Over Kapasitas Hingga 157%, Lapas Kalianda Mayoritas Dihuni Kasus Narkoba

KALIANDA – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Kalianda over kapasitas hingga 157%. Atau dengan kapasitas 300 warga binaan tapi dihuni 772 orang. Bahkan diketahui, 51% atau lebih dari separuh penghuni lapas kalianda ini adalah pemidanaan kasus narkoba.

Kalapas Kelas II A Kalianda, Dr Tetra Destorie saat dihubungi mengatakan over kapasitas di Lapas ini bukan hanya terjadi di Lapas Kalianda saja, namun dikatakan Tetra memang terjadi di seluruh Lapas di Indonesia.

“Sebagian besar penghuni lapas adalah kasus narkoba. Dengan kapasitas 300 orang, Lapas Kalianda saat ini dihuni 772 warga binaan dengan kasus narkoba ada 394, itu sekitar 51 persen dari total isi jumlah warga binaan,” jelas Tetra, Selasa 14 September 2021.

Berkaca atas kasus kebakaran yang terjadi di Lapas Kelas I Tanggerang, Tetra mengungkapkan telah melakukan deteksi dini terhadap potensi terjadinya kebakaran, baik itu pencegahan atau mitigasi maupun penanganan bencana kebakaran.

“Di Lapas Kalianda ini, kami punya 9 tabung APAR dan 8 fire block. Kami juga punya sistem panic button untuk peringatan dini apabila ada musibah,” imbuh Tetra sembari berharap bencana kebakaran tidak terjadi di Lapas Kalianda.

Saat disinggung mengenai perluasan hunian Lapas sebagai solusi over kapasitas, Tetra menanggapinya dengan dingin. Menurut dia, masalah perluasan kapasitas hunian dan bangunan, tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Kemenkumham. Namun adalah tanggungjawab bersama.

“Perlu kearifan berfikir atas masalah ini, artinya tidak hanya menjadi tanggungjawab Kemenkumham. Tapi diharapkan ada kontribusi pemda seperti masalah lahan bangunan,” tukasnya seraya mengakhiri pembicaraan.

Terpisah, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Lampung Selatan, Maturidi Ismail saat ditemui di kantor kerjanya mengaku, bahwa sebelumnya pihaknya sudah dihubungi oleh pihak Lapas Kalianda terkait Sistem Proteksi Kebakaran (SPK) untuk hunian gedung.

“Sudah ada komunikasi, kami sudah dihubungi oleh pihak Lapas. Artinya nanti kami akan inspeksi terkait fasilitas sistem proteksi kebakaran di Lapas. Mana yang belum lengkap, mana yang perlu ditambahkanditambahkan,” kata Maturidi.

Menurut Maturidi, untuk yang menjadi perhatian bagi seluruh pengelola gedung bangunan, selain fasilitas SPK, adalah potensi atau penyebab terjadinya kebakaran.

“Seperti standar penggunaan fasilitas sumber-sumber api, seperti kompor, penggunaan korek api dan penggunaan alat-alat elektronik. Misalnya, dalam satu jaringan listrik, harus dapat diketahui kapasitas jaringan penghubung, atau maksudnya kabel. Artinya, penggunaan alat elektronik harus didasarkan dengan penggunaan jaringan penghubung atau kabel tadi sesuai dengan kapasitasnya. Contoh, penggunaan kabel untuk lemari es, punya standar sendiri. Kalau tidak, hal seperti itu bisa memicu terjadinya kebakaran karena arus pendek (Listrik),” pungkasnya.

(row)