Daerah  

Carut-marut Program Kartu Sembako di Lamsel (Bagian II)

KALIANDA – Carut-marut penyaluran program kartu Sembako atau dulu dikenal dengan bantuan pangan Non tunai (BPNT) dimulai pada 2020. Dimana ada keputusan tim koordinasi (Tikor) kabupaten pada 9 Maret 2020, bahwa penyaluran Sembako untuk bulan selanjutnya menggelar rapat tikor kecamatan terlebih dahulu, sebagai forum formalitas penunjukan suplier. Dengan Camat sebagai koordinator wilayah.

Alhasil, di Kabupaten Lampung Selatan tertunjuklah 3 suplier utama  yakni PT Mubarokah Jaya Mandiri (MJM), CV Ansoruna dan CV Dwi Karyamakmur (DK). Belakangan, nama perusahaan terakhir yang disebut ini diketahui mengusai mayoritas kecamatan sebagai Manajer Suplier. Seperti Kecamatan Waysulan, Katibung, Merbau Mataram, Tanjung Bintang, Tanjung Sari, dan Jatiagung. Dengan perkiraan jumlah KPM mencapai 40-45 ribu.

Dalam perjalanan penyalurannya, CV Dwi Karya menjadi sorotan utama. Seperti di Katibung dan Merbau Mataram, perusahaan yang dikendalikan oleh 2 kakak-beradik Nahwan Taufik dan Syahril ini sempat ramai dikomplain karena mengirim komoditi sumber protein berupa “Ayam Stunting”. Yakni ayam hidup dengan berat 0,5 Kg. Buah-buahan busuk, seperti apel malang dan duku juga salak.

Meski mengklaim menerima rektur untuk pergantian komoditi yang kurang layak pangan, namun klaim itu tidak kunjung terealisasi.

Kemudian, CV DK juga dikeluhkan rentang waktu penyaluran yang sangat lama. Bahkan nyaris 1 bulan dari waktu dana masuk ke rekening KPM.

Tidak sampai disitu, hampir di seluruh wilayah kecamatan penyalurannya CV DK, sejumlah KPM mengaku proses penyaluran Sembako didahului pengumpulan Kartu Sosial Sejahtera (KSS) milik KPM.

“Pasti terlambat, itu setiap penyaluran. Kemudian 6 paket komoditi seperti Beras, Telur, Kacang Hijau, Buah-buahan,  Sayur-mayur dan Ayam pengiriman selalu tidak sekaligus, dicicil-cicil begitu 3-4 komoditi dahulu kemudian beberapa hari baru sisa komoditi lainnya. Terkadang baru dikirim Beras hingga berminggu-minggu. Hal ini sungguh merepotkan, karena waktu banyak tersita karena pekerjaan diulang,” terang salah seorang Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) di Lamsel yang enggan namanya disebutkan, Minggu 1 Agustus 2021.

Belum lagi, terus dia, kualitas komoditi yang dibawah standar bahkan tidak layak pangan. Meski mendapat komplain, namun saban bulan penyaluran seperti itu-itu saja.

“Yang paling parah itu Ayam. Ayam hidup dengan berat kotor 1Kg. Belum lagi repotnya akibat kotoran yang  dihasilkan, dan ada pula yang mati. Kemudian untuk dan buah-buahan yang dikirim seperti Salak Pondoh, Jeruk BW dan Duku, yang kadang kualitasnya banyak yang busuk,” tukasnya.

Menurut dia, sebagai pendamping kegiatan, dirinya kerap diprotes KPM. Karena KPM terkadang membandingkan komoditi yang diterima oleh KPM dari kecamatan lain dengan pihak suplier yang lain pula.

“Sering dibanding dengan penyaluran kecamatan lain, seperti Ayam berupa daging dengan berat bersih 1Kg. Buah-buahan, Pir, Apel. Sering saya sampaikan dengan pihak suplier tapi sepertinya cuek saja,” imbuhnya.

Perlahan tapi pasti, sejumlah kecamatan akhirnya memberanikan diri mengganti perusahaan suplier, seperti Merbau Mataram dan Katibung pada pertengahan 2020.

Lebih lanjut, sedangkan di kecamatan lainnya seperti Kecamatan Jati Agung, CV DK sempat diboikot oleh e-Warong. Pasal pembagian keuntungan e-Warong yang menyusut, saat nilai program Rp110ribu dan naik menjadi Rp150ribu, e-Warong mendapat royalti Rp5-7 ribu per KPM. Ironisnya, saat nilai bantuan naik menjadi Rp200ribu, bagi keuntungan untuk anggota KPM yang diberdayakan itu malah menyusut menjadi Rp4ribu.

Alhasil, komoditi bansos tersebut sempat disalurkan oleh pihak desa langsung ke KPM di balai desa. Padahal, sesuai PEDUM Penyaluran Sembako 2020, e-warong merupakan satu-satunya tempat yang diperbolehkan untuk menyalurkan komoditi bansos pangan langsung ke KPM.

“Bahkan, di salah satu balai desa, antrian warga sempat dibubarkan oleh tim gabungan Koramil dan Polsek Jatiagung karena terjadinya kerumunan massa terkait pencegahan penyebaran Covid-19,” ungkap salah satu pendamping PKH di Kecamatan Jati Agung, Senin 6 April 2020 silam.

Namun, untuk penyaluran di Kecamatan Tanjung Bintang, Tanjung Sari dan Waysulan, Lampung Raya tidak memiliki akses informasi. Sejumlah pendamping PKH yang dihubungi menolak memberikan informasi, bahkan langsung memblokir kontak LR.

Maret 2021, menjadi puncak penolakan CV DK beroperasi di kecamatan-kecamatan wilayah penyaluran, seperti Tanjung Bintang, Tanjung Sari dan Waysulan. Satu-persatu, pendamping kegiatan kecamatan berani memutuskan kerja sama.

[Bersambung]

(row)