Dibalik Tabir Kisah Alumnus SMA Kebangsaan, Ijazah Ditahan Akibat Belum Lunasi Biaya Sekolah Hingga Ratusan Juta [Bagian 2]

KALIANDA – Masalah biayanya sekolah ini pun diamini oleh Dwi Catur Wati, ibu kandung dari Ilham Rafaidan Idzlal. Bahkan, Dwi Catur Wati mengungkapkan bagaimana selaku orang tua akhirnya memberikan restu kepada anak pertamanya itu untuk bersekolah di SMA Kebangsaan yang bertarif luarbiasa dan sangat fantastis.

Belakangan, baik kedua orangtuanya maupun Ilham sendiri mengungkapkan penyesalannya telah bersekolah di SMA yang didirikan sejak 2013 namun baru mengantungi izin operasional pada 2022.
Menurut mereka, secara umum tidak ada hal yang istimewa di sekolah tersebut layaknya sekolah lanjutan tingkat atas lain secara umum.

“Saya gak tega, lihat dia begitu semangat bersekolah dengan modal telah lulus tes masuk. Alhasil saya sama bapaknya Ilham (Jamroni) mau tidak mau akhirnya setuju Ilham bersekolah di SMA Kebangsaan walaupun dengan biaya sangat mahal,” tutur Dwi Catur Wati saat disambangi di kediamannya di di Desa Totoharjo Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan, Kamis 19 September 2024 kemarin.

Masalah biaya sekolah, Dwi Catur Wati mengakui memang dirinya langsung yang berhubungan dengan pihak sekolah. Dia juga tidak menampik, jika dari awal memang pihak sekolah sudah mengungkapkan tentang biaya sekolah. Namun, sambung dia, kepala SMA Kebangsaan pada saat itu sepertinya memberi suport untuk terus saja bersekolah tanpa terlalu dipikirkan soal biaya.

“Oleh kepala sekolah memang dijelaskan jika SPP perbulan Rp4juta lebih. Tapi dikatakannya bahwa untuk terus saja bersekolah di SMA Kebangsaan, masalah biaya nanti saja sambil berjalan. Karena gak tega liat semangat anak untuk bersekolah, akhirnya kami melanjutkan bersekolah di SMA Kebangsaan,” jelasnya.

Sementara, ayah kandung dari Ilham Jamroni menambahkan, jika dirinya terpaksa meminjam uang dari Bank untuk membiayai uang pangkal masuk sekitar Rp40 juta lebih.
Restu untuk bersekolah di SMA Kebangsaan diberikan, termakan oleh iming-iming bahwa SMA Kebangsaan merupakan sekolah khusus kepemimpinan. Lulusannya dapat diterima dengan mudah untuk melanjutkan ke sekolah perwira TNI (Akmil) dan sekolah perwira polisi (Akpol).

“Untuk uang pangkalnya sekitar Rp40 juta lebih, dibayar secara 2 kali. Yang pertama itu sekitar Rp25 juta, kemudian yang kedua sekitar Rp15 juta. Saya bayarkan dari meminjam ke BRI dan jual tanah pekarangan. Saya pikir kan masuk akal bisa jadi perwira TNI atau polisi, wong biaya sekolahnya mahal. Uang pangkal lebih Rp40 juta, SPP perbulannya sampai Rp4 juta lebih,” timpal Jamroni.

Masalah SPP, lanjut Dwi Catur Wati, kembali dibahas oleh pihak sekolah setelah kenaikan kelas XI. Setelah kenaikan kelas tersebut, dituturkan Dwi Catur Wati, Ilham anaknya sempat diskors 2 pekan agar melunasi tunggakan SPP. Dan orang tua murid dipanggil ke SMA Kebangsaan.

“Kami tadinya mau pindah sekolah saja, tapi ternyata kalau ada murid yang mau pindah sekolah dari SMA Kebangsaan kena pinalti sebesar Rp40 juta. Akhirnya berdasarkan kesepakatan, kami diminta untuk melampirkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dan dikenakan Rp500 ribu sebagai pengganti SPP,” ungkap wanita berhijab ini.

“Terus terang kami menyesal telah bersekolah di SMA Kebangsaan, begitu juga dengan Ilham mengatakan kepada kami orangtuanya. Selain biayanya mahal, ternyata tidak ada yang istimewa bersekolah di sana layaknya bersekolah di SMA Negeri,” tukas Jamroni seraya diamini oleh Dwi Catur Wati dan juga Ilham.

Bahkan oleh Ilham diungkapkan selama 3 tahun bersekolah di SMA Kebangsaan itu. Bagaimana aktifitas sehari-hari, suasana lingkungan, guru, fasilitas sekolah hingga pendidikan tambahan yang katanya pendidikan khusus untuk siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke Akmil maupun Akpol yang digelar pada setiap hari Sabtu setiap pekannya.

[Bersambung Jilid 3]

(row)