KALIANDA – Direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Lampung Selatan Maju, Edy Setiawan mengatakan, pemotongan penghasilan (Gaji) PNS melalui sistem payrol untuk pembayaran langganan beras ke BUMD, atas persetujuan dari masing-masing PNS yang bersangkutan. Persetujuan PNS tersebut, terus Edi, didelegasikan melalui masing-masing bendahara OPD.
“Awal bisnis beras ini, transaksi masih dilakukan secara manual dengan penawaran ke PNS, beras yang kami jual adalah beras kualitas premium, harga dibawah harga pasaran dan diantarkan langsung ke kantor OPD tempat PNS bekerja pada saat sebelum gajian dan kemudian boleh dibayarkan setelah penerimaan gaji,” ujar Edy, Kamis 24 April 2025.
Namun dalam perjalanannya, terus Edy, pembayaran langganan beras tersebut dikoreksi oleh inspektorat, diarahkan supaya melalui mekanisme online dengan sistem payrol. Hal tersebut menurut Inspektorat supaya lebih efektif, efisien dan akuntabel serta mengurangi resiko umur piutang dalam istilah bisnis. Hal tersebut disampaikan oleh Inspektorat pada saat dilakukannya monitoring.
“Pada saat itu transaksi keseluruhannya masih secara manual. Tapi dalam perjalanannya ada yang tertib namun tidak sedikit juga yang molor hingga berminggu-minggu dari waktu pembayaran penghasilan PNS (Gajian),” imbuh Edy.
Atas rekomendasi inspektorat tersebut, Edi menyebutkan menindaklanjuti dengan menyampaikan kepada kostumer melalui OPD masing-masing, bahwa mana-mana saja PNS yang bersedia transaksi pembayaran dilakukan secara online dengan sistem payrol agar ditindaklanjuti dengan pihak Bank Lampung.
Namun begitu, sambung Edy, dalam proses pengajuan pembayaran langganan beras dengan mekanisme potong gaji PNS melalui rekening Bank Pembangunan Daerah (BPD) itu, ditegaskan Edi, telah dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku di Bank Lampung. Seperti pengisian form pengajuan dan administrasi lainnya. Edi juga memastikan, baik itu untuk berlangganan beras maupun sistem pembayaran, kepada kustomer tidak dilakukan dengan cara pemaksaan
“Kemudian kami sampaikan saran tersebut melalui bendahara OPD. Setelahnya kemudian, data-data PNS yang bersedia transaksi dilakukan secara online tersebut kami rekapitulasi untuk ditindaklanjuti dengan pihak Bank Lampung sesuai sebagaimana mekanisme yang berlaku di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Cabang Kalianda. Disini saya tegaskan tidak ada pemaksaan. Buktinya, kurang lebih hanya sekitar 10% saja dari keseluruhan jumlah PNS yang berlangganan beras kami,” tukas Edi.
Kendati demikian, Edi tak menampik, jika secara administrasi memang ada kekurangan. Tertib administrasinya memang ada kurang cakap. Dimana diakui Edi, atas petunjuk jaksa beberapa waktu lalu, persetujuan masing-masing PNS tersebut mestinya dituangkan secara tertulis dan dibubuhi dengan Materai Rp10.000. Atas koreksi pihak kejaksaan negeri tersebut, Edi menyatakan apresiasinya.
“Memang ada rekomendasi dari Kejari Lampung Selatan supaya persetujuan PNS untuk pembayaran langganan beras dengan sistem payrol itu, kalau istilah jaksa dilampirkan surat kuasa bermaterai. Alhasil, tanpa ada tendensi apapun, kami di BUMD mengapresiasi dan sangat berterima kasih, karena masih ada pihak ekstern yang secara proaktif mau membantu kami dengan cara mengkoreksi kinerja kami yang kurang tepat supaya menjadi lebih baik lagi,” tutur mantan jurnalis Radar Lampung ini.
Sementara, hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan maupun konfirmasi dari pihak Kantor Bank Lampung Cabang Kalianda. Sejumlah pegawai yang dihubungi menolak berkomentar dan menyarankan agar konfirmasi langsung ke pimpinan.
“Bukan kompetensi saya untuk menanggapi Bang, sementara ini pimpinan memang sedang tidak berada di kantor. Ada kegiatan di luar, nanti akan saya laporkan dahulu masalah ini ke pimpinan,” ujarnya seraya mewanti-wanti tidak menyebutkan identitasnya.
(*)