KALIANDA – Pembelian 1 unit Autoclave impor dengan merk Tuttnauer T-Max 8-2V Door, yakni alkes untuk sterilisasi alat-alat medis pada CSSD (Central Sterile Supply Departement) oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bob Bazzar Kalianda pada tahun anggaran 2024 sepertinya bakal berbuntut panjang.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 Tentang Pemberdayaan Industri, pejabat pengadaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bob Bazzar Kalianda terancam denda hingga pemberhentian dari jabatan.
“Bagi pejabat pengadaan barang atau jasa, sanksi yang dikenakan berupa denda sebesar 1 persen dari nilai kontrak pengadaan barang atau jasa maksimal Rp 500 juta atau pemberhentian dari jabatan, sesuai dengan pasal 107 dan pasal 108, PP No 29 Tahun 2018,” kata Pemerhati Sosial Andi Apriyanto seraya mengatakan hal sanksi ini diluar indikasi kerugian keuangan negara, Kamis 27 Februari 2024.
Menurut Andi, sesuai dengan Beleid tersebut, kewajiban penggunaan produk dalam negeri dilakukan dari sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan barang dan jasa itu dilaksanakan.
“Didalam PP 29 itu juga mewajibkan pihak manajemen RS Bob Bazzar mengumumkan kebutuhan tahunan barang atau jasa yang akan digunakan melalui media elektronik, media cetak atau melalui sistem informasi industri nasional,” imbuhnya.
Sebelumnya terungkap adanya dugaan penyimpangan dan ketidaksesuaian regulasi dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa (PBJ) di UPTD RSUD Bob Bazzar yang menggunakan anggaran dana alokasi khusus (DAK) 2024.
Kali ini, fasilitas kesehatan besutan dr Renny Indrayani itu kedapatan belanja secara elektronik (E-Purchasing) produk peralatan rumah sakit dari luar negeri alias barang impor. Yakni alat untuk sterilisasi alat-alat medis pada CSSD dengan merk Tuttnauer T-Max 8-2V Door pada aplikasi E-Katalog sektoral senilai Rp2,5 M ditambah ongkos kirim Rp80juta total Rp2.635.000.000,-
Padahal, di dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diatur tentang kewajiban penggunaan produk di dalam negeri.
Dimana pada pasal 66 Perpres no 12 tersebut mengatur mengenai Kewajiban penggunaan produk dalam negeri yang dilakukan apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40% (empat puluh persen).
“Pengecualian kewajiban penggunaan produk dalam negeri itu, atau maksudnya dibolehkan pembelian barang impor, diatur pada pasal 66 ayat (5) huruf A dan B, bahwa pengecualian itu, jika barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri atau huruf B, Volume dalam Negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan,” ujar Aqrobin AM, selaku Ketua LSM Pro Rakyat kepada LR, Selasa 4 Februari 2024 silam.
Sedangkan menurut warga Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan ini, pada aplikasi E-Katalog, masih banyak produk Steam Sterilizer lokal yang memiliki sertifikat TKDN minimal 40% bahkan lebih. Bahkan, terus Aqrobin, ada alat Steam Sterilizer dengan TKDN minimal 40% dan spesifikasi teknis yang sama dengan produk impor tersebut, tapi malah ditawarkan dengan harga lebih murah.
“Dari penelusuran kami di E-Katalog, ada sejumlah produk Steam Sterilizer yang memiliki TKDN dan BMP minimal 40% bahkan lebih, hasil penelusuran kami itu diantaranya Steam Sterilizer dengan Merk Fastpec, Shinva, dan Sterimaste dan Antiku Steraclav 800,” imbuh Aqrobin seraya menambahkan rerata baik Steam Sterilizer import maupun yang lokal ditawarkan dengan harga yang tidak jauh berbeda.
Bahkan Aqrobin mengungkapkan, meskipun pada tayangan etalase E-Katalog, oleh sang penyedia, yakni PT Surgika Alkesindo, bahwa produk itu merupakan impor dan pabrikan asal negara Belanda. Namun, Aqrobin mengungkapkan fakta bahwa sejatinya alat Steam Sterilizer CSSD dengan merk Tuttnauer T-Max 8-2V Door adalah buatan negara Israel.
“Dari riset dan penelusuran kami, transaksi ekspor-impor alat alat Steam Sterilizer CSSD khusus dengan merk Tuttnauer dengan type T-Max 8-2V Door itu hanya pernah di import oleh negara India dari Israel pada 07 Februari 2024 silam, dengan kode HSN : 84192010,” beber Aqrobin.
Harga belinya pun, sambung Aqrobin, hanya sekitar U$26.519.99 oleh pemasok asal India dari pabrikan di Israel. Atau jika dikonversikan dengan kurs rupiah Rp15 ribu per dolar AS, maka steam Sterilizer Tuttnauer T-Max8-2V itu hanya bermodal dengan harga sekitar Rp397.799.850,-
“Beli dari Israel dengan modal hanya hampir Rp400 juta, ditambah biaya pengiriman dan lain sebagainya, di Indonesia, khususnya di Kalianda Lampung Selatan bisa laku Rp2,5 M. Kan luar biasa cara berdagang orang luar ini terhadap negara kita yang perilakunya konsumtif,” tukas dia.
Terakhir, Aqrobin berharap ada audit secara komprehensif oleh lembaga auditor seperti BPK, BPKP atau pun auditor yang berasal dari APIP seperti Inspektorat. Karena menurut dia, tidak menutup kemungkinan penyimpangan dalam PBJ oleh RSUD Bob Bazzar mengakibatkan kerugian keuangan negara.
“Kita berharap masalah PBJ di RSUD Bob Bazzar ini dapat direspon secara positif oleh pihak terkait ataupun stakeholder. Hal ini bertujuan untuk mencegah dan menindak segala sesuatu perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara,” pungkasnya.
(*)