HIMEL ‘Haramkan’ SiLPA di Lampung Selatan

KALIANDA – Pasangan calon Bupati Lampung Selatan nomor urut 3, Hi Hipni SE – Melin H Wijaya (HIMEL) “Haramkan” SiLpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) dalam pengelolaan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Didalam acara Debat Publik Pemilihan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Selatan yang digelar KPU di Kecamatan Natar, paslon nomor urut 3 Himel mengkritisi program Petani Berjaya milik paslon nomor 2 dan kinerja paslon incumbent nomor urut 1 dengan tingginya SiLPA 3 tahun anggaran berturut-turut yang mencapai Rp200 Miliyar.

“Untuk mengejar ketertinggalan, Lampung Selatan sangat butuh banyak dana, baik untuk pembangunan infrastruktur, Pendidikan, Kesehatan, kegiatan sosial seperti pembangunan rumah rakyat yang tidak layak, setidaknya saat ini ada sekitar 16.200 rumah masyarakat yang butuh perbaikan. Jika Hipni – Melin memimpin, SiLPA tidak akan pernah terjadi,” jawab Hipni dalam Debat Publik Calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Selatan yang digelar, Senin malam 30 November 2020.

Dalam debat itu, Hipni juga mengungkapkan masalah pertanian di Lampung Selatan seperti kelangkaan pupuk subsidi. Menurut anggota DPRD Lamsel 2 periode itu, masalah pupuk subsidi yang peruntukannya tanaman pangan adalah di pengawasan distribusi. Dengan spek yang sama, pupuk subsidi tentu lebih murah dibanding pupuk non subsidi.

“Kuota pupuk didalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) tiap tahun jumlahnya segitu-segitu saja. Sedangkan lahan pertanian, tiap tahun jumlahnya pasti meningkat. Alhasil, pupuk subsidi menjadi incaran banyak pihak diluar kuota penerima. Jadi pengawasan menjadi salah satu kunci kelancaran, ketepatan dan akuntabilitas pupuk bersubsidi,” tukas pasangan Melin H Wijaya dalam pilkada ini.

Lebih lanjut, pria kelahiran Kecamatan Palas itu mengkritik program Petani Berjaya yang tidak jelas sumber pembiayaannya. Hipni juga mengkritik keras mengenai ‘lips service’ stabilisasi harga komoditas pertanian saat panen. Sebagai pengusaha hasil pertanian, Hipni menegaskan tidak ada pihak yang dapat mengatur harga selain pasar.

“Tidak ada itu stabilisasi harga. Yang dibutuhkan petani adalah mengurangi ongkos produksi, seperti jalan yang bagus, alat bantu pengolahan komoditi untuk meningkatkan kualitas. Berbeda dengan program Petani Bangkit, program ini sudah dari jauh hari kami susun. Bahwa, pemerintah daerah mengakomodir pinjaman lunak petani dengan pihak Perbankan. Selama ini petani kesulitan modal, dan pihak Perbankan butuh jaminan. Disinilah pemerintah hadir untuk rakyatnya,” pungkas Hipni.

(row)