Hukum  

Jika Terbukti, Kades Pardasuka Terancam Hukuman 6 Tahun Penjara (Jilid II)

KALIANDA – Pemerhati Sosial Arjuna Wiwaha  berpendapat kaitannya dengan ulah oknum Kades Pardasuka Kecamatan Katibung, Abdulah Saputra yang diduga lakukan rekayasa transaksi perbankan dalam kegiatan bansos program sembako adalah merupakan tindak pidana murni.

“Saya lihat ini merupakan tindak pidana murni, meskipun itu didalam rangkaian kegiatan program sembako ya. Bahkan ancaman pelaku pidananya mencapai 6 tahun penjara. Jangan anggap sepele masalah seperti ini. Apalagi notabene dugaan pelaku adalah seorang pamong desa dengan jabatan kades, dimana sebagai pamong dituntut sebagai suri tauladan bagi warganya,” ungkap Arjuna, Kamis 3 Februari 2022.

Sesuai dengan Pasal 263 KUHP :

(1) “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.”

Menurut dia, dilihat dari runtut cerita KPM ibu Yuli (56) yang juga dipercaya sebagai ketua e-warong itu, bahwa meski mesin EDC (Elektronik Data Capture) adalah peruntukannya bagi e-warong, namun rekening yang digunakan adalah rekening pribadi atas namanya.

“Mestinya, jika memang diperlukan alih fungsi ataupun alih nama, maka dapat dilakukan dengan cara yang baik. Sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi ibu Yuli itu adalah warganya sendiri,” imbuhnya.

Selain itu, terus dia, yang perlu dicermati oleh pihak pendamping dan bank penyalur adalah e-warong sebagai pihak penyalur ke KPM itu dialihkan oleh kades untuk dikelola oleh desa sendiri dengan kamuflase Warung Desa (Wardes). Padahal, baik di Pedum maupun Permensos ada larangan BUMDes beserta anak usahanya menjadi e-warong.

“Padahal, Wardes yang dimaksud di dalam Pedum maupun Permensos itu adalah aplikasi Perbankan berbasis android. Atau bidang bisnis layaknya BRILINK atau Agen Laku Pandai. Karena di seluruh regulasi yang berkaitan dengan pemerintahan desa, tidak diketahui ataupun dikenal badan usaha warung desa ataupun wardes. Ini sepertinya gagal paham,” tukasnya.

Kita juga, sambung Arjuna, harusnya lebih cermat dalam menyimak masalah pelaksanaan program sembako di Desa Pardasuka itu. Karena terendus adanya aroma-aroma konflik persaingan usaha antara oknum kades dan ketua e-warong.

“Pemangku kewenangan dapat saja melakukan intervensi dalam rangka perlindungan kepada KPM. Karena sejatinya fungsi dari aparatur pemerintahan adalah mengedepankan kepentingan masyarakat banyak,” pungkasnya.

Sementara, Kepala Desa Pardasuka, Abdulah Saputra saat dikonfirmasi melalui aplikasi perpesanan WhatsApp belum menjawab. Sejumlah pertanyaan yang diajukan, meski dengan tanda terkirim namun tidak direspon.

(row)