Daerah  

Salah Kaprah, BUMDes Sebagai Suplier Bansos Pangan Dapat “Jatah Preman” Rp2ribu

KALIANDA – Penunjukan BUMDes sebagai suplier komoditi bansos pangan tanpa dasar hukum yang jelas dan salah kaprah. Didalam Pedoman Umum (Pedum) penyaluran bansos program sembako 2020 yang ditandatangani oleh Muhadjir Efendi selaku Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Selaku Ketua Tim Pengendali Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Sosial Nontunai, tidak ada 1 pun ketentuan BUMDes menjadi suplier.

Selain itu, fungsi suplier yang diterapkan ternyata salah kaprah. Suplier seharusnya adalah pemasok barang dengan membelinya terlebih dahulu ke pihak distributor/manajer suplier untuk dijual kembali ke e-warong.

Namun fakta di lapangan, BUMDes dalam prakteknya mendapat ‘jatah preman’ Rp2 ribu per keluarga penerima manfaat (KPM) di desa setempat dari pihak suplier/manajer suplier karena diberikan kewenangan khusus oleh tikor kabupaten sebagai pemegang hak tunggal PO (Phurcasher Order) dari e-warong ke suplier/manajer suplier.

Bisa dipastikan, BUMDes faktanya di lapangan tidak melakukan jasa suplier sebagai mana mestinya untuk memperoleh hak Rp2ribu untuk setiap KPM. Hal ini menambah beban cost distribusi bansos pangan yang tanpa payung hukum legal.

Ketua Komite Aksi Kawal Program Jokowi,  Faisal Sanjaya meminta semua pihak yang terkait penyaluran bansos pangan ini mengedepankan prinsip 6T. Menurut dia, program sembako bansos pangan ini merupakan program sosial pemerintah pusat yang bukan untuk dibisniskan.

“Sesuai dengan Pedum, agar memperhatikan prinsip 6T yakni tepat sasaran, tepat kualitas, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu dan tepat administrasi. Artinya, kedepannya setiap prinsip tadi akan diminta pertanggungjawabannya,” ucap Faisal.

Sementara, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lampung Selatan, Dulkahar saat dihubungi terkesan cuci tangan.  Dulkahar mengelak bahwa penunjukan BUMDes merupakan upaya untuk mengakomodir salah satu manajer suplier

“Tikor kabupaten dalam kesepakatan rapat jelas sekali, tikor tidak ada intervensi apapun kemana suplayer dalam hal ini Bumdes mencari manajer suplayer. Dan tikor kabupaten tidak  membahas masalah besaran keuntungan baik itu Bumdes maupun warung. Masalah dana 2ribu yang didapat oleh BUMDes, kami kira itu mekanisme antara warung, Bumdes dan manajer suplayer,” tukas mantan Kadis PMD Lamsel ini.

(row)