Daerah  

Di Lampung Selatan, KPM Ditengarai Bayar Lebih Rp22ribu Untuk Program Sembako

KALIANDA – Penyaluran bansos pangan dalam program sembako untuk bulan April yang dilaksanakan oleh CV Dwi Karya (DK) selaku manajer supplier (MS) di beberapa kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, yakni Merbaumataram, Waysulan, Katibung, Tanjungsari, Tanjungbintang dan Jatiagung ditengarai menyimpang dan merugikan keluarga penerima manfaat (KPM).

Dimana komoditi yang disalurkan oleh DK dengan komposisi  berupa Ayam hidup 1Kg, Beras 10Kg, Kacang Hijau 1/4 Kg, Telur 14 butir, Buah-buahan 1/2 Kg (Apel Malang) dan Sayuran 1Kg (Kentang atau Wortel) dengan harga pasaran atau  eceran ke e-warong ditambah keuntungan e-warong dan fee ke BUMDes tidak habis Rp200 ribu.

Jika dirinci dengan harga eceran saja, Beras 10 Kg = Rp110 ribu, Ayam 1Kg (hidup) Rp12.500, Kacang Hijau 1/4 Rp7 ribu, Telur 14 butir Rp21 ribu, Kentang atau Wortel 1Kg Rp12 ribu dan Apel Malang 1/2 Kg Rp7500 = Rp170ribu.

“Dengan status MS, namun menjual dengan harga eceran, tentu Rp170.000 itu telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Padahal, selaku manajer suplier, CV DK idealnya menjual komoditi dengan harga grosir. Bukan dengan harga eceran atau harga pasaran,” ujar Ketua Komite Aksi Kawal Program Jokowi, Faisal Sanjaya, Senin 20 April 2020.

Menurut Faisal, dalam siklus usaha kelontongan, harga pasaran dijual oleh pedagang pengecer atau toko kelontongan ke masyarakat pembeli. Logikanya, terus dia, jika distributor menjual komoditi ke pengecer dengan harga pasaran, dapat dipastikan komoditi tersebut tidak akan laku terjual. Karena untuk mendapatkan keuntungan, pengecer harus menjual lebih tinggi dari harga pasaran atau menjual lebih dari harga modal.

“Untuk CV DK, jika kita simak skema harga dan keuntungan, total harga komoditi yang disalurkan dengan harga eceran itu yakni Rp170 ribu ditambah keuntungan e-warong Rp6ribu dan fee BUMDes Rp2ribu. Maka total penyerapan dana KPM hanya sebesar Rp178 ribu dari Rp200 ribu besaran bantuan yang diterima oleh setiap KPM,” beber Faisal.

Mirisnya, sambung dia, MS mendapatkan keuntungan besar dengan menjual komoditi harga eceran, MS kembali mendapat kelebihan pembayaran sebesar Rp22ribu. Dengan begitu, dapat dikalkulasikan berapa besaran rupiah yang diraup oleh MS dalam hal ini adalah CV DK, untuk setiap transaksi oleh KPM.

“Jika diasumsikan setiap kilogram beras MS mengambil keuntungan Rp500 dikali 10Kg = Rp5ribu keuntungan dari beras saja. Kemudian jika kita asumsikan lagi paling kecil keuntungan dari masing-masing komoditi Rp500 dikali 5 jenis komoditi lainnya, maka 500 x 5 = 2500.

Maka, total keuntungan dari penjualan komoditi Rp7500. Kemudian ditambah kelebihan pembayaran Rp22ribu + Rp7500 = Rp29.500. Jika di 1 kecamatan rata-rata ada 4ribu KPM x 29.500 = Rp118juta. Jika CV DK menyalurkan komodoti di 6 kecamatan dengan jumlah KPM kurang lebih sebanyak 30ribu, maka transaksi April ini saja CV DK dapat meraup keuntungan sekitar Rp885juta,” imbuh Faisal seraya mengatakan untuk memastikan kerugian negara terhadap masalah ini diperlukan adanya audit resmi dari lembaga auditor yang berkompeten.

Ironis, saat Lampung Raya coba meminta konfirmasi dan klarifikasi ke semua pihak terkait, seakan bungkam dengan kondisi ini baik Dinas Sosial, Kecamatan, TKSK, pendamping PKH hingga satgas pangan kabupaten. Seolah-olah kondisi ini menunjukkan ada konspirasi dibalik dugaan kebocoran dana bantuan sosial yang notabene adalah untuk rakyat miskin.

Bahkan, dibeberapa kecamatan tadi, disinyalir telah terjadi permufakatan antara pihak tim koordinasi kecamatan (Tikor) dengan pihak manajer supplier sebagai pihak ketiga dalam pengadaan komoditi. Sinyalemen itu dapat dilihat, tikor kecamatan sebagai pihak yang berwenang menunjuk MS tetap kekeuh mempertahankan jasa CV DK untuk bulan selanjutnya sebagai MS meski ada penawaran lebih tinggi, baik kualitas maupun kuantitas dari perusahaan lain.

Masalah ini kembali diperparah dengan penyaluran komoditi yang tidak layak pangan. Sejumlah sayuran, buah-buahan busuk diterima oleh KPM tanpa ‘sensor’ dari BUMDes selaku suplier, pihak yang melakukan pemesanan pembelian. Meski diklaim akan diganti oleh MS, namun regulasi atau sistem komplain penggantian komoditi yang diterapkan tidak jelas. Bahkan, KPM disajikan anak ayam berumur 15 hari dengan bobot 1/2 Kg.

“Katanya (Bansos Pangan) untuk penambahan gizi, tapi kok kami malah dikasih ayam yang sepertinya kekurangan gizi,” ungkapnya salah seorang KPM di Kecamatan Waysulan ini sembari tergelak.

(row)