Daerah  

Tinggal di Rumah Reot, Mbah Sireng hanya bisa Lari Saat Hujan Deras

PRINGSEWU – Kerisauan hati serta mimpi bisa perbaiki rumahnya yang reot, terus menggelayuti benak hati dan pikiran Sairah (69), janda renta yang sehari-hari mengisi waktu dengan mencari rumput (ngeramban) untuk dua ekor kambing piaraannya.

Sairah atau Mbah Sireng, begitu biasa orang memanggil hanya bisa berharap, kelak balok tiang penyanggah rumahnya yang rapuh bisa segera diganti. Dengan begitu, ia tidak perlu lagi merasa khawatir saat hujan turun dan angin menerpa.

“Kalau pas hujan deras, saya akan selalu keluar dari rumah. Pintu rumah juga selalu saya bukan pas hujan, biar mudah lari, seandainya bangunan rumah ini ambruk”, ungkap Mbah Sireng, warga Dusun Marbalak RT 06, Pekon Margakaya, Kecamatan Pringsewu, bercerita saat wartawan Lampungraya.id., berkunjung kerumahnya, Sabtu (26/09/20).

Semenjak ditinggal mati Sadiyo (suami) yang bekerja sebagai buruh bangunan sejak 15 tahun yang lalu, Mbah Sireng hanya bisa pasrah.

Untuk bisa mencukupi kebutuhan makan sehari-hari, Mbah Sireng kerap mendapat belaskasihan orang lain. “Kadang jual bambu, karena kebetulan ada tinggalan tanah (kebun) dari almarhum suami. Karna mau kerja yang lain, udah gak bisa”, ungkap Mbah Sireng.

Mbah Sireng selama ini tinggal seorang diri. Sementara, lima dari enam anaknya, mereka sudah berkeluarga. Hanya ada satu anaknya yakni Ratmin (anak pertama) yang terkadang menemaninya.

“Kebetulan, anak saya yang pertama tadi cacat dari kecil. Kakinya mengecil akibat panas tinggi saat umur 8 bulan”, sebut Mbah Sireng setengah menunjukan gubuk dimana anaknya selama ini tinggal.

Apa yang menjadi harapan dari mimpi-mimpi Mbah Sireng, terbilang cukup sederhana. Ia hanya ingin, tiang kayu bangunan rumahnya yang lapuk bisa diganti, sehingga bangunannya bisa kembali kokoh.

“Gak harus permanen dan bagus bangunannya, cukup semi permanen dan dari bata merah. Tapi saya gak punya uang untuk bisa membeli kayu dan batu bata. Bagi saya yang penting nyaman ditempati”, seloroh Mbah Sireng.

Melihat kondisi bangunan rumah Mbah Sireng saat ini memang cukup memprihatinkan. Selain tiang kayu penyanggah yang doyong, semua material bangunan rumahnya juga sudah lapuk dimakan usia.

Dindingnya hanya terbuat dari geribik bambu yang nampak begitu kusam. Sementara lantai rumah masih berupa tanah liat.

Selain itu, genteng penutup atap bangunan masih menggunakan genteng lama yang sudah rapuh. Bangunan rumah berukuran 6 x 4 ini hanya memiliki tiga (3) ruangan yang disekat menggunakan geribik. Satu sekat sebagai ruangan tamu, kemudian ruangan kamar dan satu ruangan lagi sebagai dapur.

Tepat di sebelah kanan bangunan rumahnya, menempel kandang kambing terbuat dari bambu dan berbatasan langsung dengan pintu keluar (dapur) dan ruangan tempat tidur.

Untuk bisa memasak, Mbah Sireng selama ini hanya memanfaatkan tungku tanah liat, dengan peralatan dapur seadanya. (Ful)