Hukum  

Gunakan Material Ilegal Minning, Pelaksana Kegiatan Breakwater Kalianda Terancam Pidana (Jilid I)

KALIANDA – Pelaksana kegiatan Pembangunan Pengaman Pantai Kalianda (Breakwater), PT SAC Nusantara nampaknya bakal berurusan dengan aparat penegak hukum. Bahkan perusahaan yang beralamat di jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan itu berpotensi bakal terancam pidana 5 tahun penjara dan denda hingga mencapai Rp100M. Pasalnya,  proyek strategis nasional (PSN) senilai Rp65,3 M tersebut dalam proses pembangunannya ditengarai menggunakan material yang berasal dari “Ilegal Minning”.

“Sesuai dengan Pasal 161 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa : Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.00O.00O,00 (seratus miliar rupiah),” ujar pemerhati sosial, Arjuna Wiwaha, Selasa 24 Mei 2022.

Menurut Arjuna, indikasi pelaksana kegiatan tersebut menggunakan bahan tambang ilegal adalah faktor harga batu sebagai bahan utama dalam pelaksanaan kegiatan itu yang jauh dibawah harga pasaran.

“Indikasinya terkait cost produksi. Dengan menggunakan bahan tambang ilegal tersebut, maka tentunya harga yang didapat oleh pelaksana kegiatan tentu dibawah harga pasaran harga batu di Lampung Selatan,” imbuh Arjuna seraya menambahkan jarak tempuh sebagai salah satu faktor pilihan terhadap hasil ilegal mining tersebut.

Untuk diketahui, lokasi di sepanjang pesisir Kalianda atau tepatnya wilayah dibawah kaki Gunung Rajabasa itu kaya akan potensi hasil tambang berupa Batu Bolder.  Namun, akibat kegiatan ilegal minning tersebut, selain berpotensi merusak bentang alam, aktivitas distribusi material tersebut dari lokasi tambang menuju titik pembangunan menimbulkan polusi juga merusak jalan utama. Alhasil, sejumlah warga setempat meradang.

[Bersambung]

(tim)