KALIANDA – Soal kerja sama bantuan hukum desa diharuskan dengan organisasi PBH (Pemberi Bantuan Hukum) yang telah terakreditasi sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, Kepala Dinas PMD Kabupaten Lampung Selatan, Erdiansyah SH tak menampiknya. Namun demikian, dikatakan Erdiyansyah, dalam pengelolaan dana desa dirinya tetap berpegangan dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2024 dimana tidak diatur secara detail soal akreditasi tersebut.
“UU nomor 16 tentang Bantuan Hukum itu kan ranahnya Kementerian Hukum. Sedangkan desa tentunya, kita berpedoman pada UU Desa. Dinas PMD itu urusan desa, apalagi desanya sendiri. Sedangkan di UU Desa, terlebih Pasal 91 UU No 6 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan UU No 3 Tahun 2024 Tentang Desa mengatur desa dapat menjalin kerja sama antar desa atau dengan lembaga lainnya, asal tujuannya demi kemaslahatan masyarakat desa,” tutur Erdiansyah saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, Sabtu 22 Maret 2025.
Disinggung terkait penyaluran dana bantuan hukum yang dibiayai oleh dana desa, dimana diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Bantuan Hukum, pelaksanaan penyaluran dana bantuan hukum dilakukan melalui mekanisme reimbursement, lagi-lagi mantan Camat Kalianda dan Penengahan ini tidak dapat berkomentar karena soal teknis pembayaran tidak diatur secara khusus di dalam aturan terkait desa.
Kendati begitu, menurut dia, sama saja dengan UU Bantuan Hukum tadi, PP nomor 42 tersebut merupakan aturan turunan yang domainnya ada di Kementerian Hukum. Sedangkan mengenai pengelolaan keuangan desa, Erdiansyah berujar, jika dia masih berpedoman pada Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
“Beda server itu. PP no 42 itu kan tentang bantuan hukum, merupakan aturan turunan dari UU no 16 yang mengatur tentang bantuan hukum. Sedangkan yang kita pedomani, secara luas tentang dana desa. Tanpa menafikan UU terkait lainnya tersebut, fokus kita adalah dalam tata kelola keuangan desa, sebagaimana yang diatur dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa,” imbuhnya.
Untuk itu, Erdiansyah menghimbau kepada seluruh desa yang telah menjalin kerjasama dengan lembaga bantuan hukum supaya dalam pelaksanaannya dapat tertib administras sesuai dengan sistem keuangan desa yang berlaku. Sehingga menurut Erdiansyah perencanaan kegiatan bantuan hukum tersebut seyogyanya dapat disusun secara efektif, efisien dan sistematis.
Kegiatan bantuan hukum, terus Erdiansyah, dapat dilaksanakan baik secara litigasi (Sistem Peradilan) dan non-litigasi (Di luar Pengadilan). Untuk bantuan hukum ligitasi meliputi, pendampingan kasus hukum Pidana, Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) untuk seluruh tahapan kasus hukum. Sedangkan nonlitigasi, sambung Erdiansyah, mencakup konsultasi hukum, penyuluhan hukum, investigasi perkara, mediasi, negosiasi, penelitian hukum, pemberdayaan masyarakat, pendampingan di luar pengadilan, dan drafting dokumen hukum semisal Perdes. Disebutkan Erdi, jika pihak PMD juga sudah berkoordinasi dengan inspektorat untuk memastikan bahwa kerjasama tersebut betul dilaksanakan sesuai dengan MOU yang ada.
“Esensinya bantuan hukum dapat diberikan kepada siapapun warga masyarakat yang berhak menerima bantuan hukum dengan tujuan untuk menjamin dan memenuhi hak masyarakat kurang mampu agar mendapatkan akses dan pelayanan hukum yang adil tanpa pandang bulu. Selain itu bantuan hukum juga diberikan kepada penerima bantuan hukum, untuk mewujudkan setiap hak konstitusional warga negara agar mendapat persamaan kedudukan dalam hukum. Pemberian bantuan hukum juga dilakukan agar pelaksanaan hukum dapat diterima secara merata dan memastikan seluruh warga negara mendapatkan hak pelaksanaan keadilan hukum di Indonesia,” pungkasnya.
(*)