Hukum  

Pengaktifan Jabatan Kades Rawaselapan Tunggu Putusan Incracht

KALIANDA – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Lampung Selatan (PMD Lamsel), Erdiyansah SH mengaku belum memproses pengembalian jabatan Kepala Desa Rawaselapan Kecamatan Candipuro, Bagus Adi Putra (Nonaktif) yang pada Rabu 22 Juni lalu divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri Kalianda. Dimana diketahui, sebelumnya kades tersebut terpaksa diberhentikan sementara lantaran tersandung perkara pidana.

“Masih kami pelajari secara komprehensif. Kami tidak terburu-buru. Supaya nanti terkait masalah jabatan kades Rawaselapan ini memang benar-benar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” ujar Erdi melalui sambungan telepon WhatsApp, Sabtu 2 Juli 2022.

Meski telah divonis bebas, dijelaskan Erdi, alasan belum memproses pengembalian jabatan kades tersebut adalah status hukum putusan.

Sesuai dengan pasal 82 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Desa dan BPD, pengaktifan kembali jabatan kepala desa yang diberhentikan sementara jika oleh pengadilan, kades tersebut dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (Incracht).

“Sesuai dengan perda nomor 6 itu, PMD pasti akan memproses rehabilitasi dan pengembalian jabatan kepala desa sesuai dengan salinan putusan pengadilan. Namun begitu, apakah putusan tersebut sudah dianggap berkekuatan hukum tetap atau sebaliknya, masalah itu masih kami koordinasikan dengan bagian hukum sekretariat daerah,” tukas Erdi.

Terpisah, Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Lampung Selatan, Herry Putra menyatakan sebagai ketua APDESI mengucapkan syukur atas vonis bebas rekan sejawatnya itu.

Bahkan, Herry yang familiar disapa Enggung itu mengaku jika APDESI telah menggalang petisi untuk mendukung keputusan PN Kalianda sebagai perlawanan terhadap upaya fitnah terhadap kades Rawaselapan nonaktif tersebut.

“Alhamdulillah, do’a kami agar saudaraku pak kades Rawaselapan yang kami rindukan telah dikabulkan dan telah kembali ke pangkuan keluarganya,” ucap Enggung.

Sementara, dalil digulirkannya petisi secara online tersebut mohon dukungan masyarakat terhadapĀ  perkara tersebut diduga hanyalah fitnah semata.

“Mohon Dukungan Atas Keputusan Majelis Hakim dalam Pokok Perkara Fitnah Pencabulan Kepala Desa Rawa Selapan..!! Dukungan Anda Berarti Turut Serta Dalam Menolak Segala Bentuk Pelaporan Fitnah, Dan Kebohongan Satu Organisasi Yang Bernada Provokasi. Lawan Fitnah Lawan Kebohongan Dengan Fakta Hukum Demi Keadilan Di Negriku Indonesia.. !!” sebut petisi online itu.

Sekadar mengingatkan, sebelumnya pada Rabu 22 Juni 2022 lalu majelis hakim Pengadilan Negeri Kalianda memvonis bebas terdakwa Kepala Desa Rawa Selapan nonaktif, Bagus Adi Pamungkas (BAP) atas dugaan kejahatan kesusilaan.

Sidang putusan itu digelar secara daring di ruang Cakra PN Kalianda itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fitra Renaldo. Sedangkan terdakwa BAP, mengikuti sidang putusan dari Lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Kalianda.

Dalam sidang putusan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kalianda Kelas II Lampung Selatan, Fitra Renaldo menyatakan dari fakta-fakta terungkap di persidangan, unsur tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa BAP tidak terbukti.

“Membebaskan terdakwa BAP dari segala tuntutan,” kata Ketua Majelis Hakim Fitra Renaldo.

Dikutip dari suara.lampung.com, Humas Pengadilan Negeri Kalianda, Ryzza Dharma mengatakan, putusan bebas itu diambil, setelah majelis hakim melakukan musyawarah, namun tidak mufakat.Hal ini dikarenakan, terdapat salah satu hakim yang mengganggap terdakwa bersalah.

“Saat persidangan, ada satu hakim yang merasa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) ada yang terbukti dan cukup alat bukti. Atas hal itu, seharusnya terdakwa patut dihukum bersalah, bukan vonis bebas,” kata Ryzza Dharma dalam keterangannya, Rabu (22/6/2022) seperti yang dilansir oleh suara.lampung.com

Namun dari hasil musyawarah, terus Ryzza Dharma, terdakwa tidak terbukti melanggar Pasal 285 KUHP, Pasal 289 KUHP, Pasal 294 ayat 2 kesatu KUHP dan Pasal 294 ayat 2 kedua KUHP, sebagaimana yang dipersangkakan JPU ke terdakwa. Kemudian pertimbangan musyawarah majelis hakim untuk membebaskan terdakwa, karena mereka menilai tidak cukup alat bukti.

“Sesuai dengan amar putusan, JPU dipersilahkan untuk melakukan banding. Namun setelah putusan itu, hakim memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanannya,” imbuh Ryzza Dharma lagi.

Sebelumnya, dalam perkara tersebut, JPU Fransisca SH menuntut agar terdakwa dipidana hukuman empat tahun pidana penjara. Terdakwa juga dituntut untuk membayar restitusi denda Rp37,6 juta.

(row)