KALIANDA – Koperasi Desa Merah Putih disebut-sebut sebagai salah satu wujud Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam upaya pemerataan ekonomi. Diproyeksikan sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat, Koperasi Desa Merah Putih diharapkan dapat memperkuat ekonomi desa, distribusi pangan lebih efisien, dan kesejahteraan masyarakat pedesaan jadi meningkat.
Kopdes dalam persiapan peluncurannya menawarkan sejumlah manfaat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Seperti akses modal yang lebih mudah, masyarakat desa bisa mengembangkan usaha pertanian, peternakan, dan industri kecil tanpa harus bergantung pada pinjaman berbunga tinggi.
Kemudian Kopdes juga dapat memperkuat ketahanan ekonomi desa. Koperasi ini digadang-gadang bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi ketimpangan ekonomi antara desa dan kota, serta menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berbasis komunitas.
Sebagai langkah awal, setiap desa yang ditargetkan membentuk koperasi, diwajibkan menyelenggarakan musyawarah desa khusus (Musdesus). Dalam forum ini bakal disepakati sejumlah permufakatan, seperti pembentukan koperasi, anggaran dasar awal seperti nama, jenis usaha, modal dasar, keanggotaan awal, dan lainnya serta pemilihan calon pengurus/pengawas koperasi. Hasil musyawarah desa ini nantinya sebagai acuan pelaksanaan rapat pendirian koperasi.
Setelah itu, para pendiri melaksanakan rapat pendirian yang hasilnya dituangkan ke dalam Berita Acara Pendirian yang dilengkapi dengan dokumen pendukung diajukan kepada notaris pembuat akta koperasi (NPAK).
Notaris akan membuat Akta Pendirian Koperasi sesuai ketentuan hukum. Selanjutnya diajukan permohonan pengesahan koperasi ke Kementerian Hukum untuk mendapatkan pengesahan badan hukum.
Lebih lanjut, pembentukan Koperasi Desa Merah Putih dilakukan dengan tiga model pendekatan didahului dengan musdesus tadi, menyesuaikan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah:
1. Pembentukan koperasi baru dilaksanakan di desa-desa yang belum memiliki koperasi. Model ini membentuk koperasi dari nol dengan menghimpun anggota baru, modal awal, dan merintis unit usaha sesuai potensi desa.
2. Pengembangan koperasi yang sudah ada diterapkan pada desa yang telah memiliki koperasi aktif dengan kinerja cukup baik. Alih-alih mendirikan entitas baru, program akan mengembangkan koperasi eksisting tersebut agar kapasitasnya meningkat dan cakupan usahanya meluas.
3. Revitalisasi koperasi dilakukan pada koperasi desa yang sudah ada namun tidak aktif/lemah. Revitalisasi koperasi-koperasi lemah ini melalui restrukturisasi manajemen dan atau kemungkinan penggabungan (merger) dengan koperasi lain bila diperlukan.
Jika pilihannya pada nomor 1, membentuk koperasi dari nol, maka sebisa mungkin desa dapat merekrut pengurus yang memiliki pengetahuan, keterampilan atau minimal pengalaman di dunia usaha koperasi. Maju berkembangnya koperasi tak luput bagaimana SDM yang mengelolanya.
Namun jika pilihan jatuh pada nomor 2, pengembangan terhadap koperasi yang ada, hal ini merupakan keputusan cerdas. Desa tidak perlu terlalu khawatir dalam pengembangan usahanya, karena koperasi awal memiliki catatan dan pengalaman yang baik. Kendati begitu, yang tidak boleh luput dari perhatian desa adalah, pertama memastikan koperasi tersebut memang telah memiliki legalitas badan hukum.
Kemudian, koperasi itu memiliki sertifikat NIK grade C, yakni koperasi yang bersertifikat melaksanakan RAT (Rapat Akhir Tahun) minimal 1 kali dalam 3 tahun terakhir, dan yang tak kalah penting koperasi tersebut dinilai memang aktif dan memiliki kinerja yang baik.
Terakhir, jika pilihannya jatuh pada nomor 3, revitalisasi terhadap koperasi yang nonaktif atau berkinerja lemah, maka pihak desa wajib memperhatikan 2 alasan utama menggandeng ‘Koperasi Gagal’ tersebut, yang pertama yakni: Aset yang dimiliki dan yang kedua: Kewajiban Koperasi.
Penilaian terhadap aset yang dimiliki menentukan seberapa banyak manfaat yang didapat dengan merevitalisasi koperasi tersebut. Seperti aset gedung bangun untuk kantor, kendaraan bermotor, SDM yang handal dan berpengalaman dan aset lain yang terhitung membawa tambahan manfaat. Sebagai contoh adalah KUD (Koperasi Unit Desa) yang pernah berjaya pada masa Presiden Soeharto.
Kemudian yang kedua soal kewajiban koperasi, yakni kewajiban koperasi tersebut terhadap hutang-piutang. Jangan sampai ‘Dosa Masalalu’ koperasi yang ingin direvitalisasi tersebut malah jadi menambah beban dalam perjalanan usaha Kopdes Merah Putih nantinya.
Artinya, atas tawaran 3 model pembentukan koperasi tersebut yang perlu diperhatikan adalah untung-rugi, resiko, kebutuhan dan penyesuaian potensi. Maka tak salah jika stakeholder, seperti Dinas Koperasi di Kabupaten memberikan perhatian khusus terhadap putusan langkah-langkah awal pembentukan koperasi yang ternyata jika diperhatikan secara seksama memiliki dampak krusial dalam perjalanan Kopdes Merah Putih itu nantinya.
Selain resiko pengembangan usaha tadi, seperti halnya program berbasis anggaran negara lainnya, selalu ada ketakutan resiko lainnya, bahwa dana koperasi bisa disalahgunakan untuk pribadi ataupun kepentingan politik tertentu.
Namun, dengan sistem pengawasan yang baik, misalnya melalui partisipasi aktif masyarakat dan digitalisasi laporan keuangan, koperasi ini justru bisa menjadi model baru bagi transparansi pengelolaan dana desa di Indonesia.
Dengan pendekatan yang transparan, partisipatif, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, koperasi desa ini sangat bisa menjadi warisan penting bagi sejarah perjalanan pembangunan desa di Indonesia.
Ini adalah saatnya bagi pemerintah, kepala desa, dan masyarakat untuk berkolaborasi, memastikan bahwa koperasi ini benar-benar membawa perubahan positif dan bukan hanya menjadi wacana politik semata.
Seyogyanya program ini akan dikawal terus agar berjalan efektif dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat sebagai kebijakan strategis untuk memperkuat ekonomi desa.
Indonesia kuat dan maju jika desa kuat dan juga maju. Cerminan Indonesia ada di desa. Desa kuat dan maju, adalah Indonesia yang kuat dan berdikari. Koperasi Desa Merah Putih bisa menjadi langkah awal menuju masa depan yang lebih mandiri dan sejahtera.
Ricky Oktoro Wiwoho
(Wartawan Madya)