Fun Fact, Tudingan LBH Al-Bantani ke Merik Havit Sebagai Dalang Perkara Ijazah tak Terbukti-Berikut Fakta Hukumnya (Bagian 1)

KALIANDA – Pernyataan LBH Al-Bantani kepada sejumlah media atas tudingan adanya keterlibatan Wakil Ketua I DPRD Lampung Selatan, Merik Havit sebagai otak atau dalang dalam perkara ijazah palsu anggota DPRD Lamsel, Supriati dengan terdakwa Kepala PKBM Bougenville Ahmad Sahrudin, sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap selama proses persidangan adalah tidak terbukti.

Dikutip dari putusan perkara bernomor 126/pid.sus/2025/pn.kla yang diunduh dari situs resmi Mahkamah Agung: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/index/pengadilan/pn-kalianda/kategori/pidana-khusus-1.html, majelis hakim PN Kalianda yang menangani perkara tersebut, dalam putusannya dengan tegas menyatakan mengesampingkan dan menolak dalil-dalil yang diajukan oleh tim PH karena tidak beralasan menurut hukum.

“Menimbang, bahwa selanjutnya terkait dengan keberatan-keberatan Terdakwa (Ahmad Sahrudin) terhadap beberapa keterangan saksi yang diajukan di persidangan, oleh karena keberatan-keberatan tersebut tidak pula didukung dengan alat bukti yang telah diajukan di persidangan maka haruslah ditolak karena tidak beralasan menurut hukum,” kata majelis hakim dalam putusan setebal 74 halaman itu.

Disamping itu, terhadap keterangan terdakwa serta saksi-saksi yang meringankan (a de charge), diantaranya pasutri Anggun ( Anak kandung terdakwa) – Tomi (Suami Anggun/Mantu) yang menerangkan Merik Havit merupakan dalang (Aktor Intelektual) dalam perkara ijazah tersebut. Bahwa Merik Havit yang pertama kali memperkenalkan terdakwa dengan saksi Supriati dan juga memerintahkan terdakwa membuatkan ijazah paket C untuk Supriati.

Disebut juga, Merik Havit pula yang menyerahkan secara langsung dokumen persyaratan untuk proses pembuatan ijazah atas nama Supriati berupa foto copy KTP, KK, pas foto 3×4, ijazah SMP kepada terdakwa berikut uang Rp1,5 juta.

Atas hal tersebut, majelis hakim yang terdiri Galang Syafta Aristama SH MH sebagai ketua dan 2 orang anggota masing-masing Dian Anggraeni SH MH serta Nor Alfisyahr SH MH, menilai keterangan-keterangan tersebut belum dapat dijadikan fakta persidangan atau fakta hukum dikarenakan tanpa didukung alat bukti lain yang sah. Selain itu, majelis hakim menilai keterangan yang diberikan oleh Saksi Anggun Septia Wulan Dary dan Saksi Tomi Prastiawan bertentangan atau tidak bersesuaian dengan saksi-saksi yang telah disumpah yang diajukan oleh penuntut umum.

“Oleh karena keterangan-keterangan tersebut telah dibantah oleh Saksi Merik Havit sendiri dan juga oleh Saksi Supriyati, sedangkan keterangan tersebut sebagian besar diperoleh dari Saksi-Saksi meringankan yang memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan Terdakwa, bahkan sebagian besar keterangan saksi tersebut diambil dengan tanpa disumpah dan sebagian lagi merupakan kesaksian yang bersifat testimonium de auditu, maka terhadap keterangan-keterangan tersebut belum dapat dijadikan fakta persidangan atau fakta hukum dikarenakan harus terlebih dahulu diuji kebenarannya dengan menggunakan alat bukti lain yang sah,” sebut majelis hakim.

Hal tersebut menurut majelis hakim bersesuaian dengan ketentuan Pasal 185 Ayat (7) KUHAP yang menyatakan : “Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain tidak merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah”

Sedangkan terhadap keterangan dari Saksi a de charge lainnya, yakni Sulikah S.Pd.M.M Binti (Alm) Sujak, Saksi Robani Bin Dulhadi dan Saksi Abkoriyah Binti Misnan, menurut majelis hakim walaupun telah memberikan keterangan dibawah sumpah, namun keterangan terkait keterlibatan saksi Merik Havit tersebut didapat hanya berasal dari cerita Terdakwa (Ahmad Sahrudin) sendiri.

Dengan kata lain, kata majelis hakim, saksi-saksi tersebut tidak mendengar atau melihat secara langsung ketika Saksi Merik Havit memerintahkan untuk membuat ijazah bagi Saksi Supriyati maupun memperkenalkan Terdakwa kepada saksi Supriyati. Oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat jika terhadap keterangan-keterangan tersebut masih perlu diuji dan dikaji lebih lanjut dengan menggunakan alat bukti lain yang sah.

“Menimbang, bahwa lebih lanjut berdasarkan ketentuan dalam Pasal 185
Ayat (6) KUHAP yang menyebutkan:
“Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan
sungguh-sungguh memperhatikan:
a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya,” sebut majelis hakim.

Sekadar mengingatkan, LR dalam sejumlah laporan investigasi dalam perkara ijazah anggota DPRD Lamsel ini mengungkapkan adanya fakta upaya-upaya menggiring opini publik bahkan tindakan Trial by The Press oleh LBH Al-Bantani melalui jumpa pers dan penyebaran rilis berita ke sejumlah media yang dimulai sejak Senin 20 Januari 2025 lalu jauh sebelum jadwal persidangan pertama perkara ijazah tersebut digelar di PN Kalianda. Secara proaktif LBH Al-Bantani menggelar jumpa pers dan memberikan pernyataan bahwa adanya keterlibatan Merik Havit sebagai dalang dalam perkara ijazah tersebut.

Fakta kedua, LBH Al-Bantani terus menggiring opini masyarakat dengan blow up ke media atas laporannya ke Badan Kehormatan (BK) terkait 2 anggota DPRD Lamsel, Merik Havit dan Supriati atas perkara ijazah tersebut pada 6 Februari 2025. Padahal patut diketahui, dugaan tindakan yang dilaporkan LBH Al-Bantani tersebut dilakukan sebelum keduanya sebagai anggota DPRD (Legal Standing).

Fakta ketiga, LBH Al-Bantani tetap mengedepankan blow up ke media dengan melakukan jumpa pers dalam konteks menanggapi pembacaan surat dakwaan oleh JPU pada sidang perdana perkara Ijazah tersebut di sebuah rumah makan di sekitaran Pasar Inpres Kalianda pada Kamis 22 Mei 2025. Padahal agenda eksepsi untuk penasehat hukum atau terdakwa sendiri telah dijadwalkan pada sidang selanjutnya, pada Selasa 27 Mei 2025. Dalam keterangan persnya, LBH Al-Bantani protes kepada JPU bahwa dalam surat dakwaan banyak yang hilang terkait dengan peran serta Merik Havit.

Puncaknya adalah dugaan penyebaran berita bohong oleh anggota Tim kuasa hukum Sahrudin yang tergabung dalam LBH Al-Bantani dengan menyebarkan rilis berita yang lagi-lagi masif dilansir oleh sejumlah media daring, baik tajuk maupun headline berita yang seragam yang menyebutkan “Saksi Ahli Pidana Yakin Ada Dalang Dibalik Kasus Ijazah Palsu”

Penyebaran berita bohong oleh anggota LBH Al-Bantani tersebut boleh lah dikategorikan merupakan Contempt Of Court (CoC) atau penghinaan terhadap pengadilan, yakni tindakan atau perilaku yang merendahkan, mengganggu, atau melecehkan proses peradilan dan lembaga pengadilan.

Alhasil, menyebarkan informasi palsu atau berita bohong tentang jalannya persidangan ialah Contempt Ex Facie Curiae (Penghinaan di Luar Pengadilan). Penghinaan ini terjadi di luar ruang sidang, tetapi tetap berhubungan dengan proses peradilan.

Ahli pidana dari Universitas Lampung (Unila), DR Heni Siswanto SH MH sejatinya dihadirkan oleh JPU dalam persidangan yang digelar di ruang Cakra pada Kamis 10 Juli lalu untuk dimintai pandangannya selaku ahli pidana terkait dengan perkara tersebut.

“Tidak mungkin para terdakwa ini berdiri sendiri, pasti ada yang menyuruh. Itu keyakinan saya sebagai Ahli yang Mulia,” berikut penggalan keterangan Dr. Heni Siswanto yang dilansir oleh lampung.viva.co.id pada Kamis 10 Juli 2025 yang dikomplain oleh DR Heni Siswanto langsung kepada LR.

Sebelumnya, Heni Siswanto terkaget-kaget saat disodorkan link berita oleh LR yang menyebutkan bahwa dirinya dalam persidangan, meyakini adanya dalang atau otak dalam perkara tersebut. Karena menurut dia, apa yang dia sampaikan dalam persidangan itu tidak ada menyinggung ada dalang, pihak ketiga dengan penyertaan pasal 55 KUHP karena ada yang menyuruh.

“Tidak (benar). Saya tidak pernah menyampaikan keterangan (Dalam persidangan) terkait ada dalang itu,” ujar Heni Siswanto kepada Lampung Raya melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, 1 hari pasca persidangan, Jumat 11 Juli 2025 lalu.

Atas bantahan dosen Universitas Lampung itu, LR mencoba menguji informasi tersebut sesuai dengan KEJ (Kode Etik Jurnalistik) dengan mencari tahu siapa-siapa saja wartawan yang meliput pada persidangan yang digelar pada Kamis 10 Juli itu. LR mencoba berfikir positif, adanya bantahan dari ahli pidana tersebut bisa saja karena masalah teknis, seperti mis interpretasi ataupun persepsi wartawan yang meliput.

Namun saat ditelusuri, diketahui hanya ada 1 wartawan yang meliput, yakni Herman Bangkit dari bongkarpost.id. Saat LR hubungi, Herman membenarkan jika hanya dirinya yang meliput pada persidangan yang menghadirkan Ahli Pidana Unila, DR Heni Siswanto SH MH pada Kamis 10 Juli 2025 tersebut.

“Kalau wartawan cuman saya Bang yang liputan, kalau media kalau media lain yang ikut angkat berita saya gak tau, isi beritanya pun beda dengan berita saya. Bukan nuduh, tapi menurut saya sumber mereka dalam berita persidangan itu sepertinya dari tim PH Syahrudin, karena sempat ada komplain soal pengambilan foto yang diambil tim hukum mereka tanpa izin, yang berujung foto itu dimuat dalam pemberitaan media-media yang lain yang saya gak tahu kapan mereka liputan,” ucap Herman.

Sementara, atas dugaan adanya Contempt Of Court dengan penyebaran berita bohong oleh tim penasehat hukum, Ketua PN Kalianda Arizal Anwar saat ingin dikonfirmasi di kantornya di PN Kalianda belum dapat ditemui. Menurut pegawai PN yang LR temui, agenda Ketua PN sedang Zoom meeting.

“Silahkan isi buku tamu, kalau bapak ketua (PN) saat ini sedang zoom meeting. Nanti apa keperluannya bisa saya sampaikan,” kata salah satu pegawai PN Kalianda, Iyan kepada LR belum lama ini.

Untuk sekadar informasi, sebelumnya dalam perkara ijazah anggota DPRD Lamsel tersebut, Majelis Hakim PN Kalianda yang digawangi oleh hakim ketua Galang Syafta Aristama SH MH dengan hakim anggota Dian Anggraini SH MH dan Nur Alfisyahr SH MH menjatuhkan vonis kepada masing-masing terdakwa Supriati dan Sahrudin dengan pidana penjara 1 Tahun dan denda Rp100 juta. Untuk terdakwa Supriati, atas denda tersebut majelis hakim menjatuhkan subsider 4 bulan. Sedangkan bagi terdakwa Sahrudin selaku kepala PKBM Bougenville itu dengan subsider 2 bulan, Rabu 6 Agustus 2025.

Dalam perkara ijazah tersebut, untuk vonis perkara dengan terdakwa Sahrudin menyatakan menerima.  Sedangkan untuk vonis dengan terdakwa Supriati mengajukan banding.

 

(*)