Melihat Penangkaran Madu Trigona di Gunung Gijul Lampung Utara, Memacu Adrenalin, Refreshing, Penelitian dan Konservasi Alam

KOTABUMI – Menekuni bisnis madu Kelulut di Desa Gunung Gijul Kecamatan Abung Tengah, Kabupaten Lampung Utara memang menggiurkan. Omzetnya bisa mencapai puluhan juta rupiah pertahun. Cara penangkarannya pun cukup sederhana dan mudah. Varian rasanya pun cukup banyak dan unik. Lebih elok lagi jika pemerintah Kabupaten Lampung Utara dan Pemerintah Provinsi Lampung mau lebih mendukung dan mengembangkan usaha masyarakat ini.

 

Siang itu, Kamis (16/01/2020) suasananya seperti mau turun hujan. Langit terlihat sangat mendung. Jalan terjal dan berkelok memacu adrenalin. Saat menuju Desa Gunung Gijul Kecamatan Abung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

Desa Gunung Gijul berada di wilayah perbukitan. Sinyal handphone pun kadang sulit didapat. Sekeliling terlihat pepohonan yang lebat. Terlihat sunyi saat konvoi kendaraan tiba disana.

Ada dua jalur jalan untuk menuju desa tersebut. Dua-duanya cukup ekstrem. Nampak dari kejauhan ada kerumunan sekelompok warga. Mereka berdiri seperti menunggu kedatangan rombongan tamu. Selain itu, ada pula yang sudah menunggu dan duduk di halaman rumah yang berarsitektur rumah panggung. Dibawah rumah sudah tersusun rapih kursi dan meja untuk menerima tamu.

 

Kebetulan hari itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Lampung Utara Syahrizal Adhar dan sejumlah stafnya sengaja berkunjung kesana. Kadis PUPR tidak sendiri, rombongan Camat Abung Tengah Mulyadi pemimpin wilayah setempat juga mendampingi perjalanan tersebut. Setelah sebelumnya singgah di Desa Kinciran di Kecamatan yang sama.

“Assalamualaikum,” kata Kadis PUPR Syahrizal Adhar membuka percakapan.

Rombongan pun dipersilahkan masuk dan duduk. Di depan rombongan ada seorang pria yang sepertinya di tua kan. Pria itu masih sangat muda. Dia adalah Kepala Desa Gunung Gijul Feri Febriansyah. Dia sudah 4 tahun memimpin Desa Gunung Gijul.

 

Banyak perbincangan yang mereka bahas. Diantaranya soal insfratruktur jalan dan jembatan. Kadis PUPR Syahrizal Adhar pun langsung meminta stafnya untuk menghitung dan menganggarkan jalan dan jembatan di Desa setempat.

Suasana kian mencair. Kopi hangat pun disuguhkan. Tak lupa puluhan buah Durian yang sudah matang turut disajikan. Rombongan asik menyeruput kopi hangat sambil menikmati manisnya buah Durian.

“Disini lagi musim buah durian. Kebetulan bulan Januari ini adalah jadwal festival Durian yang kami pertahankan sejak beberapa tahun terakhir,” ujar Feri Febriansyah.

Disini tumbuh beberapa jenis Durian. Ada Durian lokal dan Durian jenis lainnya. Warna buah dalamnya pun berwarna. Ada berwarna mentega dan juga susu. Selain sebagai penghasil buah Durian kata Feri, Desa Gunung Gijul juga sebagai salah satu pusat penangkaran Madu Kelulut. Ada sekitar 500 sangkar madu Kelulut yang di sebar diantara perkebunan kopi dan rumah penduduk.

Madu Kelulut ini memang cukup unik. Jenis hewan ini ada beberapa macam. Tubuhnya kecil tidak sama dengan lebah yang juga penghasil madu. Rasa madunya pun memiliki banyak varian rasa.

 

“Penangkarannya ada ratusan. Disini hidup Kelulut yang jenisnya berbeda. Ada jenis Itama, Torasika dan Trigona,” jelasnya.

Rasa madu yang dihasilkan tidak sama. Ada yang asam manis, manis sekali, serta manis berasa dan beraroma bunga kopi. Harum dan menyegarkan.

“Bapak bisa cicip ini. Sekali coba pasti pengen lagi,” kata Feri saat menawarkan minum madu langsung dari sarang madu Kelulut.
Memang apa yang dikatakan Kepala Desa ini ada benarnya. “Sungguh sensasi rasanya mantap,” celetuk salah seorang rombongan.

Feri menceritakan tahun 2016 lalu, penangkaran madu Kelulut yang dikelolanya pernah memperoleh penghasilan sebesar Rp 70 juta. Dan tahun 2019 kemarin, hanya menghasilkan uang hasil penjualan madu Kelulut sebesar Rp 40 juta. Untuk memperoleh satu botol madu Kelulut dibutuhkan tiga sangkar saja. Madunya dikumpulkan dan diperas. Lalu disaring ditiriskan kedalam botol bekas sirup. Satu botol bisa dihargai Rp 300-Rp500 ribu per botol. Ada juga yang dihargai Rp 100 ribu per botol, tapi kualitasnya tentu jauh berbeda.

 

Cara penangkarannya tidak begitu sulit. Memang ada jenis batang pohon yang sudah terpotong dijadikan sebagai tempat hewan Kelulut menetap. Diatasnya dibuatkan kotak kecil persegi panjang dan empat terbuat dari kayu papan atau triplek. Kotak-kotak itu disebarkan di tengah perkebunan kopi. Juga dirumah-rumah penduduk. Ada dengan cara digantung atau diletakkan diatas potongan kayu. Kemudian Kotak-kotak itu ditutup rapat dengan plastik. Di sekitar kotak dibuatkan lubang agar Kelulut bisa hinggap dan membuat sarang didalamnya. Didalam kotak itulah Kelulut memproduksi madu hasil dari menghisap sari bermacam bunga yang tumbuh di Desa Gunung Gijul.

“Saya sempat berpikir. Kalau penangkaran madu Kelulut ini berkembang maju. Saya akan memilih mundur dari jabatan kepala desa. Jadi kepala desa pusing, selalu ada pemeriksaan,” guyon Feri.

Selain itu, Feri juga bercerita, sudah berupaya mempromosikan sejumlah potensi desa Gunung Gijul ke luar daerah bahkan dunia luar.
Selain wisata alam dan buah. Gunung Gijul juga memiliki potensi Eco Wisata. Yang bisa dijadikan tempat refreshing, penelitian, sekaligus konservasi alam. Disini juga masih banyak habibat hewan langka. Seperti burung kicau, Kancil, Tringgiling dan Siamang. “Alhamdulillah warga desa juga sudah tinggi kesadarannya untuk menjaga dan melestarikan alam,” jelasnya.

 

Alangkah senangnya kata Feri, jika potensi Desa Gunung Gijul Kecamatan Abung Tengah ini bisa didukung maksimal oleh pemerintah baik pemerintah kabupaten setempat maupun pemerintah provinsi. Potensi alamnya tergali, masyarakat juga memperoleh manfaat ekonomis sebagai penghasilan tambahan.