KALIANDA – Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Lampung Selatan (Disdukcapil Lamsel), Edi Firnandi mengungkapkan jika pihaknya telah melaksanakan pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) secara mobile atau dengan cara keliling di sejumlah kecamatan perbatasan selama 2 hari kerja setiap kecamatannya.
Pelayanan keliling tersebut meliputi perekaman data warga, cetak KTP, Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga. Masing-masing kecamatan perbatasan itu, yakni Kecamatan Tanjung Sari, Candipuro, Waysulan, Sragi dan Ketapang.
“Perintah pak Bupati Eggy (Radityo Egi Pratama) untuk dapat meningkatkan pelayanan yang sudah ada, kemudian kalau bisa di setiap kecamatan ada pelayanan. Karena keterbatasan peralatan, untuk sementara kita lakukan pelayanan keliling ke kecamatan-kecamatan tersebut secara mobile. Seperti jadwal hari ini, kami pelayanan di Kecamatan Candipuro selama 2 hari kemudian dilanjutkan ke Kecamatan Waysulan,” ujar Edi Firnandi seraya menjelaskan untuk jadwal pelayanan masing-masing kecamatan selama 2 hari dan kembali berotasi ke kecamatan awal begitu seterusnya, Selasa 4 Maret 2025.
Namun demikian, Edi mengungkapkan adanya tantangan baru untuk mewujudkan pelayanan di setiap kecamatan tersebut. Tantangan itu imbas dari kebijakan efisiensi anggaran untuk Kementerian dan Lembaga (K/L). Dimana selama ini biaya jaringan komunikasi data (Internet) untuk peralatan modem Machine to Machine (M2M) yang ada di 3 kecamatan, Natar, Jatiagung dan Tanjung Bintang di backup oleh pemerintah pusat melalui APBNt. Namun, terus Edi, Kemendagri melalui Dirjen Dukcapil mengeluarkan surat dengan nomor: 400.8.3.2/3125/Dukcapil tentang Penonaktifan Jaringan Komunikasi Data & Peralatan M2M di Kecamatan.
“Karena adanya efisiensi anggaran untuk Kementerian dan Lembaga, maka Kemendagri melalui Dirjen Dukcapil meminta Disdukcapil di kabupaten mengambil alih pembiayaan jaringan komunikasi data yang ada di kecamatan selama ini. Diperkirakan alokasi anggaran yang dibutuhkan kurang lebih sekitar Rp2 juta perbulan untuk setiap kecamatan tersebut,” imbuh Edi.
Kendati demikian, menurut Edi Firnandi, dengan program PAK KADES (Pelayanan Administrasi Kependudukan di Desa) yang memanfaatkan teknologi digital berupa aplikasi Sikades (Sistem Informasi Kependudukan Desa) sejatinya dapat menjawab seluruh tantangan terkait persoalan pelayanan adminduk, seperti jarak tempuh, peralatan hingga biaya data komunikasi (Internet). Namun masalahnya, sambung Edi, adalah political will dari masing-masing pimpinan dari setiap pemerintahan desa untuk benar-benar seriously menjalankan program tersebut.
“Soal program Pak Kades ini sudah saya laporkan juga secara langsung ke pak Bupati Eggy, bahwa dari 256 desa, baru hanya ada 120 desa yang berkomitmen melayani adminduk di desa dengan mengirimkan operator di desa untuk mengikuti pelatihan yang kami gelar. Jadi tadi solusinya pak bupati memanggil Dinas PMD, coba didorong dulu desa-desa ini supaya dapat memaksimalkan program Pak Kades dan segera akan dibuatkan surat edaran (SE) terkait masalah tersebut,” tutur Edi seraya mengaku kerap bingung dengan sikap pemerintahan desa yang kurang antusias dengan fasilitas pelayanan adminduk di desa yang diberikan pemkab.
(*)