Hukum  

Soal Dugaan Pelecehan Seksual Oleh Oknum Kades di Lamsel, Ini yang Diungkapkan LBH Bandar Lampung

KALIANDA – Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan BAP, oknum Kepala desa (Kades) Rawa Selapan, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan terhadap RF (20) yang taklain staf kantor desa banyak dukungan mengalir kepada korban RF baik itu dari kerabat, masyarakat dan juga dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung serta lembaga advokasi perempuan DAMAR Lampung.

Direktur LBH Bandarlampung, Chandra Muliawan saat dikonfirmasi mengatakan, beberapa kasus kekerasan perempuan, seolah perempuan ini mengalami diskriminasi karena kekerasan seksual itu ketika dihadapkan hukum formal seperti bukti dan terkesan bahwa itu lemah.

Padahal dalam proses hukum pidana misalnya, itukan laporan karena ada peristiwa maka dilaporkan. Tugas penyidikan dan penyelidikan aparat penegak hukum, yakni mencari apakah betul ada tindak pidananya.

“Kalau serta merta kekerasan seksual dianggap ini tidak bisa karena tidak ada bukti dan saksi, nah ini yang kemudian menjadikan kakus keresan seksual tidak pernah terungkap. Akhirnya, perempuan hanya menjadi korban pelecehan seksual terus selamanya,”kata Chandra seperti yang dilansir oleh lampungterkini.com, Rabu (10/3/2021).

Dikatakannya, jika proses penegakan hukum kalau dari awal itu ada saksi dan bukti yang jelas, buat apa ada proses penyelidikan. Proses penyelidikan inikan mencari, apakah yang dilaporkan atau diadukan itu ada tindak pidana maka itu harus dicari dulu. Kemudian penyidikan, apakah peristiwa itu dinyatakan pidana. Lalu dicarikan siapa pelakunya yang diminta pertanggungjawaban. Sehingga kasus pelecehan seksual dalam mencari keadilan, dan disitulah kendalanya.

“Ketika korban melaporkan kasus kekerasan seksual tidak ada bukti dan saksi, maka kasus pelecehan atau kekersan seksual terhadap perempuan ini tidak akan pernah terungkap,”ujarnya.

Chandra mengungkapkan, terkait kasus pelecehan seksual diduga dilakukan oknum Kades di Lampung Selatan dan kejadian itu dilakukan di kantor desa atau pelayanan publik dari struktur pemerintah bawah yakni desa, inikan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau proses pelayananannya saja tidak bisa menggaransi jaminan pekerja yang berhak mendapat rasa aman dan nyaman, bagaimana oknum Kades ini bisa memberikan pelayanan publik ke masyarakat secara luas.

“Dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap korban RF ini, mestinya harus menjadi perhatian pemerintah daerah setempat (Lamsel) karena adanya penyalahgunaan wewenang oknum Kades yang merasa punya kuasa,”ungkapnya.

Selain diatur dalam hukum pidana, kata Chandra, oknum Kades ini juga terikat terhadap norma etik jabatannya sebagai Kepala desa dan ini juga harus jadi perhatian publik. Apalagi informasi yang santer dimasyarakat sudah menjadi keserahan publik, mestinya harus segera disikapi pemerintah daerah dalam hal ini misalnya pemberdayaan desa .

“Jadi harus segera dilihat ada problem apa dalam pelayanan di desa itu. Tentu tidak hanya mencari soal kekerasan seksualnya saja, tapi juga mengenai dalam pelaksanaan tugasnya,”kata dia.

Chandra menegaskan, LBH Bandarlampung siap memberikan pendampingan hukum terhadap korban RF. Untuk tahap-tahapannya, kalau memang nanti mencukupi formilnya pelaporan. Pihaknya juga akan meminta bantuan dari rekan-rekan psikologis, untuk memberikan keterangan korban benar mengalami trauma psikisnya.

“Ini bisa memperkuat pelaporan begitu juga kepada keluarga korban, dan korban berkenan membuat laporan ke kepolisian. Kita berharap, kasus dugaan pelecehan seksual korban RF ini bisa terang setelah psikis korban pulih. Kami LBH Bandarlampung siap memberikan pendampingan hukum kepada korban RF hingga sampai seperti apa prosesnya nanti,”jelasnya.

Dia menambahkan, kasus kekerasan seksual perempuan dan anak di Lampung ini seperti gunung es, hal itu berdasarkan dengan adanya banyak temuan yang terjadi salah satunya keengganan korban untuk melaporkan atau membuka dan itukan butuh keyakinan sendiri bagi korban untuk mengungkapkannya

Apalagi korban RF ini sudah mengungkapkan kejadian yang menimpa kalau dirinya korban pelecehan seksual, mestinya harus segera direspon cepat.

“Butuh keyakinan yang luar biasa dalam diri dia (RF) itu, dan ini mesti disikapi oleh seluruh unsur penegak hukum. Karena tidak gampang korban mengakui kalau dirinya korban kekerasan seksual, itu harus diapresiasi dan penegak hukum harus segera melakukan penyelidikan,”tandasnya.

Sementara Direktur Lembaga advokasi perempuan DAMAR Lampung, Ana Yunita mengatakan, dirinya sudah menerima laporan dugaan pelecehan seksual terhadap korban RF tersebut, dan Selasa kemarin korban didampingi kerabatnya sudah datang ke kantor Damar bertemu langsung dengan tim kasus dari Damar.

“Ya, sudah kami terima laporannya. Kemarin siang RF ke Kantor Damar didampingi kerabatnya,”ujarnya.

Mengenai hasilnya seperti apa dalam pertemuan itu, kata Ana, pihaknya belum bisa menyampaikan karena tim Damar masih menggali informasi dari korban dulu dan kebutuhan korban apa. Selain itu juga, korban masih diberikan bimbingan pendampingan konseling.

“Untuk sementara ini, bimbingan konseling itu dulu yang harus tindaklanjuti. Kedepannya seperti apa, nanti akan kita komunikasikan lagi,”ungkapnya.

Dalam hal ini, DAMAR akan memberikan pendampingan terhadap korban. Dalam konteks penanganan kasus, kami mendampinginya sesuai kebutuhan korban dan kami juga bersinergi dengan pemerintah daerah yakni melalui dinas terkait pastinya.

“Yang jelas, DAMAR siap memberikan pendampingan terhadap korban RF,”pungkasnya.

(lt/row)