BUMDes Kotadalam, Dari Investasi Bodong Hingga Dugaan Jadi Bancakan Oknum

KALIANDA – Terkait polemik dana bantuan BUMDes Kotadalam sebesar Rp200 juta dari PT JJAA yang diduga digelapkan Kades Asli Jauhari, Ketua BUMDes setempat Hadi Jatiwan akhirnya buka-bukaan. Kepada BP, Hadi mengungkap kronologis dari awal pencairan dana BUMDes hingga dibawa lari oleh oknum pegawai PT JJAA.

“Di dokumen yang kami pegang, ada perjanjian dengan pak Hendra dari JJAA itu tertanggal 4 Desember 2017. Perjanjian bagi hasil usaha pakan ternak sapi, dengan bagi keuntungan sebesar 5% untuk per 30 hari dari modal yang ditanamkan sebesar 50 juta,” terang Hadi di kediamannya, Selasa (21/5).

Dikatakan Hadi, pengelolaan BUMDes dengan investasi ke Hendra Yudi merupakan inisiatif Kepala Desa Kotadalam, Asli Jauhari. “Saat itu pak kades meminta kami memasukan modal melalui pak Hendra. Karena kata pak kades, beliau secara pribadi juga telah invest disana. Kemudian, atas keputusan rapat akhirnya investasi BUMDes ke Hendra kami lakukan,” imbuhnya.

Menurut Hadi, selama 5 bulan awal investasi itu berjalan lancar. Setiap bulannya kades setempat selalu jadi perantara untuk mengantar bagi hasil yang telah disepakati.

“Ketika memasuki bulan ke enam, pak Asli menyuruh kami menambah modal sebesar Rp.15juta, jadi total dana BUMDes yang masuk sebesar Rp65 juta. Tapi, sejak penambahan modal itu lah bagi hasil jadi macet yang berujung menghilangnya pak Hendra Yudi,” ungkap Hadi.

Kemudian, terus Hadi, setelah beberapa kali saya diajak pak kades ikut menagih dengan pihak PT JJAA dan selalu gagal, kami pun merasa cemas dengan amanah uang BUMDes itu. “Pihak PT JJAA selalu menolak, karena menurut pihak manajemen, bisnis yang dijalankan Hendra Yudi adalah murni bisnis pribadi tanpa ada kaitan dengan pihak perusahaan,” katanya.

Namun demikian, kabar baik itu akhirnya datang juga. Setelah beberapa kali negoisasi, alhasil PT JJAA memutuskan membantu dana BUMDes sebesar Rp.200juta.”Pemberian itu jelas-jelas diperuntukkan bagi lembaga BUMDes, dengan 4 poin klausul kesepakatan yang tertuang dalam berita acara tertanggal 12 Maret 2019,” ujar Hadi.

Kendati begitu, Hadi mengaku sangat terkejut ketika keesokan harinya bendahara BUMDes lapor ke dirinya, jika banyak pihak yang menginginkan dana itu. “Ya terutama pak kades, dikatakan kades kalau dana itu hanya formal saja diberikan ke BUMDes, tapi sebenarnya adalah ganti rugi investasi pribadi beberapa pihak ,” tukasnya.

Hadi mengatakan, meski dia tetap bersikeras menolak memberikan dana sebesar Rp.135 juta, dan hanya Rp.65 juta bagi BUMDes, desakan untuk itu tidak kian surut. “Akhirnya dana sebesar Rp.135 juta itu kami serahkan ke kepala desa. Bahkan oleh kepala desa, kami diberikan uang Rp.5 juta ke pengurus BUMDes. Setelah kami rapatkan dengan pengurus, kami putuskan uang pemberian itu kami kembalikan ke BUMDes,” ujarnya seraya mengaku takut ikut menggunakan dana pemberian tersebut.

Karena merasa penasaran, kata Hadi, dia mencoba menghadap pihak PT JJAA untuk klarifikasi terlait peruntukan dana bantuan tersebut. “Saya ditemui oleh humas JJAA, oleh pak Tama. Saat itu pak Tama menegaskan bahwa dana itu benar untuk lembaga BUMDes, bukan untuk bagi-bagi atau bancakan para oknum. Bahkan pak Tama melarang saya untuk memberikan uang tersebut,” pungkas Hadi.

Sementara, Humas PT JJA saat dihubungi melalui sambungan telelpon seluler untuk dimintai konfirmasinya menolak menjawab. Setelah beberapa kali dihubungi, Tama mengaku sedang di jalan tol, kemudian sedang rapat. “Nanti saja ya, nanti saya hubungi,” katanya seraya menutup sambungan telepon.
(row)