KALIANDA – Temuan tak disengaja berujung fakta. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan hasil survey untuk Pilkada Lampung Selatan oleh Poltracking Indonesia yang dilansir Selasa 15 Oktober 2024 hari ini. Poltracking menempatkan simulasi head-to-head, Egi-Syaiful meraih elektabilitas sebesar 51,1 persen. Sedangkan pasangan petahana Nanang Ermanto-Antoni Imam hanya mendapatkan 43,8 persen.
Kembali kepada temuan, adalah 21 Agustus 2024 silam sejumlah warga Desa Merbau Mataram Kecamatan Merbau Mataram geruduk posko timses bakal calon ERP yang kerap bagikan stiker dan kaos ERP dan uang Rp100 ribu di sejumlah desa di kecamatan setempat dengan cara door to door, rumah ke rumah.
Di posko tersebut, warga menemukan 10 orang dari total 20 orang jumlah keseluruhan orang timses ERP di posko tersebut. Sebagian besar dari mereka mengaku sebagai mahasiswa dari sejumlah Universitas di Lampung seperti Unila, Poltekes dan UIN. Terbanyak dari Unila dari 2 fakultas, yakni FKIP dan Pertanian.
Menariknya, salah satu dari 10 orang tersebut terindentifikasi sebagai pekerja dari lembaga survey Poltracking Indonesia. Atau lebih tepatnya, pria bertubuh tambun dengan nama Amiza Rezika adalah sebagai koordinator surveyor Poltracking Indonesia untuk wilayah Lampung.
Sejumlah spekulasi dari berbagai pihak pun menyeruak. Bahkan, Ketua Ormas Sapu Jagad Lampung Selatan, Zulfijar dengan tegas menduga bahwa lembaga survey bonafid tersebut merangkap sebagai konsultan politik bagi bakal calon ERP.
Bahkan, Zulfijar kala itu sudah menduga bahwa Poltracking dalam menjalankan misinya bakal menggelar survei yang akan memenangkan ERP dalam rilisnya. Dengan begitu, Zulpijar wanti-wanti berharap lembaga survey tersebut tetap pada koridor terhadap hasil survey dengan berpegangan pada kode etik untuk menjaga integritas, transparansi dan independen.
Hasil survey, terus Zulpijar, tidak untuk dijadikan alat propaganda untuk menggiring opini masyarakat.
“Lembaga survey boleh saja salah soal hasil survey, tapi pantang bohong. Apalagi tujuannya sebagai alat propaganda untuk menggiring opini publik. Hal ini yang mestinya diwaspadai oleh semua pihak dari sejak awal,” tutur Zulpijar kala itu pada medio Selasa 27 Agustus 2024 silam.
Selain itu, sebagai langkah antisipatif agar pelaksanaan Pilkada tetap berjalan dengan semangat demokrasi, Zulfijar beranggapan Poltracking yang dia duga sebagai bagian dari tim sukses pemenangan calon kepala daerah, harus membuka sumber dana ke publik. Karena menurutnya dana yang digunakan lembaga survei yang menjadi bagian tim pemenangan, tergolong biaya kampanye. Maka, penggunaan dana itu harus dilaporkan.
“Itu bagian dari tim pemenangan. Bisa masuk kategori dana kampanye atau pendampingan kampanye untuk mendampingi bagaimana popularitas seseorang kandidat bisa naik,” imbuh Zulfijar.
Pertanyaannya kemudian, dari puluhan lembaga survey yang ada di Indonesia, apakah sangat kebetulan jika berujung fakta adalah Poltracking Indonesia yang melakukan survey untuk Pilkada Lampung Selatan? Wallahu A’lam Bishawab.
(Ricky Oktoro Wiwoho)