Berita  

Soal Persediaan Obat-obatan di RSUD Bob Bazzar, Pemerhati Sosial Ini Sebut Perencanaan-Akuntabilitas & Pengawasan

KALIANDA – Kabar soal kekosongan obat di RSUD Bob Bazzar tidak bisa diabaikan begitu saja. Selain sebagai salah satu aspek penilaian kualitas pelayanan yang berdampak pada kesehatan dan hidup nyawa manusia, ketersediaan obat-obatan juga dapat merawat kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.

Pemerhati Sosial, Andi Apriyanto menilai ada sejumlah faktor dan kemungkinan soal kabar kekosongan ketersediaan obat di rumah sakit milik Pemkab Lamsel tersebut. Yakni diantaranya faktor keuangan, distributor, perencanaan, klaim BPJS dan SDM (Sumber Daya Manusia) serta kemungkinan terjadinya penyimpangan.

Menurut Andi, kemungkinan terbesar masalah ketersediaan obat di RSUD tersebut adalah faktor perencanaan dan SDM. Dijelaskan, perencanaan ketersediaan obat di sebuah rumah sakit, mestinya dapat dilakukan dengan memperhatikan sejumlah data dan fakta.

Diantaranya, jumlah kunjungan pasien, jenis penyakit yang sering terjadi, kebutuhan dana dan anggaran yang tersedia, dan sisa persediaan obat di tahun sebelumnya. Kata kuncinya, terus Andi, perencanaan yang baik dan juga akuntabel.

“Harusnya sinkron, baik itu data pengadaan maupun data pemanfaatan (Pasien Pengguna). Kalau tidak, persediaan obat-obatan tersebut kemana? Bisa jadi adanya kemungkinan penyimpangan oleh oknum atau bisa juga memang tanggal kadaluarsanya terlalu dekat,” ujar mantan anggota DPRD Lamsel periode 2014-2019 & 2019-2024 itu, Jumat 17 Januari 2024.

Namun demikian, dikatakan Andi untuk kasus ketersediaan obat-obatan tertentu di rumah sakit, maka pilihannya bagi pasien adalah obat lain sejenis yang tersedia atau melakukan pembelian obat di luar. Sedangkan untuk pasien BPJS, pasien dapat membeli di luar dan nanti akan diberikan penggantian biaya atau Reimburse oleh pihak RSUD.

“Kondisi seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi, karena ketersediaan obat memang menjadi tanggung jawab rumah sakit. Kendala ini harusnya menjadi perhatian serius stakeholder, mengingat ketersediaan obat adalah bagian penting dari pelayanan kesehatan yang harus dijamin oleh rumah sakit. Saya fikir salah satu solusinya adalah meningkatkan jalinan kerja sama dengan baik dengan pihak distributor maupun apotik jejaring atau mitra,” imbuhnya.

Disamping itu, Andi mengungkapkan pentingnya pengawasan oleh pihak terkait, baik itu untuk pengadaan obat-obatan maupun pengadaan barang dan jasa lainnya di BLUD RSUD. Bagaimana pun baiknya sistem yang dijalankan, jika tanpa diiringi dengan sistem pengawasan yang layak, maka dirasa kurang optimal.

“Idealnya, stakeholder dapat melakukan pengawasan secara berkala, baik itu dari internal seperti Inspektorat ataupun eksternal yaitu kejaksaan negeri dengan melakukan review dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, terlebih lagi terhadap RSUD. Karena sifatnya badan layanan umum, maka memiliki privilege berupa fleksibilitas dalam melakukan PBJ. Masa iya, lembaga pemerintah dalam pengadaan, membeli barang ilegal karena tak miliki izin edar,” pungkasnya.

Sementara, berdasarkan penelusuran melalui aplikasi SiRUP, tercatat belanja Obat-obatan Farmasi oleh RSUD Bob Bazzar tahun 2024 hampir Rp14 Miliar atau tepatnya Rp13.998.230.161,- bersumber pendanaan dari BLUD dan berkode RUP 53397985.

Sekadar mengingatkan, sebelumnya diwartakan, Persediaan obat-obatan dan farmasi di RSUD Bob Bazzar dikabarkan kosong. Alhasil, terungkap sejak Kamis pagi 16 Januari 2024 pelayanan terhadap pasien sempat tersendat. Menurut sumber terpercaya, tenaga medis di IGD RSUD Bob Bazzar sempat kewalahan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan.

“Stok obat-obatan habis, dokter mau nyuntik saja kebingungan. Pelayanan sempat menjadi tidak maksimal, jujur saja baik tenaga medis maupun kesehatan menjadi bingung dengan kondisi seperti ini,” ujarnya seraya mewanti-wanti agar identitasnya tidak diungkap, Kamis 16 Januari 2024.

Sementara, Direktur RSUD Bob Bazzar dr Renny Indrayani dikonfirmasi melalui aplikasi perpesanan WhatsApp tidak membantah maupun membenarkan. Menurut mantan KUPT Puskesmas Sidomulyo itu, masalah tersebut telah diselesaikan secara internal.

“O ya? Emang ada ya pasien ga yg ga dpt obat? Soalnya tdk ada laporan ke saya dan aman2 aja tolong kasih tau ke saya pasien mana yg blm dpt obat atau dokter yg mau nyuntik ga ada obatnya suruh ke saya,” sebut dr Renny Indrayani dalam balasan pesan WhatsApp, Kamis.

 

(*)