Soal Rilis Survey Pilkada Lampung Selatan 2024, Sapu Jagad Minta Poltracking Buka Pihak Penyandang Dana !

KALIANDA – Soal survey elektabilitas kandidat Pilkada Lampung Selatan 2024 oleh lembaga survey Poltracking Indonesia yang dirilis pada Selasa 15 Oktober 2024 kemarin, Ketua Sapu Jagad Lampung Selatan, Zulfijar SE minta lembaga survey tersebut buka siapa pihak penyandang dana.

Zulfijar mengatakan, telah dari jauh hari dirinya telah menduga jika Poltracking merangkap sebagai konsultan politik salah satu paslon di Pilkada Lamsel. Sehingga, ada kecenderungan berupaya menggiring opini publik untuk paslon pilkada tertentu.

“Sudah jauh hari sebelumnya kami telah menduga ada lembaga survey merangkap sebagai konsultan politik untuk salah satu paslon pilkada Lampung Selatan. Kita bisa lihat itu, pasca terindentifikasinya koordinator surveyor Poltracking sebagai salah satu relawan paslon 02 yang sempat diamankan oleh warga Kecamatan Merbau Mataram. Untuk itu, kami minta kepada Poltracking Indonesia untuk membuka siapa pihak penyandang dana survey tersebut,” kata Zulfijar kepada wartawan, Rabu 16 Oktober 2024.

Alhasil, dia pun menyoroti adanya indikasi rilis hasil survey tersebut merupakan upaya penggiringan opini publik serta pemanfaatan bandwagon effect, apalagi berkenaan dengan elektabilitas para calon

Untuk melindungi kepentingan publik, terus Zulfijar, keterlibatan lembaga survei dalam pilkada perlu diatur kembali. Lembaga survei, kata dia, tidak boleh mendapatkan keuntungan finansial dari partai politik atau kandidat tertentu tanpa mendeklarasikan siapa pihak atau kandidat yang membiayai mereka.

“Bukan hanya dipengaruhi persoalan metodologi, tapi juga menyembunyikan bias imagologi. Survei-survei tersebut, seolah-olah hendak mengkampanyekan citra bahwa pasangan nomor urut 01 adalah ‘underdog’ yang tak menjanjikan. Lembaga survei sekarang terjebak dalam perangkap sebagai konsultan politik. Padahal antara keduanya, baik konsultan politik maupun lembaga survey memiliki kepentingan dan ruang yang berbeda,” imbuh pria berdarah Suku Semende ini.

Menurut dia, kebenaran hasil survey dan polling sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Misalnya, bagaimana Anda menjaring responden, bagaimana penyebaran responden, kapan survei dilakukan.

Jika dilakukan beberapa hari setelah ‘menumpahkan’ ratusan ribu liter minyak goreng kepada masyarakat, tentu saja hasil survey sangat menguntungkan bagi pihak yang bagi-bagi sembako tersebut.

Kemudian, faktor lainnya adalah bagaimana pertanyaan disusun (wording)? Urutan-urutan pertanyaannya bagaimana? Apakah dalam survei tentang paslon 01 ditanyakan soal bantuan sosial PKH ataupun BPNT kepada masyarakat yang memang bukan keluarga penerima manfaat. Hal ini tentunya berpengaruh atas elektabilitas paslon 01 yang notabene merupakan paslon petahana.

“Wording pertanyaan yang kerap direkayasa sedemikian rupa demi keuntungan satu pihak juga karena posisi pemimpin lembaga survei yang kerap sekaligus sebagai konsultan politik. Konsultan politik inilah yang kerap menempatkan lembaga survei dalam posisi ambivalen,” tukasnya.

Dia berharap, satu sisi lembaga survei harus betul-betul independen dan bekerja di bawah kaidah-kaidah ilmiah (khususnya metodologi). Tapi ironisnya, di sisi lain, konsultan politik sebagai tenaga profesional memang bertujuan mencari fulus sebesar-besarnya.

“Faktanya memang konsultan politik harus memberikan advise sekaligus strategi untuk memenangkan pertarungan politik. Salah satu strategi untuk itu tidak lain adalah memainkan opini publik terus-menerus, mempropagandakan jagonya di posisi teratas. Harapannya, dengan propaganda seperti itu, publik “termakan” dan percaya kandidat tertentu memang paling layak memimpin daerah,” kata Zulfijar.

Selain itu, Zulfijar juga mengkritisi analisis bedah data oleh Eksekutif Direktur Hanta Yuda AR dan Direktur Program Poltracking Masduri Amrawi yang ditayangkan secara langsung oleh Poltracking TV melalui channel YouTube.

Bahwa, terus Zulfijar, pihak Poltracking tidak jujur terkait adanya trend lonjakan paslon 02 hanya karena faktor kepastian pencalonan 02 pasca pendaftaran dan penetapan oleh KPU setempat. Menurut Zulfijar kalau memang benar terjadinya tren kenaikan pada survey September lalu, faktor paling penentu adalah terkait dengan adanya dugaan money politik dengan tebus murah hingga membagikan secara gratis minyak goreng dalam kampanye yang dikemas dalam pasar murah.

“Jujur dong, faktor paling penentu kalaupun memang benar ada tren kenaikan pemilih pada paslon 02 itu tentunya faktor distribusi secara massif minyak goreng kemasan tanpa label, merk, SNI, logo Halal, izin edar kepada peserta kampanye. Yang mana menurut sejumlah pihak minyak goreng tersebut merupakan produk makanan olahan ilegal,” imbuhnya seraya mengatakan jika Poltracking tak perlu malu untuk mengungkapkan hal itu kepada publik.

Terakhir, Zulfijar meminta kepada penyelenggara pilkada untuk dapat meminta kepada lembaga survey tersebut supaya transparan dalam pendanaan survey yang mereka lakukan. Karena konsultan politik itu tak berbeda posisinya dengan tim kampanye, karena pada dasarnya mereka direkrut untuk memenangkan partai atau kandidat tertentu, maka setiap partai politik atau paslon wajib membuka siapa konsultan politik yang mereka pekerjakan.

“Itu bagian dari tim pemenangan. Bisa masuk kategori dana kampanye atau pendampingan kampanye untuk mendampingi bagaimana popularitas seseorang kandidat bisa naik. Karena faktanya, satu sisi surveyor yang nyaru sebagai relawan Laju Bara kedapatan sosialisasikan salah satu paslon dengan bagi-bagi kaos, stiker, gambar, minyak goreng bahkan terindikasi sejumlah rupiah dengan cara door to door, rumah ke rumah warga di 17 kecamatan. Namun di sisi lain, relawan tersebut merangkap sebagai surveyor melakukan kegiatan survey. Alhasil yang terjadi adalah ‘selingkuh kepentingan’ dari 2 sisi yang berbeda,” pungkasnya.

(*)