Mindset yang Salah, Pemicu Pelecehan dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

S.RM Katarina, FSGM., Ketua Jaringan Masyarakat Menentang Perdagangan Orang (JMMPO) Lampung

PRINGSEWU – Adanya mindset kebanyakan orang yang menempatkan laki-laki superior dibandingkan perempuan, serta belum diakuinya anak dan perempuan sebagai manusia yang utuh, menjadi salah satu pemantik, anak-anak dan perempuan menjadi korban tindak kekerasan dan juga pelecehan seksual.

Demikian diutarakan S.RM. Katarina, FSGM., Ketua Jaringan Masyarakat Menentang Perdagangan Orang (JMMPO) Lampung.

“Perempuan dan anak saat ini masih dipandang sebagai makhluk yang inferior dan laki-laki berkuasa atas diri perempuan. Ini kenapa, perlakuan terhadap kaum perempuan dan anak pun selalu diskriminatif”, jelas Suster Katarina, dimintai pendapat dan pandangannya soal pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, Minggu (15/09).

Guna bisa mengikis mindset yang sudah terlanjur tertanam pada diri manusia, akan posisi perempuan sebagai kaum yang lemah lanjut Suster Katarina, harus terus dikembangkan internalisasi nilai-nilai kesetaraan dan penghargaan terhadap martabat manusia.

“Dipelajari dan disosialisasikan terus menerus lewat berbagai media. Dimana, tokoh agama, tokoh masyarakat dan juga dunia pendidikan, memiliki tanggungjawab moril guna bersama-sama menyosialisasikan nilai-nilai kesetaraan tersebut”, tegas Suster Katarina.

Upaya membangun gerakan bersama dalam rangka menyosialisasikan nilai-nilai kesetaraan itu sebut Suster Katarina, jangan juga kalah dengan promosi dalam dunia bisnis dan politik yang penuh dengan pencitraan.

“Idealnya memang harus ada kerjasama antara pemerintah, lembaga-lembaga sosial kemanusiaan dan masyarakat. Hubungan kerjasama ini harus bisa di bangun, mengingat persoalan tadi merupakan tanggungjawab bersama”, paparnya.

Disadari atau tidak sambung Suster Katarina, penggunaan Medsos yang tidak dewasa, sudah mendorong perilaku amoral seseorang, baik dia terdidik atau sebaliknya.

“Kenapa, sebab dorongan seks manusia bekerja secara alami. Lalu, siapa yang harus mengendalikan seks seseorang, pastinya orang itu sendiri dengan asumsi, dia telah memiliki pemahaman seksualitas yang benar”, terangnya.

Seks dalam pandangan perempuan penggiat anti kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, bukan merupakan sebuah kebutuhan pokok seperti makan dan juga minum.

“Maka, tidak harus disalurkan saat dorongan seks itu datang, oleh karena gambar, film atau bacaan fulgar termasuk melihat anak perempuan dan perempuan dewasa”, tandasnya. (Ful)