Marak Politik Uang, Lagi Integritas Bawaslu Lamsel Dipertanyakan

KALIANDA – Maraknya informasi bakal adanya upaya praktik politik uang (Money Politik) beberapa waktu belakangan ini oleh tim pemenangan salah satu paslon pilkada Lampung Selatan 2024, sepertinya tidak mendapat tanggapan yang responsif oleh Badan Pengawas Pemilu Lampung Selatan (Bawaslu Lamsel). Alhasil, Bawaslu Lamsel terkesan takut-takut hingga melakukan pembiaran.

Sekretaris GMBI Distrik Lampung Selatan, Suherman mengaku ragu akan integritas para komisioner Bawaslu Lamsel. Dia menilai, terjadi pembiaran oleh pihak penyelenggara pemilu itu. Dimana praktik politik uang belakangan ini dilakukan secara terang-terangan dan bahkan disupport oleh tim paslon di berbagai platform sosial media. Berujung aksi money politik pun ditengarai terjadi semakin masif.

“Saya belum melihat adanya upaya penindakan ataupun pencegahan dari Bawaslu Lampung Selatan terkait dengan praktik politik uang. Padahal isu money politik ini sebelumnya sudah beredar cukup kencang, tapi sepertinya tak direspon dengan segera. Jadi tak salah jika saat ini kami meragukan integritas para Komisioner Bawaslu Lamsel. Bahwa Bawaslu sepertinya cuek saja bahkan seperti takut untuk bertindak,” ujar Suherman kepada wartawan, Jumat 22 November 2024.

Menurut Suherman, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Bawaslu mestinya. sudah dari jauh-jauh hari memiliki planing kerja dalam upaya mencegah terjadinya politik uang dan isu-isu lain terkait dengan kerawanan pilkada. Dengan rencana kerja yang sistematis dan dilanjut dengan pengaplikasian kinerja yang optimal, maka cita-cita bersama untuk mewujudkan pilkada yang berkualitas dapat dimaksimalkan.

Menurut Suherman, jika Bawaslu Lamsel memang benar mau bekerja secara sungguh-sungguh, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan dalam mencegah politik suap itu. Kata Suherman, strategi yang pertama itu dengan dilakukannya penegakan aturan hukum yang harus dimaksimalkan. Dengan tegas menegakkan aturan, maka dapat memberikan efek jera dan mempersempit ruang, kembali terjadinya politik haram tersebut.

“Berbanding lurus dengan penegakan aturan, yang kedua adalah pengetahuan dan kemampuan pengawas pemilu juga harus dikuatkan. Dengan demikian, pencegahan dan penegakan hukum terhadap politik uang berjalan optimal. Penegakkan sejumlah UU terkait dan peningkatan pengetahuan dan kemampuan melaksanakan regulasi pengawasan pemilu, menjadi kunci dalam mencegah politik uang sekaligus memperkuat kinerja pengawasan oleh Bawaslu,” imbuh Suherman.

Ketiga, Suherman meneruskan, Bawaslu dapat memperkuat upaya pencegahan terjadinya politik uang tersebut, salah satunya melalui kampanye dan sosialisasi yang kuat tentang bahaya pelanggaran politik uang. Tidak saja memperkuat kesadaran masyarakat soal sanksi hukumnya, namun bawaslu dapat juga lebih menekankan atas masalah dampaknya yang bisa menggerus kualitas demokrasi dan legitimasi kontestasi pemilu.

“Idealnya itu, bawaslu sedari awal bisa memberikan ruang yang lebih atas pemahaman masyarakat akan dampak bahanya politik uang. Tidak saja bermasalah dengan kualitas demokrasi dan legitimasi kontestasi pilkada, tapi bahaya politik uang, juga berimplikasi bakal tersanderanya jalannya roda pemerintahan yang bersih. Jika masyarakat dengan senang hati menerima politik uang, maka perilaku tersebut sejatinya dapat memberatkan para kepala daerah. Sebab, ongkos politik yang tergolong sangat mahal dapat memicu kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi. Jadi masyarakat juga harus sadar betul akan resiko politik rasuah tersebut” tukas Suherman.

Namun demikian yang terjadi, Suherman menilai kegiatan bawaslu Lamsel kesannya hanya menghambur-hamburkan saja anggaran yang notabene merupakan uang rakyat dengan menggelar kegiatan tanpa paham target yang dicapai. Seperti kegiatan sosialisasi pengawasan partisipatif yang digelar hanya sebatas acara seremonial sebagai syarat SPJ untuk pencairan anggaran. Kegiatan tersebut tidak jelas manfaat sasarannya, baik itu dari sisi output mau inputnya kegiatan sosialisasi.

“Saya lihat kegiatan sosialisasi pengawasan partisipatif itu seperti hanya main-main, terkesan hanya seremonial dan formalitas saja sebagai bahan untuk pelaporan pembayaran keuangan. Yang konyolnya, pernah kita ketahui, antara peserta kegiatan dengan narasumber kegiatan itu tidak nyambung. Peserta dari mana, kewenangan dan tupoksi narasumber kemana. Kadang juga Bawaslu Lamsel menghadirkan narasumber yang tidak berkompeten di bidangnya, entah dari mana referensinya, Bawaslu itu” beber Suherman.

 

(*)