KALIANDA – Dari awal perkara dugaan penggunaan ijazah paket C anggota DPRD Lampung Selatan, Supriati, ini bergulir, upaya Trial by The Press (Menciptakan opini publik melalui media) nampak kental kentara.
Publikasi media oleh LBH Al Bantani selaku tim penasehat hukum (PH) dari terdakwa Ahmad Syahrudin selaku Kepala PKBM Bougenville, dilakukan dengan terstruktur, sistematis dan masif. Narasi yang dibangun yakni, menyeret-nyeret nama Wakil Ketua I DPRD Lamsel, Merik Havit sebagai dalang terjadinya peristiwa pidana itu.
Ironisnya, pernyataan adanya keterlibatan anggota legislatif dengan perolehan suara sebanyak 8 ribu lebih itu, oleh Djainuri Cs hanya bermodalkan keterangan sepihak dari klien mereka, Syahrudin. Keterangan sepihak Syahrudin itu bahkan, diyakini tanpa didukung dengan alat bukti apapun.
Jika tidak, sedari awal penyidikan perkara, barang tentu eks Kepala BBHAR Lamsel itu sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Lampung. Barang siapa yang mendalilkan, dia wajib membuktikan.
Diduga, motiv yang melatarbelakanginya adalah pesanan dari pihak tertentu dengan tujuan kepentingan politik. Kursi panas pimpinan DPRD kah?
Menurut catatan LR, pasca penetapan 2 tersangka, Supriati dan Syahrudin oleh Polda Lampung pada medio pertengahan Desember 2024, pada Minggu ketiga Januari 2025, awal dari kuasa hukum dari LBH Al Bantani yang dikomandoi oleh Djainuri M Nasir SH, Adiyana SH dan Eko Umaidi SH membangun narasi di media melalui jumpa pers, bahwa ada peran Merik Havit dalam perkara tersebut sebagai dalang yang mengotaki.
Tak puas hanya disitu, manuver tim kuasa hukum LBH Al Bantani pun berlanjut dengan mengadukan anggota DPRD Lamsel dari daerah pemilihan I, meliputi Kecamatan Kalianda dan Rajabasa itu ke Badan Kehormatan (BK) DPRD setempat, pada awal Februari 2025.
Laporan oleh LBH Al Bantani atas dugaan keterlibatan anggota fraksi PDI-P itu atas penggunaan ijazah paket C palsu Supriati. Seperti yang diduga laporan ke BK tersebut pun diiringi dengan blow up ke media-media secara masif.
Berlanjut masuk masa persidangan. Sidang perdana pada 27 Mei 2025 silam dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU, lagi-lagi LBH Al Bantani menggelar jumpa pers di sebuah rumah makan di bilangan Pasar Inpres Kalianda.
Djainuri sebagai motor tim penasehat hukum, menyatakan keberatan dengan surat dakwaan yang tidak mencantumkan peran pimpinan DPRD itu. Tujuannya, mencari momen untuk diramaikan di media.
Puncaknya adalah penyebaran berita bohong yang diduga dilakukan oleh oknum anggota penasehat hukum yang lagi-lagi masif dilansir oleh sejumlah media daring, baik dengan tajuk maupun headline berita yang menyebutkan “Saksi Ahli Pidana Yakin Ada Dalang Dibalik Kasus Ijazah Palsu”
Penyebaran berita bohong tersebut boleh dikategorikan merupakan Contempt Of Court (CoC) atau penghinaan terhadap pengadilan, yakni tindakan atau perilaku yang merendahkan, mengganggu, atau melecehkan proses peradilan dan lembaga pengadilan.
Menyebarkan informasi palsu atau berita bohong tentang jalannya persidangan ialah Contempt Ex Facie Curiae (Penghinaan di Luar Pengadilan). Penghinaan ini terjadi di luar ruang sidang, tetapi tetap berhubungan dengan proses peradilan.
“Tidak mungkin para terdakwa ini berdiri sendiri, pasti ada yang menyuruh. Itu keyakinan saya sebagai Ahli yang Mulia,” kata Dr. Heni Siswanto, lulusan S3 Hukum Undip seperti yang dilansir oleh lampung.viva.co.id pada Kamis 10 Juli 2025 pekan lalu.
Ahli pidana dari Universitas Lampung (Unila), DR Heni Siswanto SH MH sejatinya dihadirkan oleh JPU dalam persidangan yang digelar di ruang Cakra pada Kamis 9 Juli pekan kemarin untuk dimintai pandangannya selaku ahl pidana terkait dengan perkara tersebut.
Namun demikian, Heni Siswanto terkaget-kaget saat disodorkan link berita yang menyebutkan bahwa dirinya dalam persidangan, meyakini adanya dalang dalam perkara tersebut. Karena menurut dia, apa yang dia sampaikan dalam persidangan itu tidak ada menyinggung-nyinggung ada dalang, pihak ketiga dengan penyertaan pasal 55 KUHP karena ada yang menyuruh.
“Tidak (benar). Saya tidak pernah menyampaikan keterangan (Dalam persidangan) terkait ada dalang itu,” ujar Heni Siswanto kepada Lampung Raya melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, 1 hari pasca persidangan, Jumat 11 Juli 2025, pekan lalu.
Sejatinya, Heni Siswanto memberikan keterangan atau pendapat selaku ahli pidana, terkait dengan keabsahan ijazah yang diterbitkan oleh PKBM Bougenville kaitannya dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN).
Kemudian menjawab beberapa poin pertanyaan majelis hakim, seperti pertanyaan, apakah memungkinkan Pasal 68 dan 69 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) bisa masuk ke ranah delik umum sesuai Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen.
Kemudian, apa jadinya penyebaran berita bohong melalui media mainstream secara terus-menerus dan masif dibiarkan. Ironisnya, tanpa liputan secara langsung, media bisa menyiarkan suatu hasil tahap persidangan perkara di pengadilan. Bahwa informasi yang disiarkan seolah-olah adalah fakta persidangan. Tujuannya tentu, adalah menggiring terbentuknya opini masyarakat (Trial by The Press) terhadap suatu perkara.
Skenarionya mungkin bisa ditebak, pengadilan yang awalnya sepi, menjelang putusan, bakal diramaikan oleh massa (Bayaran), yang mana rencananya bakal ikut secara langsung memberikan tekanan kepada majelis hakim.
Komentar negatif publik atas integritas hakim jika putusan tidak berkesesuaian pun mulai marak mewarnai proses peradilan yang sedang berjalan. Tak mustahil dibumbui ancaman ‘Rusuh’ bakal membayangi. Suatu skenario yang bisa saja terjadi, karena sudah banyak contoh kasus terjadi.
Atau dampak minimalnya, dengan menyebarkan informasi palsu atau berita bohong tentang jalannya persidangan, dapat merusak kepercayaan publik terhadap dunia peradilan. Berita bohong dapat merusak citra pengadilan dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap integritas proses peradilan.
Selain berpotensi menciptakan kerusuhan, berita bohong dapat mengganggu jalannya persidangan, misalnya dengan mengintimidasi saksi, hakim, atau jaksa.
Informasi palsu juga dapat digunakan sebagai alat untuk menekan hakim atau mempengaruhi putusan pengadilan.
Sementara, Ketua PN Kalianda Arizal Anwar saat ingin ditemui di PN Kalianda untuk dimintai tanggapannya terkait dengan dugaan adanya Contempt Of Court dengan penyebaran berita bohong, belum dapat ditemui. Menurut pegawai PN yang LR temui, agenda Ketua PN sedang Zoom meeting.
“Silahkan isi buku tamu, kalau bapak ketua (PN) saat ini sedang zoom meeting. Nanti apa keperluannya bisa saya sampaikan,” kata salah satu pegawai PN Kalianda, Iyan.
(*)










