Daerah  

Tolak PHO, Elemen Masyarakat: Bayar Sesuai Prestasi

KALIANDA – Elemen masyarakat Kabupaten Lampung Selatan nampaknya gerah dengan kinerja Dinas PUPR setempat. Dimana kondisi pelaksanaan sejumlah kegiatan pembangunan infrastruktur ditengarai jauh dari kata baik.

Seperti pelaksanaan pembangunan jalan Rehabilitasi Ruas Jalan Bumijaya-Titiwangi dengan nomor kontrak : 02/KTR/DAK-BM.I/APBD/DPUPR-LS/2021 senilai Rp2.122.232.495.67 oleh PT Aya Pujian Pratama diduga dikerjakan asal-asalan.

“Kami minta Dinas PUPR Lampung Selatan untuk lebih efektif, efisien dan cermat dalam pelaksanaan proses serah terima sementara  pekerjaan atau kerap disebut PHO (Provisional Hand Over),” ujar Arjuna Wiwaha, pemerhati sosial, Minggu 10 Oktober 2021.

Arjuna meminta PUPR bekerja secara profesional dalam penilaian kinerja rekanan terhadap proyek-proyek pemerintah daerah. Seperti kegiatan rehabilitasi jalan di Kecamatan Candipuro, Arjuna meminta stakeholder terkait untuk hati-hati dalam penilaian hasil kerja. Jika tidak, maka sama saja dengan menghambur-hamburkan uang negara dengan tidak bijak.

“Saya rasa pekerjaan rehabilitasi jalan di Kecamatan Candipuro tidak layak diterima, atau PHO. Karena, dalam proses pelaksanaannya kegiatan terindikasi sudah menyimpang dari ketentuan umum tekhnis konstruksi. Apalagi spesifikasi konstruksi,” kata dia.

Untuk itu, terus Arjuna, kegiatan rehabilitasi jalan tersebut cukup hanya dibayar sesuai dengan prestasi rekanan di lapangan. Artinya pembayaran oleh pemerintah daerah cukup sesuai dengan hasil kinerja.

“Struktur bangunan jalan itu rapuh. Mau diperbaiki atau pemeliharaan bagaimana pun akan percuma. Karena saya menduga struktur bangunan atau pondasi dari bangunan jalan itu dilaksanakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konstruksi yang berlaku secara umum. Menurut saya idealnya konstruksi seperti itu dilakukan gelar pembangunan ulang,” ujarnya.

Selain meminta PUPR proporsional dalam penilaian prestasi pekerjaan, Arjuna juga berharap PUPR menciptakan iklim dunia usaha konstruksi yang kompetitif. Yakni dengan membuat catatan rekam jejak rekanan.

“Idealnya, PUPR memiliki file data terhadap rekam jejak rekanan dalam melaksanakan kegiatan pemerintah daerah. Dengan begitu,  plus-minus rekanan yang biasanya tergabung di masing-masing asosiasi bisa menjadi pertimbangan PUPR kedepannya dalam pelaksanaan pembangunan. Selain bisa menjadi fungsi pembinaan, iklim persaingan antar rekanan menjadi sehat dan kompetitif. Meski rekanan itu adalah anak dari mantan kepala daerah, PUPR harus berani tegas,” tukasnya.

Sementara, pelaksana lapangan PT Aya Pujian Pratama, Iguh Susanto saat dihubungi melalui aplikasi pesanan WhatsApp belum merespon. Meski dengan tanda aktif, sejumlah pertanyaan yang dikirim melalui pesan WhatsApp belum dijawab. Bahkan belakangan diketahui nomor kontak WhatsApp LR diblokir oleh Iguh Susanto.

Sebelumnya, proyek pembangunan jalan ruas Desa Bumijawa-Titiwangi di Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan dengan nilai kontrak Rp2.122.232.495.67 dan sebagai pelaksana adalah  PT Aya Pujian Pratama dengan nomor kontrak : 02/KTR/DAK-BM.I/APBD/DPUPR-LS/2021 masih hitungan minggu selesai dikerjakan sudah mengalami kerusakan yang cukup signifikan.

Dari pantauan di lapangan, kegiatan tersebut merupakan peningkatan jalan Hotmix dengan bahu jalan dengan Rabat Beton. Di sejumlah titik terlihat aspal hotmix yang sudah mengelupas dan lubang yang menganga dan tambalan dengan kualitas aspal terbilang cukup tipis. Begitu juga dengan cor beton, meski usia pekerjaan terbilang baru hitungan minggu namun terlihat kualitas kegiatan bisa dibilang cukup buruk. Ketebalan aspal hotmix pun diperkirakan hanya 3CM.

Terlihat di sejumlah lubang itu, material yang melapisi aspal hotmix berupa tanah. Bukannya lapis penetrasi (Lapen). Di sejumlah titik pun dari lapen ke hotmix tidak dilakukan coating atau perekatan dengan aspal. Sehingga antara lapisan lapen dengan hotmix tidak menyatu.

Warga sekitar, Lani (52) mengungkapkan kegiatan tersebut ditengarai dilaksanakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Diungkapkan dia, seharusnya sesuai dengan spesifikasi umumnya peningkatan jalan melalui proses pengerasan jalan (Onderlaagh) latasir atau lapen, baru kemudian Hotmix.

“Dari pantauan masyarakat selama ini, pengerjaan proyek itu tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Seperti pengaspalan, harusnya kan ada tahapan-tahapan konstruksi pada umumnya. Tapi yang kami temukan, aspal digelar diatas tanah. Hal itu kami ketahui saat ingin mengukur ketebalan aspal. Begitu kami buka sample aspal, ternyata tepat dibawah material aspal hotmix berupa aspal dan batu split itu tanah,” kata Lani seraya menyodorkan bukti dokumentasi berupa foto, Sabtu 9 Oktober 2021.

(Tim)