Daerah  

Merangkap Suplier, 2 Desa di Lamsel Terindikasi “Gelapkan” Bansos Program Sembako

KALIANDA -Sejumlah Desa di Kabupaten Lampung Selatan dilaporkan “Menggelapkan” bansos program sembako sebanyak 1 bulan salur. Dimana untuk tahun 2021 Kementerian Sosial memberikan bonus 2 bulan salur bagi KPM Program Kartu Sembako. Sehingga untuk tahun 2021 itu KPM mendapatkan sebesar 14 bulan pembayaran.

Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial setempat, Yudius Irza saat dihubungi membenarkan masalah tersebut. Menurut dia, dari hasil monitoring dan evaluasi (Monev) selama 2 hari di Kecamatan Natar dan Palas, tim monev mendapatkan temuan adanya desa yang ‘belum’ menyalurkan bansos sembako sebanyak 1 bulan salur.

“Tim monev temukan adanya indikasi tidak atau belum disalurkannya bansos oleh suplier di 2 desa tersebut,” ungkap Yudius, Jumat 28 Januari 2022.

Menurut dia, temuan tersebut sudah menjadi catatan tim untuk dijadikan sebagai salah satu materi evaluasi program sembako tahun 2022. Kendati demikian, Yudius menolak komentar hal tersebut dikaitkan dengan dugaan tindak pidana penggelapan maupun kasus korupsi.

“Bukan kapasitas saya untuk masalah itu Bang. Yang pasti sesuai SOP, temuan ini akan kami laporkan secara tertulis kepada pimpinan,” imbuhnya seraya mengatakan monev ini akan terus dilaksanakan secara kontinyu di setiap kecamatan.

Sementara, pemerhati sosial Arjuna Wiwaha berpendapat, temuan monev di 2 kecamatan tersebut layaknya fenomena gunung es. Dimana yang nampak di permukaan hanya puncak atau ujung kecil dari masalah, namun faktanya hampir seluruh program sembako yang dikelola oleh desa secara langsung, memang terindikasi melakukan penyimpangan.

“Mestinya tim monev dalam melaksanakan tugasnya diawali dahulu dengan pemetaan, mana-mana desa di masing-masing kecamatan yang merangkap sebagai suplier. Kemudian, monev ke lapangan tersebut diprioritaskan ke desa yang dimaksud. Sehingga, kinerja tim dapat lebih efektif dan efisien,” tukas warga Kecamatan Sidomulyo ini.

Dikatakannya, baik di dalam pedoman umum  (Pedum) program BPNT maupun regulasi terbaru yakni peraturan menteri sosial nomor 5 tahun 2021, memang ‘mengharamkan’ ASN, desa, aparatur desa, pendamping, bank penyalur untuk menjadi pemasok atau menjadi suplier sembako ke e-warong. Dan juga ada larangan untuk mengarahkan e-warong agar mengambil asupan sembako ke pemasok tertentu.

“Karena, jika ASN, kades, pendamping dan bank penyalur menjadi pemasok atau menjadi suplier sembako untuk e-warong, maka dalam perjalanannya akan terjadi konflik kepentingan hingga juga rawan penyimpangan. Dimana perannya sebagai salah satu pilar pelaksana ataupun pihak pengawas program, fungsinya akan tertutup dengan kepentingannya sebagai pengusaha. Alhasil di lapangan bakal banyak terjadi penyimpangan, karena rendahnya pengawasan akibat bergesernya fungsinya komponen penyelenggara program tersebut. Sedangkan KPM dan e-warong merupakan pihak awam yang mudah untuk diintimidasi dan direkayasa,” beber dia.

Menurut Arjuna, sudah seharusnya tikor kabupaten Lampung Selatan untuk dapat menertibkan masalah tersebut dalam rangka perbaikan tata kelola penyaluran program sembako dengan berpegangan dengan prinsip 6T.

“Harus berani siapapun oknum dibalik itu. Kembali tikor menegaskan adanya pelarangan bagi pihak-pihak tersebut untuk berbisnis bansos pangan. Kemudian, mari bersama-sama untuk melakukan pengawasan demi kepentingan kemaslahatan masyarakat,” pungkasnya.

Sementara, Kasat Intelkam Polres Lamsel Iptu Joko Purnomo mendampingi Kapolres AKBP Edwin S.IK SH.MH mengaku pihaknya sudah memonitor masalah tersebut. Bahkan, Joko mengungkapkan telah mengerahkan sejumlah personel untuk pulbaket.

“Masih kita pantau, beberapa personel juga sudah kita minta fokus kesana dalam rangka deteksi dini kamtibmas,” ungkapnya.

Sementara menurut sebuah sumber, 2 desa yang kedapatan oleh tim monev menjadi suplier hingga dugaan penggelapan satu bulan salur tersebut adalah desa Haduyang Kecamatan Natar dan Desa Sukamulya Kecamatan Palas.

“2 desa itu yang memang menjadi temua awal tim. Bahkan infonya, hampir 50% desa atau kepala desa merangkap menjadi suplier atau broker e-warong,” ujarnya seraya mewanti-wanti agar identitasnya jangan sampai terekspos.

(row)