Hukum  

Dilantik Gunakan Ijazah Asli, Ahli Pidana UBL Sebut Supriati tak Bisa Dipidana

Perkara Ijazah Dalam UU Sisdiknas Delik Materil, Harus Timbul Akibat

KALIANDA – Ahli pidana Universitas Bandar Lampung (UBL), DR Bambang Hartono SH M.Hum mengatakan, dalam teori ilmu hukum pidana Indonesia, mengenal delik formil dan materil. Delik formil, kata Bambang, sudut pandangnya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang itu sendiri, tanpa mempersoalkan apakah akibat dari perbuatan itu terjadi atau tidak. Sedangkan delik materil, tidak cukup hanya perbuatan yang sudah terjadi, tetapi harus menimbulkan akibat.

Terkait dengan UU Sisdiknas, lanjut Bambang, dia sepakat dengan pernyataan Dirjen Dikti, Nizam pada perkara penggunaan gelar profesor palsu oleh seseorang yang bernama Hadi Pranoto yang mengaku pakar mikrobiologi terkait dengan penemuan obat Covid-19 pada saat pandemi itu baru merebak, bahwa Hadi Pranoto dapat dijerat pidana dalam pasal 69 ayat (1) UU Sisdiknas yang sifatnya merupakan delik aduan.

“Berarti itu delik materil. Artinya apa, artinya harus menimbulkan akibat. Siapa yang dirugikan dalam hal ini, kalau itu digolongkan delik aduan,” terang Bambang.

Sedangkan kaitannya dengan kontestasi pemilihan legislatif meliputi keseluruhan tahapan-tahapannya, dari tahapan pendaftaran, pemilihan hingga pelantikan, menurut Bambang akibat yang ditimbulkan dilihat dari tujuan dari kontestasi pemilihan.

“Tujuan dari pemilihan legislatif adalah terpilih menjadi anggota dewan. Maka akibat (Kerugian) yang ditimbulkan, adalah saat ditetapkan mendapatkan hak sebagai anggota dewan, setelah dilantik timbul hak mendapatkan gaji,” jelas Bambang.

Sedangkan pada tahap pendaftaran hingga pemilihan, terus Bambang, ruang lingkupnya adalah UU Pilkada sebagaimana azas Lex spesialis derograt legi generali, bahwa aturan khusus mengesampingkan aturan yang umum.

Menjawab pertanyaan kuasa hukum Hasanuddin, kaitannya dengan peristiwa tindak pidana tidak sempurna. Tidak terselesaikan karena kehendak sendiri. Sudut pandang tindak pidana percobaan.

Menurut Bambang Pasal 53 KUHP mengatur tentang percobaan tindak pidana. Harus ada niat, tapi tidak berdiri sendiri. Pasal 53 KUHP mengatur tentang percobaan tindak pidana. Unsur-unsur percobaan yang dapat dipidana menurut pasal ini adalah, adanya niat (voornemen) untuk melakukan kejahatan, niat tersebut telah nyata dengan adanya permulaan pelaksanaan, dan pelaksanaan tersebut tidak selesai bukan karena kehendak pelaku sendiri.

“Dalam tataran teori, bukan kehendak sendiri itu bukan karena ada penghalang. Nah, jika percobaan (Pidana) salah satu unsurnya tidak terpenuhi, bahwa misalnya unsur pertama dan kedua telah terpenuhi dengan adanya niat melakukan kejahatan, niat tersebut telah nyata memenuhi unsur kedua dengan adanya permulaan pelaksanaan, tapi unsur ketiga tidak terpenuhi karena mengundurkan diri atas kehendaknya sendiri, maka tidak bisa dikualifikasikan tindak pidana percobaan,” terang Bambang.

 

(*)