Hukum  

Ungkap Kasus LPJU 2016 Ungkap Modus Lama “Mainan” Oknum Pejabat Lamsel

KALIANDA – Penetapan tersangka 2 mantan ASN di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (Kini Dinas Pemukiman) Kabupaten Lampung Selatan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) tahun 2016 di wilayah Kecamatan Natar, Lamsel senilai Rp977.951.000 merupakan ungkap kasus korupsi pola atau modus mainan lama para oknum pejabat.

Dua orang tersangka itu adalah Ir Tiopan Salomon Pangabean pada tahun 2016 tersebut menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan Lita Istiyanti sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas setempat.

Menurut sebuah sumber layak dipercaya, mengungkapkan bahwa penetapan kedua  mantan pejabat itu sebagai tersangka tanpa melibatkan pihak swasta merupakan ungkap kasus oleh korps adhyaksa terhadap pola atapun modus lama pejabat dalam mengeruk uang negara. Dimana, pejabat sebagai pemangku kewenangan dalam kegiatan pengadaan jasa dan konstruksi dilakukan sendiri dengan menyamarkan perusahaan dari proses penawaran tender hingga ke pelaksanaan.

“Ini kan modus atapun pola lama pejabat di negara kita umumnya, khususnya di Lampung Selatan yang terjadi seperti ini, para pejabat ‘bancakan’ uang negara dengan melaksanakan sendiri kegiatan pengadaan barang dan jasa konstruksi. Modusnya yakni dengan meminjam atau sewa dokumen perusahaan milik swasta, pejabat tersebut yang nantinya mengatur semua proses, baik dari penawaran tender hingga pelaksanaan. Celakanya, demi mengeruk keuntungan besar, biasanya pihak-pihak terkait seperti panitia tender dan PPK bekerja sama dalam satu mekanisme umum dalam pelaksanaan kegiatan tersebut,” ungkap sumber ini, Sabtu 13 Februari 2021.

Terbukti, terus dia, beberapa spesifikasi kegiatan tidak sesuai dengan kontrak awal, namun dengan dilakukannya kong-kalikong dengan pihak-pihak terkait, maka pekerjaan tersebut dianggap sudah sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

“Seperti pemasangan kabel LPJU, berbeda dengan hasil perencanaan yang semula menggunakan jaringan kabel bawah tanah. Namun pelaksanaannya menggunakan kabel atas. Kemudian, kabel yang dipasang menggunakan jenis kabel Twisted (2x10mm), tidak sesuai dengan jenis kabel yang dikontrak menggunakan kabel NYY (4x16mm). Bahkan, jumlah kontrol panel yang terpasang juga hanya 3 unit, berbeda dengan yang dikontrak sebanyak 12 unit,” imbuh sumber tadi.

Menurut dia yang mewanti-wanti agar namanya jangan dikorankan itu, pihak aparat penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan harus dapat mengungkap praktik-praktik curang tersebut yang nyata-nyata ada di depan mata namun seolah-olah mata tak melihat. Menurut dia, pasca operasi OTT oleh KPK, saatnya pihak kepolisian ataupun kejaksaan yang bersih-bersih untuk menuntaskan sisa-sisa praktek curang tersebut.

“Ini kan yang diungkap ‘Barang Lama’ kelas teri di tahun 2016. Kalau mau, meningkat tahun berikutnya makin besar nilai pekerjaannya. Puncaknya adalah di tahun 2018. Bahkan sejumlah kegiatan fisik itu terbelengkalai. Dan kegiatan tersebut nyata-nyata di depan mata kita, namun seolah-olah hanya sebagai pajangan tak berguna,” tukasnya lirih seraya mengatakan tingkat kritis masyarakat kian hari kian tergerus seperti tak perduli dengan kepentingan umum.

Dari penelusuran, Ir Tiopan Salomon Pangabean diketahui sejak 2019 telah pensiun. Sedangkan Lita Istiyanti saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Bina Program dan Jasa Konstruksi Dinas PUPR.

“Kalau pak Tiopan sudah pensiun, dia memang pemain lama, hartanya berjibun dimana-mana. Yang kasihan itu Lita Istiyanti, padahal dia itu ASN cerdas berprestasi hingga diberi beasiswa ke Belanda. Namun  harus menjadi korban dengan sistem yang ada, karena tidak mungkin dia (Lita,red) sebagai bawahan menolak perintah atasan dalam kapasitasnya sebagai PPK,” pungkasnya.

Sebelumnya, diam-diam Kejaksaan Negeri (Kejari) Kalianda telah melakukan serangkaian pemeriksaan hingga menetapkan dua mantan pejabat Dinas Kebersihan dan Keindahan Pemkab Lamsel sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) tahun 2016 di wilayah Kecamatan Natar, Lamsel.

Kasi Pidsus Kejari Lamsel, Eko Setianegara menjelaskan, pada tahun 2016, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Lamsel melakukan kegiatan pengadaan dan pemasangan LPJU konvensional di kecamatan Natar dengan nilai kontrak Rp977.951.000.

“Setelah kami selidiki dengan meminta keterangan dari saksi ahli listrik dan bangunan, kegiatan itu tidak sesuai dengan spesifikasi, setelah kami hitung, negara mengalami kerugian sekitar Rp307.869.415,” ungkap Eko, Rabu 10 Februari 2021.

Eko menjelaskan, pemasangan kabel LPJU, berbeda dengan hasil perencanaan yang semula menggunakan jaringan kabel bawah tanah. Namun pelaksanaannya menggunakan kabel atas.

“Itu kan seharusnya pekerjaan galian untuk kabel tidak ada. Tapi ini volumenya tidak berubah,” ujarnya di kantor kejari.

Selain itu, sambung Eko, kabel yang dipasang menggunakan jenis kabel Twisted (2x10mm), tidak sesuai dengan jenis kabel yang dikontrak menggunakan kabel NYY (4x16mm). Bahkan, jumlah kontrol panel yang terpasang juga hanya 3 unit, berbeda dengan yang dikontrak sebanyak 12 unit.

“Jenis lampunya juga menggunakan LED 50 Watt, tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak menggunakan jenis SON T 250 Watt,” imbuh mantan Kasi Intel Kejari Lampung Timur ini.

Atas dasar tersebut, Kejari Lamsel melakukan penyelidikan dan meminta keterangan 21 saksi dan 2 saksi ahli, sehingga menetapkan 2 tersangka dalam kasus tersebut.

“Kami menjerat mereka dengan UU No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” pungkasnya.

(row)