KALIANDA – Pemerhati Sosial di Lampung Selatan, Andi Apriyanto menganggap pihak pengelola parkir RSUD Bob Bazzar, PT Agung Berkah Grup (ABG) telah melakukan tindakan pungutan liar (Pungli) karena berlakukan tarif parkir tidak sesuai dengan Perda Kabupaten Lampung Selatan Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Selaku pengelola parkir RSUD, PT ABG diketahui telah menerapkan tarif parkir progresif terhadap pengunjung fasyankes tersebut. Menurut Andi apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan tersebut merupakan suatu tindakan ilegal karena dilakukan tanpa memiliki dasar serta sandaran hukum yang jelas. Padahal patut dipahami, terkait tarif parkir progresif itu, memang belum diatur pelaksanaannya di daerah Lampung Selatan.
“Dalam Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada aturan tersebut disebutkan, bahwa besaran tarif parkir dihitung berdasarkan rumus perhitungan tarif dan ditetapkan dengan Perda,” ujar Andi, Rabu 7 Mei 2025.
Menurut dia, penerapan tarif parkir, baik itu oleh pihak ketiga maupun oleh perangkat daerah terkait, wajib dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, bahwa di dalam Perda Nomor 1 tersebut, tarif penyediaan tempat parkir khusus di luar badan jalan ditetapkan Rp5000 untuk kendaraan mobil dan Rp2000 bagi kendaraan motor untuk sekali parkir.
“Hal ini bisa dikategorikan tindakan pungli, bahkan jelas-jelas masalah ini terjadi di depan mata. Tim saber pungli harusnya sudah bisa langsung periksa atau bergerak, lakukan sidak ke lokasi parkir RSUD Bob Bazzar. Kalau masalah seperti ini selalu dibiarkan maka akan menjadi preseden buruk di mata masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah bakal tergerus, klimaksnya masyarakat bisa menjadi skeptis dan menolak untuk taat membayar retribusi parkir,” imbuh Andi.
Di sisi lain, Andi mempertanyakan peran pengawasan dari stakeholder, baik itu dari RSUD Bob Bazzar selaku pihak pengguna jasa ataupun dari Dinas Perhubungan setempat sebagai perangkat daerah pengampu. Dikatakan Andi, masalah seperti ini memang kerap terjadi di Lampung Selatan, bahwa adanya urusan kepentingan publik yang dirugikan, namun kesannya malah terjadi pembiaran, cuek tak ada inisiatif ataupun perduli dan tak jarang berujung saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab.
Menurut Andi, persoalan tersebut terjadi karena memang ada masalah pada sikap mental pada pejabat berwenang. Kebanyakan pejabat, terus Andi, tidak punya mental sebagai seorang pelayan masyarakat, malah cenderung minta dilayani karena merasa memiliki kedudukan. Selain itu, kurangnya ada rasa memiliki dan juga rasa tanggung jawab, bahwa sejatinya tugas utama mereka adalah seorang pelayan masyarakat dan untuk itu wajib memberikan yang terbaik kepada publik.
“Jangan lupa, tupoksi utama dari ASN itu adalah melayani masyarakat. Apapun bidang ataupun instansinya, esensinya sebagai seorang pegawai negeri adalah pelayan masyarakat, dengan harapan hal itu dilakukan dengan sepenuh hati,” imbuh Andi seraya mengatakan maka patut pejabat-pejabat tersebut dievaluasi sebagai upaya pembinaan dan penyegaran dalam organisasi perangkat daerah.
“Kepala daerah tentunya butuh kepala OPD yang gesit, tanggap dan fokus pada pelayanan publik. Selain itu, harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan daerah, mampu berkolaborasi dengan OPD lain, serta profesionalisme, meritokrasi dan taat serta patuh terhadap hukum,” pungkasnya.
(*)