KALIANDA – Selain mengungkap fakta hukum yang membantah tudingan sepihak LBH Al-Bantani tentang keterlibatan Wakil Ketua I DPRD Lampung Selatan, Merik Havit sebagai dalang dalam perkara ijazah kesetaraan anggota DPRD Lamsel Supriati, majelis hakim yang diketuai oleh Galang Syafta Aristama SH MH dan 2 orang anggota masing-masing Dian Anggraeni SH MH serta Nor Alfisy SH MH dalam putusan vonis pada perkara 126/pid.sus/2025/pn kla, menyatakan bahwa menolak keseluruhan Pembelaan dari tim penasehat hukum terdakwa (Ahmad Sahrudin) dari LBH Al-Bantani yang terdiri dari, Jainuri M Nasir SH, Eko Umaidi SH, Adiyana SH dan Dedi Rahmawan SH.
“Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap Pembelaan Terdakwa untuk selain dan selebihnya, oleh karena hal tersebut tidak didukung dengan adanya bukti lain yang mendukung, maka Majelis Hakim menganggap hal tersebut hanya merupakan suatu argumen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, sehingga terhadap keseluruhan Pembelaan dari Penasehat Hukum Terdakwa haruslah dinyatakan ditolak,” sebut majelis hakim dalam dokumen putusan vonis setebal 74 halaman.
Menariknya, salah satu poin penolakan pembelaan dari penasehat hukum terdakwa tersebut oleh majelis hakim, karena adanya ketidaksinkronan antara keterangan terdakwa dalam persidangan dengan poin pembelaan oleh tim PH dari LBH Al-Bantani.
Dimana, penasehat hukum menyatakan jika Terdakwa hanya korban politik atas adanya kekuasaan yang menjadikan daya paksa atas perbuatannya. Poin pembelaan tersebut berbanding jauh dengan pengakuan terdakwa Sahrudin sendiri, bahwa terdakwa mau membuatkan ijazah Saksi Supriyati dikarenakan adanya perasaan tidak enak atau sungkan karena sesama kader partai.
“Bahwa terhadap pembelaan Penasehat Hukum yang menyatakan jika Terdakwa merupakan korban politik, dimana Terdakwa melakukan perbuatannya karena adanya dorongan atau perintah dari Saksi
Winarni yang saat itu merupakan istri dari Bupati Lampung Selatan Nanang
Ermanto dan Saksi Merik Havit yang merupakan orang dekat dari Bupati Nanang
Ermanto sehingga Terdakwa tidak kuasa melawan adanya perintah tersebut dan
hal tersebut menurut Penasehat Hukum Terdakwa merupakan daya paksa
sebagaimana ketentuan Pasal 48 KUHP,”
“Maka menurut hemat Majelis Hakim
kalaupun memang benar keadaan atau kondisi Terdakwa saat itu adalah
sebagaimana yang digambarkan oleh Penasehat Hukum Terdakwa, maka Majelis
Hakim memandang hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai “daya paksa”,
sebab pada saat itu tidak ada suatu ancaman besar jika menolak dan sifatnya
tidak mendesak dalam arti Terdakwa masih memiliki waktu untuk berpikir atau memilih untuk dapat menolak adanya perintah tersebut,” kata majelis hakim.
“Selain itu, dalam persidangan, Terdakwa (Sahrudin) juga menyatakan mau membuatkan ijazah Saksi Supriyati dikarenakan adanya perasaan tidak enak atau sungkan, bukan karena adanya ancaman sedemikian rupa yang dapat membahayakan keselamatan Terdakwa, sehingga terhadap poin pembelaan ini haruslah ditolak,” tegas majelis hakim.
Sementara, Ketua Umum LBH Al-Bantani, DR Jainuri M Nasir S.Pd SH MH CPCLE CPM CPArb CPC CPli CPA dihubungi melalui aplikasi perpesanan WhatsApp sempat merespon dengan mengirim foto berupa copy surat pemberitahuan penetapan tersangka dari Polda Lampung yang ditujukan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung tertanggal 9 Desember 2024. Pada pengiriman foto tersebut dibubuhi caption atau keterangan “Pasal 55 (KUHP) ny suruh diapus aja kalo tdk terbukti”
“Lanjut dokumen ada pada kami, aman itu tetap kita sisir, mana yg benar mana yg salah,” sebut Jainuri pada chating selanjutnya.
Kendati demikian, saat ditanya maksudnya dan tanggapannya terkait penerbitan artikel berita yang LR lansir, Ketum LBH tersebut menyatakan akan melaporkan kepolisian.
“Tetap kita laporkan kepolisian sesuai putusan pengadilan,” sebut DR Jainuri M Nasir S.Pd SH MH CPCLE CPM CPArb CPC CPli CPA.
Ketika kembali LR tanyakan, melaporkan siapa dan apa dalilnya? Lawyer paling kondang ini memberikan jawaban ambigu.
“Lihat di putusan pengadilan,” balasnya singkat.
Namun begitu, kembali LR bertanya putusan pengadilan pada bagian mana yang dimaksud? Namun hanya direspon oleh pengacara yang memiliki 8 gelar hukum itu dengan mengirim sticker bergambar wanita cantik berkerudung coklat.
Setelah disimak pada surat tersebut, bahwa pasal 55 KUHP itu penerapan pasal junto dari pasal 69 ayat (1) dan atau ayat (2) untuk kedua tersangka, yakni Supriati dan Ahmad Syahrudin.
Sekadar mengingatkan, LR dalam sejumlah artikel laporan investigasi dalam perkara ijazah anggota DPRD Lamsel ini mengungkapkan adanya fakta upaya-upaya menggiring opini publik bahkan tindakan Trial by The Press oleh LBH Al-Bantani melalui jumpa pers dan penyebaran rilis berita ke sejumlah media yang dimulai sejak Senin 20 Januari 2025 lalu. Secara proaktif LBH Al-Bantani menggelar jumpa pers dan memberikan pernyataan bahwa adanya keterlibatan Merik Havit sebagai dalang dalam perkara ijazah tersebut. Padahal patut dipahami pernyataan tersebut masih bersifat sumir dan tak elok dibuka di ruang publik dimana idealnya dibuktikan di pengadilan.
Fakta kedua, LBH Al-Bantani terus menggiring opini masyarakat dengan blow up ke media atas laporannya ke Badan Kehormatan (BK) terkait 2 anggota DPRD Lamsel, Merik Havit dan Supriati atas perkara ijazah tersebut pada 6 Februari 2025. Padahal patut diketahui, dugaan tindakan yang dilaporkan LBH Al-Bantani tersebut dilakukan sebelum keduanya sebagai anggota DPRD (Legal Standing).
Fakta ketiga, LBH Al-Bantani tetap mengedepankan blow up ke media dengan melakukan jumpa pers dalam konteks menanggapi pembacaan surat dakwaan oleh JPU pada sidang perdana perkara Ijazah tersebut di sebuah rumah makan di sekitaran Pasar Inpres Kalianda pada Kamis 22 Mei 2025. Padahal agenda eksepsi untuk penasehat hukum atau terdakwa sendiri telah dijadwalkan pada sidang selanjutnya, pada Selasa 27 Mei 2025. Dalam keterangan persnya, LBH Al-Bantani protes kepada JPU bahwa dalam surat dakwaan banyak yang hilang terkait dengan peran serta Merik Havit.
Puncaknya adalah dugaan penyebaran berita bohong oleh anggota Tim kuasa hukum Sahrudin yang tergabung dalam LBH Al-Bantani dengan menyebarkan rilis berita yang lagi-lagi masif dilansir oleh sejumlah media daring, baik tajuk maupun headline berita yang seragam yang menyebutkan “Saksi Ahli Pidana Yakin Ada Dalang Dibalik Kasus Ijazah Palsu”
Penyebaran berita bohong oleh anggota LBH Al-Bantani tersebut boleh lah dikategorikan merupakan Contempt Of Court (CoC) atau penghinaan terhadap pengadilan, yakni tindakan atau perilaku yang merendahkan, mengganggu, atau melecehkan proses peradilan dan lembaga pengadilan.
Alhasil, menyebarkan informasi palsu atau berita bohong tentang jalannya persidangan ialah Contempt Ex Facie Curiae (Penghinaan di Luar Pengadilan). Penghinaan ini terjadi di luar ruang sidang, tetapi tetap berhubungan dengan proses peradilan.
Ahli pidana dari Universitas Lampung (Unila), DR Heni Siswanto SH MH sejatinya dihadirkan oleh JPU dalam persidangan yang digelar di ruang Cakra pada Kamis 10 Juli lalu untuk dimintai pandangannya selaku ahli pidana terkait dengan perkara tersebut.
“Tidak mungkin para terdakwa ini berdiri sendiri, pasti ada yang menyuruh. Itu keyakinan saya sebagai Ahli yang Mulia,” berikut penggalan keterangan Dr. Heni Siswanto yang dilansir oleh lampung.viva.co.id pada Kamis 10 Juli 2025 yang dikomplain oleh DR Heni Siswanto langsung kepada LR.
Sebelumnya, Heni Siswanto terkaget-kaget saat disodorkan link berita oleh LR yang menyebutkan bahwa dirinya dalam persidangan, meyakini adanya dalang atau otak dalam perkara tersebut. Karena menurut dia, apa yang dia sampaikan dalam persidangan itu tidak ada menyinggung ada dalang, pihak ketiga dengan penyertaan pasal 55 KUHP karena ada yang menyuruh.
“Tidak (benar). Saya tidak pernah menyampaikan keterangan (Dalam persidangan) terkait ada dalang itu,” ujar Heni Siswanto kepada Lampung Raya melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, 1 hari pasca persidangan, Jumat 11 Juli 2025, pekan lalu.
Atas bantahan dosen Universitas Lampung itu, LR mencoba menguji informasi tersebut sesuai dengan KEJ (Kode Etik Jurnalistik) dengan mencari tahu siapa-siapa saja wartawan yang meliput pada persidangan yang digelar pada Kamis 10 Juli itu. LR mencoba berfikir positif, adanya bantahan dari ahli pidana tersebut bisa saja karena masalah teknis, seperti mis interpretasi ataupun persepsi wartawan yang meliput.
Namun saat ditelusuri, diketahui hanya ada 1 wartawan yang meliput, yakni Herman Bangkit dari bongkarpost.id. Saat LR hubungi, Herman membenarkan jika hanya dirinya yang meliput pada persidangan yang menghadirkan Ahli Pidana Unila, DR Heni Siswanto SH MH pada Kamis 10 Juli 2025 tersebut.
“Kalau wartawan cuman saya Bang yang liputan, kalau media lain yang ikut angkat berita saya gak tau, isi beritanya pun beda dengan berita saya. Bukan nuduh, tapi menurut saya sumber mereka dalam berita persidangan itu sepertinya dari tim PH Syahrudin, karena sempat ada komplain soal pengambilan foto yang diambil tim hukum mereka tanpa izin, yang berujung foto itu dimuat dalam pemberitaan media-media yang lain yang saya gak tahu kapan mereka liputan,” ucap Herman.
Sementara, atas dugaan adanya Contempt Of Court dengan penyebaran berita bohong oleh tim penasehat hukum, Ketua PN Kalianda Arizal Anwar saat ingin dikonfirmasi di kantornya di PN Kalianda belum dapat ditemui. Menurut pegawai PN yang LR temui, agenda Ketua PN sedang Zoom meeting.
“Silahkan isi buku tamu, kalau bapak ketua (PN) saat ini sedang zoom meeting. Nanti apa keperluannya bisa saya sampaikan,” kata salah satu pegawai PN Kalianda, Iyan kepada LR belum lama ini.
Untuk sekadar informasi, sebelumnya dalam perkara ijazah anggota DPRD Lamsel tersebut, Majelis Hakim PN Kalianda yang digawangi oleh hakim ketua Galang Syafta Aristama SH MH dengan hakim anggota Dian Anggraini SH MH dan Nur Alfisyahr SH MH menjatuhkan vonis kepada masing-masing terdakwa Supriati dan Sahrudin dengan pidana penjara 1 Tahun dan denda Rp100 juta. Untuk terdakwa Supriati, atas denda tersebut majelis hakim menjatuhkan subsider 4 bulan. Sedangkan bagi terdakwa Sahrudin selaku kepala PKBM Bougenville itu dengan subsider 2 bulan, Rabu 6 Agustus 2025.
Dalam perkara ijazah tersebut, untuk perkara dengan terdakwa Sahrudin menyatakan menerima. Sedangkan untuk terdakwa Supriati mengajukan banding.
(*)