suara, biaya pengamnaan, biaya pelantikan. Sedangkan untuk APBDes, diantaranya pembuatan TPS, Konsumsi panitia dan protokol kesehatan.

“Jadi mungkin gak lengkap ini tapi seoerti itulah gambaran umumnya. Maaf saya dalam perjalanan pulang ke Gayam. Yang pasti, kita sudah koordinasikan dengan camat supaya tidak ada biaya biaya yang diluar tanggungan APBD dan APBDes,” ujarnya.

Seperti diketahui, secara umum besaran RAB oleh panitia pilkades masing-masing desa berbeda satu dengan lainnya, meski jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sejumlah desa tersebut tidak jauh berbeda.

Bahkan, panitia pilkades Tanjungbaru Kecamatan Merbau Mataram sempat mengajukan RAB pilkades dengan angka fantastis  hingga mencapai Rp503 juta. Jika mengacu DPT di Desa Tanjungbaru untuk Pilbup 2020 maka ada sebanyak 5227 mata pilih di desa tersebut.

(row)