Hukum  

Penggeledahan KPK Dilakukan Setelah Rentang 2 Tahun, Ini Yang Dikatakan Ahli Pidana Universitas Saburai

KALIANDA – Ahli Pidana dari Universitas Sangbumi Rua Jurai (Saburai), DR Jainuri M.Nasir, S.Pd., SH.,MH berpendapat kegiatan penggeledahan oleh tim penyidik KPK di kantor Bupati Lampung Selatan dan Kantor Dinas PU-PR sebagai pengembangan kasus suap infrastruktur Dinas PU-PR tahun 2018 tidak diatur khusus dalam hukum positif di Indonesia, meski rentang kasus nyaris 2 tahun.

“Meski jarak kasus sudah 2 tahun, karena kasus utama terjadi di 2018 namun penggeledahan untuk pengembangan dilakukan di tahun 2020 itu tidak menjadi soal secara hukum,” kata Jainuri, Selasa 14 Juli 2020.

Menurut Jainuri, penggeledahan merupakan kewenangan penyidik seperti diatur dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

“Sepanjang kasus (Pengembangan) yang ditangani belum kadaluarsa dan atas keyakinan penyidik untuk melakukan serangkaian penyidikan seperti penggeledahan dan penyitaan untuk mencari bukti pendukung berdasarkan fakta persidangan atau bukti petunjuk yang ada, itu sah-sah saja dilakukan,” imbuhnya.

Namun begitu, Jainuri tidak membantah ada kemungkinan kasus baru yang akan diungkap terkait kegiatan penggeledahan di 2 lokasi tersebut. Apa lagi kata dia, di kasus yang terdahulu, KPK sudah pernah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi baik di kantor Bupati maupun di Dinas PU-PR.

“Idealnya pengembangan itu mencari bukti tambahan. Karena kasus awal tersebut di tahun 2018, maka penggeledahan untuk  pengembangan kasus ini penyitaan dokumen tahun 2018 ke bawah. Namun nanti misalnya terungkap bahwa ada dokumen yang diangkut tahun 2019 dan 2020, maka bisa saja kita beranggapan ada temuan kasus baru,” ungkap warga Kecamatan Sragi, Lamsel ini.

Lebih lanjut dijelaskan pengacara kondang ini, bahwa konsekwensi dengan diberlakukannya  UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang  Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), maka, tindakan-tindakan projustisia oleh KPK harus mendapatkan izin dari Dewan Pengawas (Dewas).

“Konsekwensinya KPK saat ini tidak bisa lagi langsung menetapkan tersangka tanpa persetujuan dewas. Begitu juga dengan penggeledahan, setelah mendapat persetujuan dewas, maka hasil penggeledahan berupa penyitaan sejumlah dokumen itu baru bisa dijadikan alat bukti pendukung. Makanya seperti anda sebut tadi, di beberapa lokasi penggeledahan tersebut tidak biasanya tidak di lakukan penyegelan. Setelah penggeledahan tersebut disetujui komisioner KPK dan dewas, maka lokasi penggeledahan tersebut baru akan diberi segel dengan logo KPK,” jelas Jainuri.

Dikatakan Jainuri, hal ini dia ungkap hanya sebatas asumsi dari data yang dia dapat. Untuk memastikan masalah ini apakah hanya pengembangan kasus lama, atau juga ada temuan kasus baru masih harus ditentukan dari informasi kegiatan lanjutan oleh KPK.

“Nanti kita bisa menilainya secara fakta dengan kegiatan penyidikan lanjutan oleh KPK,” pungkasnya.

(row)