Hukum  

Backstory Dibalik Kekerasan & Pengancaman Terhadap Jurnalis Kompas TV : Pemerasan Dengan Modus Sengketa Lahan

KALIANDA – Jurnalis Kompas TV Lampung, Teuku Khalidsyah (25) dilaporkan mengalami tindak kekerasan berupa ancaman dengan senjata tajam (Sajam) oleh sekelompok orang yang diduga preman saat hendak meliput sengketa lahan dan dugaan pemerasan di Dusun Lebung Uning, Desa Legundi Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan pada Selasa 25 November pekan lalu.

Atas peristiwa itu, Teuku Khalidsyah melapor ke Polres Lampung Selatan. Alhasil, pihak Polres Lampung Selatan menyatakan telah memeriksa 8 orang dengan status sebagai saksi atas peristiwa tersebut.

Lalu kemudian, bagaimana dengan masalah sengketa lahan itu sendiri yang disebut-sebut beraroma pemerasan yang notabene merupakan adalah tindak pidana. Berikut Kronologi laporannya.

Tindak Pemerasan Dengan Pengancaman Kekerasan Dengan Modus Sengketa Lahan

Beberapa warga Dusun Lebung Uning Desa Legundi Kecamatan Ketapang dilaporkan mengalami pemerasan oleh oknum berinisial GB dengan modus sengketa lahan.

Meski para warga telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), namun disebutkan GB ini mengaku sebagai ahli waris dari (Alm) Mukhtar Sani selaku pemilik lahan sebelumnya.

GB mengklaim lahan para warga tersebut adalah miliknya. Klaim GB hanya pada selembar kwitansi jual beli pasar sebagai bukti hak atas tanah tersebut.

Dalam melancarkan aksinya, GB diketahui mengerahkan sejumlah orang yang diduga preman. Sekelompok orang itu bertugas mengintimidasi dan menakuti-nakuti warga dengan memasang patok di lahan warga tersebut untuk diambil alih oleh GB jika tidak diberi sejumlah uang sebagai penebusan lahan.

Salah satu warga, Subrana (56) mengaku telah menjadi korban pemerasan dengan telah menyerahkan uang tunai sebesar Rp65 juta kepada ketua kelompok orang suruhan GB berinisial BS. Menurut Subrana, penyerahan uang tersebut terpaksa dilakukannya demi keselamatan dan keamanan keluarga besarnya.

Pemerasan Melibatkan Aparat Desa Legundi?

Uang Rp65 juta itu diungkapkan Subrana difasilitasi oleh pemerintah desa karena diserahkan di balai desa dan disaksikan oleh kepala desa Legundi. Walaupun sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), demi keamanan keluarga, terpaksa memberikan uang tersebut karena pihak keluarganya ketakutan karena terus mengalami penekanan dan ancaman.

Korban lainnya, Susilawati yang juga telah memiliki SHM atas lahan garapan menceritakan hal sama. Bahkan, kepala dusun (Kadus) setempat disebut-sebut pertama kali memberitahukan bahwa lahan warga bermasalah.

Diungkapkan, setiap kali kelompok terduga preman ini datang, kepala dusun selalu mendampingi dan terkesan membantu para kelompok GB. Bahkan, kepala dusun tersebut secara aktif menganjurkan ke warga agar membayar atas klaim kelompok GB.

Menurut Susilawati, pihak GB sempat mendatangi warga sembari mengultimatum jika lahan garapan tidak segera ditebus maka akan diambil alih oleh pihak desa.

Warga Akhirnya Lapor Polisi

Didampingi 2 pengacara, yakni Hefzoni SH dan Pirnando Lukman SH, warga datangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Lampung Selatan, Rabu 26 November 2025.

Menurut kuasa hukum warga, Hefzoni menyebutkan, jika pihaknya membuat dua laporan, pertama dugaan penyerobotan lahan, kedua dugaan pemerasan dan pengancaman.

Selama proses hukum berjalan, Hefzoni berharap kepolisian dapat menjamin keamanan dan keselamatan warga dengan cara sering memonitor kondisi warga Dusun Lebung Uning, Desa Legundi, Kecamatan Ketapang. Hefzoni mengungkapkan, belakangan ini warga merasa ada yang meneror hingga sulit tidur di malam hari.

 

 

(*)