Hukum  

Ditengarai Lakukan Ilegal Minning, Oknum Kades Canggung Terancam Pidana Penjara 5 Tahun

KALIANDA – Kepala Desa Canggung Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Tarmizi nampaknya bakal terancam pidana penjara 5 tahun hingga denda Rp100 Miliar. Hal ini menyusul terungkapnya kegiatan penambangan tanah timbun (Uruk) ilegal di desa setempat tanpa mengantungi izin yang sah (Ilegal Minning).

Dimana sesuai dengan Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Pasal 35 dengan ancaman 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

Kepala Desa Canggung, Tarmizi saat dikonfirmasi melalui aplikasi perpesanan WhatsApp tak menampik kegiatan pengerukan tanah timbun untuk proyek pengaman pantai tersebut tidak memiliki izin resmi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Ya.. insyaallah kita sikapi keluhan2 warga..,” sebut Tarmizi singkat, Jumat 29 Juli 2022.

Perlu dipahami, pertambangan tanpa izin (Ilegal Minning) adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.

Sejatinya, kegiatan pertambangan dan lingkungan hidup adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan pertambangan sangat rentan merusak lingkungan hidup. Dalam rangka pelaksanaan konsep pertambang­an yang berwawasan lingkungan, setiap usaha pertambangan diwajibkan melakukan upaya memi­nimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dam­pak positifnya.

Dampak dari praktik ilegal ini sangat luas. Selain merusak lingkungan, negara juga kehilangan pendapatan dari pajak dan royalti tambang hingga pajak bagi pemerintah daerah.

Di sisi lingkungan, sudah barang tentu penambangan tanpa izin ini sangat merusak. Dalam pelaksanaannya para penambang ilegal ini tidak mengindahkan praktik penambangan yang baik.

Risiko lain dari pertambangan tanpa izin adalah terancamnya keselamatan dan kesehatan jiwa para penambangnya. Ini karena biasanya penambang ilegal tidak memperhatikan standar sistem keselamatan yang baik seperti penggunaan alat pelindung diri. Selain itu, akan muncul kerawanan sosial berupa konflik horizontal dan kekerasan.

Dari sisi regulasi, pertambangan tanpa izin melanggar Undang-Undang Nomor 3/2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada Pasal 158 undang-undang tersebut disebutkan, orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk setiap orang yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, itu akan dipidana dengan pidana penjara yang diatur dalam Pasal 160 undang-undang tersebut.

Pada Pasal 161 juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.

Mestinya, perhatian khusus pemerintah, terlebih aparat penegak hukum terhadap praktik penambangan ilegal ini tidak lain karena banyaknya dampak negatif dari pengoperasian pertambangan tanpa izin, di antaranya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Dampak sosial kegiatan pertambangan ilegal, antara lain, menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW). Dapat pula memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan tambang.

Dalam keterangan di situs resmi Kementerian ESDM, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi menyebutkan, pertambangan ilegal berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat.

Dengan berbagai dampak tersebut, sudah seharusnya pertambangan ilegal diberantas habis hingga akar-akarnya. Harus ada upaya untuk memutus mata rantai produk pertambangan ilegal agar keberlangsungannya bisa dihentikan. Pasalnya, selama mata rantainya tetap terhubung, dari produksi hingga pasarnya, pertambangan tanpa izin akan selalu eksis.

Sampai berita ini diturunkan, Kapolres Lampung Selatan AKBP Edwin SH S.ik M.Si belum dapat dihubungi terkait dugaan ilegal minning di wilayah hukumnya.

(row)