Daerah  

Material Huntara Disinyalir Dibisniskan, BPD Kunjir Protes Keras

KALIANDA – BPD Desa Kunjir Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan pertanyakan dugaan praktik jual beli material huntara secara sepihak oleh pemerintahan desa setempat. Dimana, setelah proses hibah huntara dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan (Pemkab Lamsel) ke Pemerintahan Desa Kunjir, huntara merupakan aset milik desa.

“Revan (9) bocah yatim-piatu korban tsunami, melalui Pamannya pernah menyampaikan keinginan memanfaatkan material huntara dengan dana senilai Rp500ribu, namun ditolak oleh pihak desa karena tidak bisa menyanggupi harga yang ditawarkan yakni sebesar Rp1,5 juta untuk setiap unit huntara,”kata anggota BPD Kunjir, Roni RM, Senin 6 Juli 2020.

Selain itu, terus Roni, biaya bongkar huntara oleh pihak desa dibebankan ke Dana Desa (DD) sebesar Rp500 ribu termasuk untuk biaya bongkar jaringan listrik untuk setiap unit huntaranya.

“Kurang lebih ada 138 unit huntara huntara di Desa Kunjir yang dibongkar dengan membebankan biaya menggunakan DD. Jika dikalkulasikan maka DD yang bakal tersedot 138×500.000 = Rp69juta. Ada apa ini, biaya pembongkaran dibebankan ke DD, namun bisnis penjualan material huntara dilakukan sepihak,” imbuh Roni.

Diungkapkan Rony, indikasi bisnis jual beli material huntara terungkap saat dilakukan gotong-royong pembongkaran huntara beberapa waktu lalu bersama pokmas yang dikomandoi koordinator, Iyung dan langsung diawasi oleh Kades.

“Saat itu, ada tim gerak cepat membongkar dengan peralatan lengkap. Setelah sejumlah unit selesai dibongkar kesepakatannya adalah meletakan material huntara itu di gudang, eks balai desa lama. Tapi, setelah kami amati tim cepat tersebut tidak pernah menaruh hasil bongkarannya itu di gudang. Setelah kami lacak, ternyata nyasar di rumah warga di Desa Semanak Kecamatan Bakauheni, dan Desa Pisang Kecamatan Penengahan,” beber Roni.

Sementara, Kepala Desa Kunjir Rio Imanda SH MH saat dikonfirmasi menolak untuk berkomentar. Warga asli Desa Kunjir ini hanya mewanti-wanti agar masalah ini jangan dibesar dibesar-besarkan.

“Tidak ada itu jual-beli material huntara. Tapi kalau untuk biaya pembongkaran dibebankan ke DD, kami (Pemdes Kunjir) sudah berkonsultasi ke Dinas PMD dan Inspektorat, dan memang diperbolehkan,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lampung Selatan, M.Darmawan saat dihubungi membenarkan status aset huntara telah dihibahkan ke pemerintah desa setempat yang mengusulkan. Menurut Darmawan, hibah aset tanpa disertai naskah hibah, karena bukan berasal dari belanja modal.

“Statusnya menjadi aset milik desa. Proses hibah dari pemkab, sifatnya hanya menyetujui usulan dari desa yang memohon untuk dihibahkan,” jelas Darmawan.

Kendati demikian, Darmawan menolak mengomentari atas dugaan praktek jual beli material huntara yang kondisi kualitasnya masih diatas 80 persen itu.

“Kalau soal itu bukan ranah saya.Huntara itu kan sudah diserahkan ke desa, baik pengelolaan dan pemanfaatannya sepenuhnya kewenangan desa. Kalau untuk regulasinya saya fikir itu ada di Dinas PMD,” tukas Darmawan.

Koordinator pelaksana pembongkaran huntara,  Iyung sampai berita ini diturunkan belum dapat dihubungi. Berkali-kali ditelpon melalui sambungan ponselnya, walau dengan nada aktif namun belum direspon. Begitu juga dengan pesan WhatsApp yang dikirim belum ditanggapi.

(row)